infopertama.com – Orgasme merupakan salah satu pengalaman seksual yang menciptakan euforia. Bagaimana tidak? Ketika orgasme, hormon cinta atau oksitosin akan dilepaskan dari dalam tubuh, baik pada laki-laki ataupun perempuan, sehingga dapat menciptakan perasaan bahagia serta rileks.
Namun, ada klaim yang menyebut bahwa orgasme perempuan lebih baik, apabila bandingkan dengan laki-laki. Apa memang demikian? Untuk mengetahui jawabannya dan memberikan kamu lebih banyak fakta menarik tentang orgasme keduanya, coba kamu simak 10 perbedaan orgasme antara laki-laki dan perempuan melansir Romper berikut ini.
1. Jumlah putaran
Respons seksual kita adalah proses kompleks yang terjadi dalam empat tahap. Dimulai dengan tahap kegembiraan awal, plateau, orgasme, dan terakhir resolusi. Selama tahap resolusi (pasca-orgasme), terdapat periode refrakter, di mana orgassme nggak akan terjadi di periode ini.
Menurut seksolog Chanel Jaali Marshall, sebagian besar penelitian tentang periode refrakter berpusat pada laki-laki, sehingga memengaruhi gagasan bahwa perempuan bisa secara terus-menerus merasakan orgasme.
“Dalam kasus ini, klitoris bisa menjadi terlalu sensitif untuk melanjutkan aktivitas seksual”, lanjut Chanel kepada Romper.
“Ada juga periode refraktori psikologis, di mana seorang perempuan mungkin kehilangan minat pada seks setelah orgasme, meskipun alat kelaminnya mungkin tetap terlumasi setelah aktivitas seksual, walaupun dia tidak lagi merasa terangsang,” tambah Chanel.
Periode refrakter dapat berlangsung dari beberapa menit hingga berjam-jam, atau bahkan berhari-hari.
“Bahkan penelitian yang luar biasa umumnya tidak mencakup pengalaman semua orang. Bahkan, ketika pengalaman mayoritas digambarkan dengan baik, masih akan ada pencilan yang pengalamannya tidak sama dengan mayoritas,” ujar Carol Queen, Ph.D., seorang sex educator dan staff sexologist di Good Vibrations. Jadi, perempuan bisa saja mengalami periode refrakter.
2. Durasi
Berdasarkan konsensus umum di antara penelitian saat ini adalah, bahwa tahap orgasme pada perempuan dapat berlangsung selama 20 detik (atau bahkan lebih lama untuk beberapa orang), sementara ejakulasi penis berlangsung dari 3 hingga 10 detik.
“Orgasme dapat bervariasi dalam durasi dan intensitasnya, serta bisa spesifik untuk orang dan situasi (yaitu berpasangan atau solo). Tidak ada orgasme tertentu yang ‘lebih baik’ dari yang lain, dan idealnya tidak boleh dibandingkan,” kata Chanel.
3. Tujuan Biologis
Dari sudut pandang evolusi dan anatomi, pasti akan lebih mudah untuk memahami mengapa penis orgasme; proses ini membantu sperma mencapai rahim dan pada akhirnya membuahi sel telur.
Seorang ahli biologi terkemuka, Elisabeth Anne Lloyd, dan penulis The Case of the Female Orgasm, berpendapat bahwa tidak ada cukup bukti kuat untuk membuktikan bahwa orgasme vagina atau klitoris memiliki tujuan biologis.
Seperti dikutip oleh American Psychological Association, Elisabeth mengklaim bahwa klimaks yang dirasakan perempuan mungkin hanya mirip dengan orgasme puting pada laki-laki, “Ini memiliki fungsi yang jelas dalam satu jenis kelamin, tetapi tidak pada yang lain.”
Chanel pun kemudian menambahkan, “Beberapa peneliti berpikir bahwa (orgasme) terjadi untuk mendorong perempuan melakukan seks lebih sering (orgasme menghilangkan stres dan meningkatkan ikatan/kedekatan) serta meningkatkan keberhasilan reproduksi.”
4. Reaksi otak
Para peneliti dari Universitas Groningen di Belkamu mempelajari respons otak laki-laki versus perempuan selama foreplay dan hubungan seksual.
Hasil menunjukkan bahwa area otak yang berbeda pada keduanya menunjukkan aktivitas selama stimulasi genital. Tetapi saat orgasme, keduanya menunjukkan aktivasi di area otak kecil, yaitu bagian bawah otak yang bertanggung jawab untuk kontrol motorik.
5. Ejakulasi
Sebuah laporan dalam Journal of Sexual Medicine meneliti berbagai penelitian tentang ejakulasi pada perempuan, dan menemukan bahwa hanya sekitar 10%-55% yang mengeluarkan cairan keputihan saat berhubungan seks.
Tetapi, seperti yang dicatat oleh Carol, hal ini cukup sulit untuk diterapkan pada keseluruhan populasi.
“Kami bahkan tidak tahu berapa banyak yang bisa jika distimulasi dengan tepat – bagaimana mungkin kami bisa melakukan penelitian itu?” tanyanya.
6. Pengalaman
Terlepas dari beberapa perbedaan fisik yang tampak jelas, orgasme akan terasa hampir sama, nggak peduli peralatan apa yang kamu gunakan. “Kita semua manusia memulai dengan anatomi genital yang sama di dalam rahim,” jelas Carol.
“Dan sementara itu, berkembang di bawah pengaruh hormon selama kehamilan, semua bagian kita homolog, sering berfungsi sama dan berkembang dari struktur dasar dan neurologi yang sama.” lanjutnya.
Apa contohnya? Seperti halnya penis dan klitoris yang memiliki fungsi sama dan sebenarnya berkembang dari hal yang sama, “Seperti halnya prostat dan ‘G-spot’ dan elemen genital lainnya.”
Carol pun kemudian menjelaskan bahwa orgasme (antara laki-laki dan perempuan) begitu mirip, “Kita sama sekali tidak ‘berlawanan’, dan buktinya ada dalam anatomi orang interseks.”
Selama orgasme, sphincter anal, kelenjar prostat, dan penis laki-laki berkontraksi, yang akan menghasilkan sensasi kenikmatan yang intens. Sedangkan untuk perempuan, kontraksi otot vagina, rahim, dan panggul menghasilkan hasil yang serupa. Otak setiap orang juga sama-sama melepaskan “hormon kebahagiaan”, yaitu oksitosin.
7. Erotisme bersama
Lalu, mengapa seks menghasilkan sensasi yang sama pada setiap orang? Profesor psikologi Salt Lake City, Alan Fogel, Ph.D., menjelaskan dalam Psychology Today bahwa kita secara neurologis terhubung untuk mengamati, berempati, dan bereaksi terhadap emosi manusia.
Seperti halnya ketika kamu dan temanmu menangis bersama saat menonton film yang sedih. Ketika kamu melihat pasanganmu menggeliat dalam kesenangan, akan mengisyaratkan tubuhmu untuk melakukan hal yang sama.
“Pengalaman bersama tentang momen-momen yang intens secara emosional meningkatkan indra tubuh kita dan pasangan kita,” jelas Alan.
Namun, menurut Carol, “Ini bukan satu-satunya alasan kita mungkin menghargai orgasme satu sama lain atau menganggapnya erotis… Tapi, itu adalah penanda erotis bagi banyak orang, (dan) ini cukup jelas ketika kamu mendengarkan orang berbicara tentang dampaknya.”
8. Kesenjangan orgasme untuk orang straight
Dalam hal frekuensi orgasme, laki-laki straight cenderung memiliki keuntungan. Pada sebuah laporan yang diterbitkan dalam jurnal Archives of Sexual Behavior, peneliti dari Universitas Chapman di California menganalisis sebagian besar orang dewasa yang aktif secara seksual, dan menemukan bahwa 95% laki-laki heteroseksual mengatakan mereka hampir selalu mencapai klimaks saat berhubungan seks, sementara hanya 65% dari perempuan heteroseksual yang mengklaim demikian.
9. Kesenjangan orgasme untuk orang-orang LGBTQ+
Studi yang sama menunjukkan bahwa laki-laki cis gay dan perempuan cis lesbian hampir memiliki kemungkinan yang sama saat orgasme ketika berhubungan seks, yaitu 89% dan 86%.
Laki-laki cis biseksual juga melaporkan tingkat kepuasan yang tinggi, dengan 88% mencapai klimaks hampir setiap saat. Namun, hanya 66% perempuan cis biseksual yang mengatakan bahwa mereka sering mengalami orgasme (persentase yang serupa dengan rekan-rekan heteroseksual mereka).
10. Dari mana kesenjangan itu berasal?
Tim dari Universitas Chapman menemukan satu kemungkinan alasan mengapa terdapat kesenjangan orgasme. Orang dengan vagina dari semua orientasi seksual dilaporkan lebih mungkin untuk mencapai klimaks, jika pengalaman mereka termasuk dengan seks oral dan stimulasi manual.
Selama hubungan seksual, penis cukup terangsang sepanjang waktu (meskipun tidak semua pemilik penis orgasme dari hubungan seksual).
“Organ homolog adalah klitoris bukan vagina, dan rangsangan klitoris selama hubungan seksual bisa terlalu menyebar untuk menciptakan orgasme,” kata Carol.
“Ditambah lagi, hubungan seksual sering berlangsung terlalu singkat untuk mencapai orgasme, dan banyak orang dengan vagina mendapatkan pendidikan seks yang buruk, sehingga mereka bahkan tidak tahu persis mengapa mereka tidak merasakan orgasme,” tambahnya.
Bahkan, sebuah laporan tahun 2014 dalam jurnal Clinical Anatomy menjelaskan, orgasme hanya bisa dicapai jika klitoris dirangsang di beberapa titik selama kontak seksual. Karena, organ eksternal ini memiliki ribuan ujung saraf yang sensitif dan mampu menghasilkan sensasi gairah dan klimaks yang intens.
“Klitoris bukan sekedar organ eksternal,” lanjut Carol. “Sebagian besar adalah internal – yang mungkin membantu menjelaskan orgasme vagina, tetapi juga tidak menjamin seseorang bisa merasakannya,” tambahnya.
Ia pun kemudian menjelaskan, bahwa secara umum perlu ada gairah yang besar untuk mencapai klimaks, yang nggak selalu mungkin terjadi dengan hubungan seks jangka pendek, dan tanpa adanya foreplay yang tepat.
Dengan mengingat hal itu, mereka yang kesulitan mencapai kenikmatan maksimal mungkin perlu meningkatkan foreplay, memberikan lebih banyak rangsangan pada klitoris selama hubungan seksual, atau mencoba posisi seks baru untuk mencapai orgasme dengan lebih mudah.
Kesimpulannya, walaupun terdapat perbedaan anatomi tubuh antara laki-laki dan perempuan, namun keduanya tetap merasakan kenikmatan yang sama ketika mencapai orgasme.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel