Istiqlal dan Ikhrar Kemerdekaan Kita

(selamat datang Paus Fransiskus)

sekadar satu perenungan

P. Kons Beo, SVD

Mungkin banyak yang telah menduga-duga. Pesan damai, kerukunan, atau kebebasan beragama bakal jadi narasi kunci suara Paus Fransiskus saat berada di negeri elok, Indonesia kita. Kedatangan Paus Fransiskus tentu memastikan keindonesiaan kita dalam kebhinekaan yang bercitra dalam tunggal ika.

Namun, marilah kita apa adanya penuh jujur.

Di hari-hari ini, kita lagi di jalanan tanjak penuh tikung. Rajutan kebangsaan memang bukan perkara gampangan! Kebangsaan kita tetap teruji. Saat siapapun terisap oleh kepentingan dan mau-maunya sendiri. Tanpa peduli untuk saling terkam dan tikam demi dijadikan tumbal kepentingan.

Kita sudah mulai menjauh dan menjarak karena kata. Pun karena perilaku, serta geliat memperlakukan! Semuanya terbelenggu dalam varian nafsu. Ada nafsu kebenaran. Ada pula nafsu kekuasaan dan nafsu merasa ‘banyak dan lebih.’ Dan yang tak kalah ngerinya itulah nafsu kesalehan. Yang makin membutakan bola mata hati. Yang ciptakan kualitas jarak pandang penuh redup terhadap sesama. Kita hidup penuh gertak dan kepalan tinju terhadap siapa pun ‘yang bukan kita.’

Yang sungguh ditakutkan adalah sekiranya kita menjadi layu dan tak segar. Itu karena sekian sulitnya kita berserah pada sesama, pada keanekaan, pada kekayaan. Iya, ‘pada yang berbeda dan pada yang bukan kita.’ Bagaimana mungkin hidup kita ini mesti jadi spontan dalam tarian jiwa merdeka, sekiranya kita tak pasrah berserah pada irama musik alami? Sebab, orang hanya dapat menari jika ia berserah pada nada dan irama! Demikian pun kita dapat tersenyum saat kita tersadar bahwa ‘kosmos punya episode kehidupan penuh humor yang menggelitik.’ Yang membongkar dengan kojak apa yang tak mampu dan tak mau kita ungkapkan.

Dan lagi…

Tidak kah kita hidup pula dalam kurungan tembok tebal penuh prasangka, curiga, tafsir, dan segala pikir ini itu yang ‘aneh-aneh dan miring-miring?’ Karenanya, satu kisah batin nan berat mesti dilewati. Mari, sudahilah semua yang membebankan. Caranya? Sejak abad dahulu, warga beriman sudah pada yakin bahwa semuanya bakal terlewati dalam kerendahan hati. Kerendahan hati memperjumpakan kita.

Namun semudah itu kah?

Dunia romawi kuno dan yunani antik meludahi kerendahan hati. Pikiran Aristoteles jelas, “Itu satu kelemahan dan cacat diri. Rendah hati itu merendah penuh kerdil mental dan takut. Dapat diinjak-injak dan amatlah tak terhormat.” Kita masih berjuang perangi hati dan budi nan kelam untuk tiba pada keyakinan ‘untuk melihat dunia dan sesama dengan penuh kerendahan hati. Dan bahwa membentengi diri dalam tembok keangkuhan dan kesombongan diri justru merupakan cacat dan kelemahan terbesar.’

Tetapi, kita tak menyerah pada rasa putus asa. Sebab setiap anak negeri miliki potensi senyum penuh tulus. Ada aura hati penuh persahabatan. Setiap kita dicahayai oleh jiwa merdeka. Kita semua adalah anak negeri nan ‘istiqlal.’ Gelora kemerdekaan adalah hidup dan jiwa bersama.

Sri Paus Fransiskus, dalam waktu tak lama lagi ini akan disambut dalam ‘suasana Masjid Istiqlal.’ Jiwa bebas penuh merdeka tentu jadi kekuatan kita. Meretas dan melewati batas-batas pembeda yang mengasingkan. Sebab semuanya dalam Istiqlal itu bersaudara dalam kemanusiaan. Berikrar dalam citra kemanusiaan, yang berbangsa dan bertanah air Indonesia.

Sekiranya Sri Paus telah maklum bahwa Istiqlal, nama Rumah Sembahyang itu, berarti ‘kebebasan, lepas, atau pun kemerdekaan.’ Kita semua adalah anak-anak negeri, warga yang berdaulat dalam jiwa merdeka itu. Yang ‘lepas merdeka dalam forma dan isi pikiran nan cerah ceriah.’

Kita tak hidup dalam geram, amarah dan benci. Sebab, kita berikhtiar untuk sanggup saling genggam erat tangan. Dan atas nama kekitaan Indonesia, itu tak ‘bakal dilepaskan lagi. Sebab semuanya ingin ikatkan kekitaan itu dengan benang-benang kasih sayang.’

Kita semua adalah ‘warga istiqlal’ yang penuh tulus, ceriah dan spontan penuh lepas bebas ingin menyambut Paus Fransiskus. Dalam kehadiran Sri Paus di Istiqlal, kata-kata penuh harapan, bakal menjadi nyata. “Nampaknya mendung segera lewat. Matahari bersinar. Semuanya telah dirancang untuk menyambut kita.
Tersenyumlah mari tersenyum.
Hari ini milik kita….

Selamat Datang Paus Fransiskus, di bumi merdeka. Menyapa jiwa dan sirami hati kami dengan jiwa CINTA nan membara.
Semuanya demi ‘istiqlal ikhrar hati kami.’ Lepas, bebas, luas, lapang dan merdeka!

Verbo Dei Amorem Spiranti

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

 

error: Sorry Bro, Anda Terekam CCTV