Cepat, Lugas dan Berimbang

Rhenald Kasali: Indonesia Dilanda Wartawan Bodrek dan Partai Bodrek. NasDem?

Wartawan Bodrek
Rhenald Kasali (Tangkapan Layar)

Ruteng, infopertama.comRhenald Kasali mengungkapkan fenomena wartawan bodrek di Indonesia ternyata hidup atau mulai ada sejak tahun 70 hingga tahun 90 an. Bahkan, ia meyakini keberadaan wartawan Bodrek hingga kini pun masih ada dan semakin bertambah banyak jumlahnya.

Menurutnya, pada periode awal wartawan bodrek ini memiliki cara kerja klasik. Perusahaan Pers yang hanya bermodal beri kartu pers ke wartawan ini menjadikan wartawannya sebagai alat mencari uang.

“Dulu, banyak sekali orang yang bikin perusahaan pers tapi tidak punya uang. Terus kemudian wartawannya hanya dikasi kartu pers untuk wawancara orang.”

Demikian, lanjut Kasali, wartawan bodrek ini sengaja membuat tulisan yang salah agar narasumber atau orang yang diwawancarai ini marah.

“Ya setelah itu minta diperbaiki, ya kasih uang. Setelah itu kasih uang lagi, dibuat lagi tulisan, salah lagi. Ya begitu seterusnya. Akhirnya bodrek.”

Rhenald Kasali mengaku memiliki pengalaman berhadapan dengan para wartawan bodrek era 70 hingga 90 an.

“Di mana-mana, kalau saya seminar dulu selalu diikutin, wawancara. Saya pikir serius nanyanya bagus. Setelah mau pulang, dia (Watawan Bodrek -pen) bilang Bang, aku gak pinya ongkos nih mau buat pulang. Mereka minta uang.” Cerita Rhenald Kasali dalam akun YouTubenya dikutip Sabtu, 27 Mei 2023.

Ia melanjutnya, seusai seminar dan ngurusin administrasi sebagai narasumber uangnya habis ongkos pulang wartawan bodrek.

“Dan, begitu saya tanda tangan dapat honorarium uang itu habis dibagi-bagi buat mereka. Seperti itulah wartawan bodrek.” Tutupnya.

Partai Bodrek

Kekinian, fenomena kasus korupsi dari kader Partai Politik masih saja bermunculan. Teranyar, Mega Korupsi dari Sekjen Partai NasDem, Johnny G. Plate.

Plate oleh Kejagung ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus Korupsi Pengadaan Menara BTS 4G yang merugikan negara Rp8.32 Triliun.

Rhenald menduga perilaku Korup dari para politisi karena adanya fenomena partai bodrek.

Caleg Johnny Plate
Foto: Antara/ Reno Esnir

Jangan sampailah muncul partai bodrek saat ini. Partai Bodrek juga lama-lama makin pintar.

“Di depan kelihatannya baik, mukanya baik, yang diucapkan baik. Wah dibungkuslah. Kalau perlu dengan ayat-ayat suci dan sebagainya. Ini kan mengerikan.”

Dan, kemudian setelah itu apa?

“Di belakang mereka (parpol) panggil orang. Sudah ada dananya belum, bisa gak disisihkan sekian. Dan, akhirnya setelahnya dibawahnya badan usahanya diperas. Alhirnya, orang-orang yang memiliki perusahaan ditangkap satu persatu dan kemudian rakyat menuntut. Akhirnya pun, Pak menteri juga kena.” Tutur Rhenald Kasali.

Karenanya, ungkap Kasali kita memerlukan menteri-menteri yang berkarakter. Jadi, kalau yang didapat adalah orang-orang yang didapt tidak berdasarkan Maried system, tidak pakai Psikotest, tidak ada pelatihan, semua bisa masuk, lalu tiba-tiba duduk di jabatan yang sudah tinggi, bertemu dengan orang-orang kaya.

Automatis, partai berpikir kan saya mempunya banyak sponsor orang-orang kaya. Tapi semuanya kan minta sesuatu.

Apalagi negara kita ini kan bukan berdasarkan inovasi. Ini adalah negara berdasarkan Sumber Daya Alam. Dan, SDA di belakangnya adalah konsesi, konsesi di baliknya adalah perizinan.

“Mudah sekali anda kemudian memegang kementrian-kementrian yang perizinannya memang mahal. Dan, kalau misalnya seorang pengusaha udah benar, kerja bagus segala macam, ya bikin saja tidak diperpanjang. Nanti, selesaikan urusannya di atas sana (Lobi politik). Entalah bagaimana, apakah bagi saham atau barangkali ada pembayaran terntentu.”

Modus-modus seperti ini, kata Kasali membuat alam kita (Indonesia) semakin rusak dan masyarakat juga makin rusak.

“Uang banyak kemudian dipakai untuk melakukan serangan subuh untuk memberikan macam-macam kepada masyarakat.”

Akibatnya, banyak ketimpangan di sana sini di indonesia, terutama soal infrastruktur. Masyarakat Lampumg yang protes karena jalannya rusak parah, di Manggarai jalan provinsi ditanami pisang karena tak kunjung diperbaiki.

Lanjut kasali, hal ini sebenarnya kesalahan masyarakat sendiri yang membiarkan menerima uang agar memilih pemimpin yang basisnya seperti itu.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

Â