Cepat, Lugas dan Berimbang

Rendahnya Pengetahuan dan Sikap Ibu Hamil Jadi Pemicu Anemia di Kabupaten Manggarai

Ruteng, infopertama.com – Prodi Kebidanan, Fakultas Kesehatan Unika St. Paulus Ruteng gelar kuliah Pakar yang bertajuk “Anemia dan Kesehatan Reproduksi: Peran Pendidikan dan Pencegahan dalam Meningkatkan Pengetahuan dan Kualitas Hidup”.

Kuliah Pakar itu berlangsung dalam dua cara yakni Virtual dan yang tatap muka dalam nuansa akademik pada Jumat, 25 April 2025 di Aula De Lelis kampus UNIKA Ruteng.

Dionisia Oktaviani Laput, S.St., M.Kes tampil sebagai salah satu narasumber yang menyampaikan strategi komprehensif pencegahan dan penanggulangan anemia pada ibu hamil.

Gizi Seimbang, Kunci Kesehatan Ibu Hamil

Dalam paparannya, Dionisia menekankan pentingnya pedoman gizi seimbang sebagai fondasi utama pencegahan anemia.

“Ibu hamil perlu mengonsumsi makanan yang bervariasi, menjaga kebersihan diri, aktif secara fisik, dan rutin memantau berat badan untuk mendukung kesehatan dirinya dan janinnya,” ujar Dionisia.

Ia menjelaskan bahwa kebutuhan zat besi meningkat drastis selama kehamilan, sehingga diet sehari-hari harus diperkaya dengan makanan kaya zat besi serta vitamin pendukung seperti vitamin C.

Fortifikasi Makanan Jadi Solusi Praktis

Dionisia juga menjelaskan tentang fortifikasi makanan, yaitu penambahan zat gizi mikro ke dalam bahan pangan untuk meningkatkan kualitas gizi masyarakat.

“Banyak makanan sekarang sudah difortifikasi dengan zat besi dan asam folat. Masyarakat tinggal cek label kemasan untuk memastikan kandungannya,” jelasnya.

Beberapa contoh makanan yang telah difortifikasi di Indonesia antara lain: tepung terigu, beras, minyak goreng, mentega, dan makanan ringan. Ia juga menyarankan penggunaan Multiple Micronutrient Powder (MNP) sebagai tambahan nutrisi dalam makanan rumah tangga.

Suplemen Tablet Tambah Darah (TTD) dan Cara Konsumsi yang Benar

Dalam sesi berikutnya, Dionisia membahas pentingnya suplementasi zat besi, khususnya dalam bentuk Tablet Tambah Darah (TTD) yang menjadi program nasional untuk remaja putri dan ibu hamil.

“Tablet Tambah Darah yang mengandung minimal 60 mg zat besi dan 400 mcg asam folat wajib dikonsumsi rutin. Ini bukan hanya mencegah anemia, tetapi juga membangun cadangan zat besi dalam tubuh,” terang Dionisia.

Namun, ia juga mengingatkan agar TTD tidak dikonsumsi bersamaan dengan teh, kopi, susu, tablet kalsium dosis tinggi, atau obat maag karena dapat menghambat penyerapan zat besi.

Sebaliknya, buah-buahan tinggi vitamin C seperti jeruk, jambu biji, dan pepaya disarankan dikonsumsi untuk meningkatkan penyerapan zat besi.

Tanggap terhadap Penyakit Penyerta

Dionisia juga menyampaikan bahwa anemia bisa menjadi lebih kompleks jika disertai penyakit lain seperti Kurang Energi Kronis (KEK), kecacingan, malaria, tuberkulosis (TBC), dan HIV/AIDS.

“Ibu hamil dengan penyakit penyerta harus segera ditangani di fasilitas kesehatan. Obat cacing setiap 6 bulan, skrining malaria, dan terapi OAT untuk TBC wajib dilakukan,” katanya.

Ia menekankan bahwa puskesmas harus menjadi pusat skrining dan pengobatan bagi ibu hamil yang menunjukkan gejala penyakit penyerta.

Promosi Kesehatan: Edukasi dan Keterlibatan Keluarga

Dionisia memaparkan bahwa promosi kesehatan tidak boleh terlepas dari strategi penanganan anemia. Ia merujuk pada Permenkes No.74 tahun 2015, yang menekankan pemberdayaan masyarakat melalui edukasi.

“Promosi kesehatan harus menyasar ibu hamil, keluarga, bahkan kelompok di sekolah. Gunakan media seperti leaflet, alat peraga makanan, dan diskusi kelompok agar informasi lebih mudah dipahami,” jelasnya.

Materi promosi kesehatan menurutnya harus mencakup: pengertian anemia, gejala, penyebab, dampak, sumber makanan kaya zat besi dan asam folat, hingga efek samping suplemen.

“Kesehatan ibu hamil adalah tanggung jawab bersama. Mari kita bangun generasi bebas anemia dengan edukasi yang benar dan akses gizi yang cukup,” tutupnya.

Sikap yang Tidak Mendukung Pengobatan

Selain kurangnya pengetahuan, sikap ibu hamil terhadap anemia juga memengaruhi keberhasilan pencegahan penyakit ini. Banyak ibu hamil yang enggan mengonsumsi suplemen zat besi karena efek samping seperti mual atau karena menganggapnya tidak penting.

“Masih ada ibu hamil yang menolak minum tablet tambah darah karena takut efek samping, atau merasa tidak butuh karena merasa sehat,” ungkap Dionesia Octaviani Laput, SST., M.Kes, salah satu dosen pembimbing yang hadir dalam seminar hasil skripsi tersebut.

Pentingnya Edukasi dan Pendampingan

Paskalinda M. Y. Bandur, S.Tr.Keb., M.K.M, dalam pemaparannya juga menjelaskan hal yang senada tentang pemahaman akan Anemia.

“Tenaga kesehatan harus lebih aktif menjelaskan secara sederhana apa itu anemia dan kenapa penting mencegahnya sejak awal kehamilan,” tegasnya.

Anemia Masih Jadi Masalah Kesehatan Masyarakat

Anemia pada ibu hamil masih merupakan masalah kesehatan masyarakat, terutama di daerah pedesaan.

Berdasarkan standar WHO, angka anemia pada ibu hamil tidak boleh lebih dari 20%, namun di beberapa wilayah angkanya jauh melebihi standar tersebut.

dr. Yohana Joni, Sp.OG, dokter spesialis kandungan, hadir sebagai Pemateri kunci dalam kuliah pakar ini.

Ia menjelaskan bahwa Anemia bisa menjadi dapat menjadi salah satu faktor resiko kematian ibu saat persalinan.

“Anemia tidak hanya menyebabkan kelahiran prematur dan berat bayi lahir rendah, tapi juga meningkatkan risiko kematian ibu saat persalinan,” jelasnya.

Rekomendasi: Perlu Kolaborasi Semua Pihak

Paskalinda M. Y. Bandur, S.Tr.Keb., M.K.M dalam pemaparannnya menympaikan bahwa untuk Menyikapi masalah Animea pentingnya kolaborasi antara pemerintah, tenaga kesehatan, dan keluarga dalam menanggulangi anemia pada ibu hamil.

Edukasi rutin, kampanye kesadaran gizi, serta peningkatan kualitas pelayanan di Puskesmas menjadi beberapa rekomendasi dari penelitiannya.

“Pengetahuan bisa ditingkatkan melalui penyuluhan, dan sikap bisa dibentuk lewat pendekatan yang humanis dan berkesinambungan,” tutup Paskalinda.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel