infopertama.com – Hasil survey elektabilitas Ganjar Pranowo – Mahfud MD di Kandang Banteng kian menurun.
Pengamat Psikologi Politik Universitas Negeri Sebelas Maret Solo (UNS), Dr Moh Abdul Hakim menyampaikan hal ini pada Jum’at (5/1/2023).
Abdul mengatakan terjadi perubahan drastis dan masif usai Gibran Rakabuming Raka memutuskan mendampingi Prabowo Subianto sebagai pasangan Capres-Cawapres dalam Pilpres 2024.
Ternyata seiring berjalannya waktu pasangan nomor urut 02 itu mampu mengolaborasi kekuatan masing-masing dalam mencuri simpati publik khususnya di Jawa Tengah.
“Ada dua faktor. Efek Jokowi dan sosok Gibran mengamplifiksi. Awalnya, skeptis terhadap Gibran, ternyata dengan caranya sendiri menarik minat masyarakat,” ujar Abdul Hakim.
Abdul Hakim sendiri menyatakan penurunan elektabilitas Ganjar-Mahfud di Jateng setelah mengutip hasil survey Indikator, CSIS, dan Lembaga Survey Indonesia (LSI) Denny JA.
Dari Laporan Indikator, Ganjar-Mahfud masih 64 persen pada 2-10 Oktober 2023. Namun LSI Denny JA melaporkan turun menjadi 61 persen pada 6-13 November 2023.
Terakhir survei CSIS 13-18 Desember 2023 menghitung Ganjar 43,3 persen, Prabowo yg dulu 10 persen jadi 36,5 persen, sementara Anies 13 persen.
“Survei elektabilitas Gibran sekarang sangat kuat. Dia punya model komunikasi lokalan seperti ngomong bareng di angkringan. Itu rasa politik masyarakat Jawa Tengah, di mana wilayah ini menjadi battle ground Pilpres 2024,” kata Abdul Hakim.
Abdul Hakim menjelaskan pada Pilpres lalu, mindset politik berbasis aliran terpatahkan karena kemenangan Jokowi usungan PDIP, ternyata lebih ke personalisasi. Setelah Jokowi memimpin dua periode, PDIP justru memperkuat basis elektoral dan asosiasi sendiri.
“Sampai sekarang pengaruh Jokowi lebih kuat, bahkan melebihi PDIP itu sendiri,” katanya.

Ketokohan Gibran membuka tren migrasi dukungan terhadapnya di Pilpres nanti, dari kantong-kantong massa kandang banteng Jawa Tengah.
Abdul Hakim menyebut kecenderungan masyarakat tak mau terbuai drama yang membalut kubu Ganjar.
“PDIP banyak memainkan politik drama. Misalnya insiden kader PDIP Boyolali berkonflik dengan tentara. PDIP (seolah-olah korban loyalitas dan teraniaya. Narasi seperti itu mulai ditinggalkan. Ini mungkin yang membuat PDIP semakin terjepit,” katanya.
Ia juga menyoroti tingginya pemilih bimbang atau undecided voters mencapai 6-7 persen. Angka ini menyulitkan pencapaian misi satu putaran pemungutan suara pilpres.
Kehadiran Jokowi di Jateng untuk meresmikan sejumlah proyek nasional beberapa waktu lalu, lanjut Hakim, pantas dduga untuk menekan angka tersebut.
“Meski (secara gamblang) Jokowi belum clear juga mau berpijak ke mana, tapi harus ada effrort lebih kuat agar merebut 6-7 persen undecided voters yang kebanyakan kalangan berpendidikan atau malah dari kalangan apatis sama sekali,” ungkap dia.
Kedatangan Jokowi di Jateng belakangan ini dinilai bukan secara acak. Terdapat beberapa daerah bukan basis massa PDIP yang potensial bergeser dukungan seperti pantura, Banjarnegara dan Pekalongan.
“Daerah yang dikunjungi Jokowi kemaren punya efek elektoral kuat. Enggak seperti wilayah Jateng selatan yang lebih didominasi PDIP,” tutur dia.
Sementara itu pergerakan paslon nomor urut 1 Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar di Jawa Tengah dinilai kurang percaya diri.
Anies pernah menjajal masuk ke lingkungan basis massa umat Islam di acara haul Habib Ali bin Muhammad Al-Habsyi di Solo.
Dia satu-satunya tokoh politik yang mampu menembusnya. Namun tokoh sentral di kalangan itu, seperti Habib Luthfi bin Yahya justru merapat ke TKN Prabowo-Gibran.
“Niatnya (Anies) gandeng jalur habib-babib Tapi trennya jadi enggak terlalu kuat. Sedangkan Cak Imin dengan PKB mungkin kuat di Jatim. Padahal pilpres ini battle ground di Jateng,” jelasnya.***
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel