Ruteng, infopertama.com – Gereja Keuskupan Ruteng buka suara terkait Polemik naiknya harga tiket masuk ke Taman Nasional Komodo (TNK). Keuskupan Ruteng menilai bahwa kenaikan itu terlalu drastis atau signifikan, tanpa memikirkan untuk mengintegrasikannya dengan kondisi perekonomian masyarakat. Yang mana baru menggeliat akibat pandemi Covid-19 dalam kebijakan pariwisata.
“Kami menilai bahwa momentum kenaikan tiket tersebut kuranglah tepat. Karena, dunia pariwisata di Labuan Bajo dan Flores pada umumnya sedang bangkit dari keterpurukan akibat pandemi Covid-19.” Ucap Perwakilan Gereja Keuskupan Ruteng, RD Alfons Segar dalam keterangan tertulisnya kepada media ini, Jumat, (29/07)
Selain itu, Kata RD Alfons, kenaikannya yang sangat drastis mengganggu animo wisatawan. Dan, menghambat kebangkitan dunia pariwisata yang menjadi motor penggerak perekonomian masyarakat.
Menurutnya, kebijakan publik demikian, mesti melibatkan pelbagai pihak yang berkepentingan dalam sebuah dialog dan uji publik yang intensif. Selain kajian akademik, dituntut pula kajian sosial yang mempertimbangkan dampak ekonomis, poliltis, kultural dan ekologis dari kebijakan tersebut.
Juga, tambahnya, butuhkan proses sosialisasi yang tepat dan terus menerus.
Karenanya, “Kami mengimbau kepada semua pihak untuk membangun dialog dalam menangani isu-isu sosial bersama. Hal ini sangatlah selaras dengan budaya Manggarai, yakni lonto leok dalam rangka memperkuat kebersamaan dan kesatuan kita (nai ca anggit, tuka ca leleng). Cara atau metode untuk menyampaikan pendapat secara demokratis kiranya tidak berdampak merugikan pariwisata.” Pungkas RD Alfons.
Ia kemudian menjelaskan, bahwa manakala kebijakan menaikan tiket masuk TNK itu lakukan dengan pendekatan budaya lonto leok akan meminimalisir berbagai kekewatiran atau penolakan pelbagai pihak. Tertuma, penolakan dari pelaku pariwisata di Labuan Bajo, dan Flores secara umum.
Dengan demikian, konsekuensi logisnya, sektor pariwisata idealnya akan menciptakan Kesejahteraan umum, penghargaan martabat manusia. Dan, keutuhan ciptaan (ekologi) tetaplah menjadi kriteria utama dalam perjuangan moral dan sosial yang benar dan tepat.” Tegas RD Alfons.
Pentingnya Pariwisata Holistik
Menyikapi pelbagai persoalan di atas, Gereja Keuskupan Ruteng tidak henti-hentinya memperjuangkan pariwisata holistik yang mencakupi semua dimensi kehidupan manusia dan kesejahteraan umum.
“Secara khusus, kami mengusung tema pariwisata holistik dalam program pastoral Keuskupan Ruteng tahun 2022 ini dengan motto: “Berpartisipasi, Berbudaya dan Berkelanjutan”.
Berpartisipasi, jelas RD Alfons Segar, berarti pariwisata yang melibatkan dan mensejahterakan masyarakat lokal. Berbudaya berarti pariwisata yang berakar dan bertumbuh dalam keunikan dan kekayaan kultur dan spiritualitas setempat. Berkelanjutan berarti pariwisata yang merawat dan melestarikan alam ciptaan.
Melalui paroki, lembaga gerejawi, biara-biara maupun awam katolik, khususnya para pelaku wisata, Gereja Keuskupan Ruteng telah dan akan terus menerus terlibat untuk mengembangkan pariwisata holistik dari Wae Mokel sampai Selat Sape, Manggarai Raya.
Selain mengelola situs dan program pariwisata rohani, Gereja Katolik berpartisipasi dalam menggerakkan ekonomi kreatif pariwisata umat, menggalakkan pariwisata budaya serta mendorong pariwisata alam.
Lebih dari itu Gereja terlibat dalam menguatkan aspek spiritual dan etis umat sehingga dapat mengupayakan pariwisata yang beradab dan bermartabat serta menangkal dampak negatif yang timbul dari pariwisata.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel



