Cepat, Lugas dan Berimbang

Bayi Natal Sumber Kebahagiaan Sejati

IMG_202312358_172100239-1
IMG_202312358_172100239
IMG_202312358_172056260
FB_IMG_1702881471206
FB_IMG_1703209162891
IMG_202312358_172109791

Oleh: Sobe Milikior*

Natal di Dusun

Dua ribu dua puluh tiga tahun silam. Pada kandang sepih. Di tengah padang kawanan domba. Pada ruang tak berdinding. Beratapkan dedaunan kering. Pada situasi alam yang dingin membeku. Terbaring pada palungan, Sang Raja lahir dari perawan suci Maria.

Ya, teriakan meraih kawanan domba. Bunyi sangkakala malaikat surga bersukacita. Menyambut lahir-Nya sang bintang. Bintang kehidupan, sumber sukacita dunia. Mari, menuju bintang itu.

Natal di dusun. Konteks dunia lintas bidang kehidupan. Dusun menjadi locus, tempat sunyi melahirkan sang penyelamat dunia. Menjadi penyelamat dunia berhadapan dengan realitas penderitaan manusia. Manusia sudah, sedang dan akankah mengalami penderitaan? Lalu mengapa harus di dusun?

Sekitar dua tahun, dunia dalam derita. Penderitaan dalam seluruh aspek kehidupan. Pasca pandemi covid-19 yang kian menjadi-jadi. Dunia kehilangan jati diri. Para pemimpin negara di dunia diperas otaknya dalam mencari solusi yang terbaik untuk menyelamatkan negaranya sendiri.

Mesti ka manusia harus kembali pada hakikatnya harus bebas dari bentuk penderitaan apapun? Kembali kepada refleksi tinggi atas kehidupan (Theodice: kajian filosofis teologis penderitaan) yang pernah ditulis oleh Dr. Paul Budi Kleden, Imam Serikat Sabda Allah. Seyogianya, menyadarkan manusia sebagai realitas ada dalam gugatan tentang dirinya bersama di dunia.

Kesadaran ‘kembali ke dusun’ merupakan gugatan makna dunia yang tidak bisa lagi menjadi tempat bagi kelahiran nilai-nilai positif kehidupan. Manusia justeru merindukan nilai-nilai hidup yang merupakan esensi dasar dalam dan bagi perkembangan dunia pada abad ke-21 ini. Oleh karenanya, pilihan di dusun menjadi tempat lahirnya nilai kehidupan itu.

**
Bayi Natal Lahir

Pada mulanya adalah sabda. Sabda itu terbentuk dalam dunia. Dunia diberi arti penuh oleh bahasa. Manusia memiliki bahasa. Manusia menegaskan eksistensinya melalui bahasa. Bahasa menjawabi realitas penderitaan hidup di dunia. Pada akhirnya, manusia menemukan nilai dasar kehidupannya hanya dalam bahasa.

Penegasan realitas ada di dunia hanya melalui bahasa. Maka pengalaman kelahiran sebagai satu gebrakan eksistensial manusia berada bersama di dunia. Konteks adanya diberi arti dengan kehadiran yang lain. Yang lain menjadi gugatan penuh makna bagi keberadaannya di dunia.

Bayi mungil Yesus yang sudah lahir di kandang Betlehem membuktikan kesederhanaan serentak satu gugatan. Kesederhanaan diartikan dalam serba kekurangan. Maria dan Yosep orang tua Yesus tentu tak cukup memiliki sesuatu untuk melahirkan putera mereka di rumah sakit mewah seperti sekarang.

Gambaran kesederhanaan yang ditampilkan oleh dua tokoh itu adalah sebuah pilihan kebebasan. Mereka mau bebas dari ancaman, bebas dari rasa takut, bebas dari ketidakadilan hukum, bebas dari kekejaman seorang pimpinan dan bebas dari segala macam tuduhan. Nah, pilihan mereka merupakan theodice kehidupan manusia kini.

Nilai-nilai itu menjadi semangat ayah-ibu Yesus. Rasakan, ketika sesama manusia datang memohon untuk memberinya tumpangan sejenak dengan rasa laparnya. Ketika yang asing datang dengan berbadan dua hendak melahirkan di rumah kita. Ketika yang berbeban berat dan penuh luka atas kekejaman dunia. Sanggupkah, membuka pintu, mempersilahkan dia masuk, memberi ia makan, memberikan dia tempat untuk melahirkan dan memberi solusi atas persoalannya?

Kesadaran akan nilai kepedulian terkadang datang terlambat. Sang nilai pun pergi tanpa meninggalkan bekas pada rumah hati manusia. Sang bayi Yesus lahir di kandang. Bukankah rumah sakit pada zaman sekarang sudah mewah dan rumah kita ada sedikit tempat untuk tamu-tamu kita yang ingin menumpang sebentar saja?

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

Â