Sayangnya, permintaan Wabup Heribertus Ngabut tuk menghentikan sementara kegiatan yang berkaitan dengan Proyek Geothermal di Poco Leok dijadikan pijakan bagi masyarakat tuk melakukan pengadangan.
Sementara itu, Bupati Manggarai, Heribertus Nabit yang mengeluarkan SK penlok Proyek Geothermal Poco Leok memastikan bahwa proyek tersebut tetap berjalan.
“Tetap berjalan, tetap berjalan. Saya kira keputusan bupati tentang penetapan lokasi tidak bisa dibatalkan dengan pernyataan lisan. Sehingga, pemerintah memutuskan tetap berjalan.” Tegasnya.
Bupati Heribertus melanjutkan, bahwa dalam perjalanan itu komunikasi – komunikasi harus terus dibangun, iya. Tetapi, menghentikan kegiatan itu bukan pilihan.
“Yang menghentikan kegiatan itu berarti kita harus lihat kembali regulasi, tahapan-tahapan yang sudah dilalui. Lalu kemudian berujung pada SK penetapan lokasi yang tadi saya bilang SK penlok itu tidak bisa dibatalkan oleh pernyataan-pernyataan sepihak, pernyataan-pernyataan lisan.” Tutur Bupati Heribertus Nabit.
Menurutnya, hukum administrasi di Indonesia tidak bisa suatu pernyatan lisan mampu membatalkan sebuah SK.
“Saya kira, hukum administrasi negara kita tidak seperti itu caranya. Sehingga, teman-teman PLN akan tetap berjalan.”
Atas beda pendapat itu, media ini berkesempatan mewawancarai Edi Danggur, seorang Akademisi asal Manggarai yang berdomisili di Jakarta.
Berikut petikan wawancara infopertama.com dengan dosen UAJ Jakarta itu.
infopertama: Apa pendapat Saudara atas pernyataan Bupati Manggarai bahwa SK
Penetapan Lokasi tidak dapat dibatalkan hanya dengan pernyataan lisan?
Edi Danggur: Pernyataan Bupati Manggarai tersebut benar secara hukum. Sebab SK
Bupati Manggarai tentang Penetapan Lokasi tidak dapat dibatalkan dengan pernyataan secara lisan oleh Wakil Bupati Manggarai.
Dalam UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dikatakan Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara, termasuk Bupati, hanya dapat dibatalkan jika terdapat cacat.
Kecacatan itu meliputi cacat wewenang, cacat prosedur dan/atau cacat substansi.
Undang-undang Administrasi Pemerintahan pun hanya memberikan wewenang untuk membatalkan sebuah Keputusan kepada Bupati yang menerbitkan Keputusan tersebut dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Namun demikian, Hakim PTUN tidak bisa secara ex officio membatalkan keputusan seorang Bupati. Misalnya hanya karena SK Bupati itu didemo oleh warga masyarakat yang merasa dirugikan.Pembatalan hanya dalam bentuk putusan pengadilan. Itu berarti harus ada gugatan terlebih dahulu dari warga masyarakat yang merasa dirugikan dengan adanya keputusan Bupati tersebut.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel