Jakarta, infopertama.com – Pengamat hukum pidana Asep Iwan Iriawan mengkritisi kondisi penegakan hukum di Indonesia, terutama dalam kaitannya dengan perekonomian dan ketimpangan sosial.
Asep mengatakan, kepercayaan terhadap hukum menjadi faktor kunci dalam stabilitas masyarakat. Namun, saat ini kepercayaan tersebut semakin memudar.
“Penegakan hukum tergantung kepercayaan, kita bagi dua untuk bawah dan atas,” ujar Asep saat hadir di salah satu tv swasta, menukil Fajar.co.id pada Selasa (1/4/2025).
Ia menyoroti bahwa kondisi ekonomi yang memburuk berdampak langsung pada daya beli masyarakat.
Hal ini dapat terlihat dari menurunnya jumlah pemudik pada Lebaran tahun ini dibandingkan tahun sebelumnya.
“Ketika ekonomi tidak baik-baik saja, artinya daya beli masyarakat kurang. Ditunjukkan sekarang ketika mudik, harusnya 240 juta (seperti tahun lalu), sekarang 100 juta tidak pulang,” jelasnya.
Asep juga mengaitkan kondisi ekonomi dengan potensi peningkatan kriminalitas.
“Ketika daya balik kurang, artinya orang butuh perut. Ketika butuh, jadi kriminalisasi untuk kepentingan perutnya,” tambahnya.
Dalam kritiknya terhadap sistem hukum, ia menyinggung bagaimana banyak kasus besar tidak terselesaikan hingga ke akar permasalahannya.
Ia mencontohkan kasus-kasus seperti pengelolaan sumber daya alam dan persoalan di Mahkamah Agung yang hanya menghasilkan perubahan pemain tanpa penyelesaian nyata.
“Pagar laut, hanya di lurah. Sampai di belakangnya tidak selesai. Timah juga hanya selesai sampai di situ. Hanya ganti pemain, kemudian di Mahkamah Agung, kasus-kasus tidak selesai,” ujarnya.
Tidak berhenti di situ, Asep juga menyinggung pengelolaan Danantara yang menurutnya sarat dengan potensi penyalahgunaan.
“Ketika rakyat kecil butuh kepastian, kepercayaan, tapi tidak ditunjukkan, malah yang di atas (mengelola) Danantara yang sering saya sebut ‘Dana Sementara untuk Saudara-saudara’,” tegasnya.
Ia memperingatkan bahwa jika kondisi ini terus berlanjut, maka ketidakpuasan rakyat bisa berujung pada ketidakstabilan.
“Kepercayaan dari luar sudah menurun, tidak ikut-ikutan lagi, kepercayaan masyarakat sudah tidak ada. Penegakan hukum juga, hanya menghasilkan kutu kupret, sedangkan kutu loncat tidak dicari,” kritiknya.
Di momen Lebaran, Asep mengingatkan pentingnya refleksi dan membangun optimisme. Namun, ia juga menegaskan bahwa memaafkan tanpa adanya perubahan bukanlah solusi.
“Kembali ke fitrah, orang Indonesia itu saling memaafkan, kita maafkan penegak hukum, koruptornya, tapi masih ngeyel? Itu gak mungkin,” sindirnya.
Ia pun menutup pernyataannya dengan pesan moral mengenai pentingnya ketulusan dalam membangun kepercayaan hukum dan sosial.
“Sekarang itu yah, kepercayaan itu jangan fulus, kalau percaya karena fulus, akan hangus. Harusnya semua itu karena tulus, kalau semua tulus, semua akan mulus,” kuncinya.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel