Ruteng, infopertama.com – PMKRI St. Agustinus Ruteng kembali melakukan aksi demonstrasi jilid II terkait polemik Terminal Kembur di depan kejaksaan Negeri Manggarai. Dalam orasinya, orator aksi dari PMKRI St. Agustinus Ruteng Laurensius Lasa mendesak Kejagung RI agar segera copot Bayu Sugiri dari jabatannya sebagai Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manggarai, Senin, 05 Juni 2023.
PMKRI St. Agustinus Ruteng menilai bahwa Bayu Sugiri laya tuk copot dari jabatannya sebagai kajari Manggarai tidak becus dalam menyelesaikan kasus terminal kembur. Hal itu ditandai dengan mentersangkakan Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa.
Kronologi Kasus Terminal Kembur
Pada tahun 2012 dan 2013 Pemerintah Manggarai Timur melalui Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) mengadakan pembangunan untuk Terminal Kembur di kel. Satar Peot, kecamatan Borong kabupaten Manggarai Timur dengan luas lahan kurang lebih 7000 meter persegi dengan harga sebesar Rp420 juta. Dan, setelah dipotong pajak menjadi Rp402.245.455.
Untuk pembangunan Terminal Kembur Dishubkominfo melakukan transaksi jual beli dengan Bapak Gregorius Jeramu yang merupakan pemilik tanah. Yang mana Bapak Gregorius Jeramu telah menguasai tanah itu secara fisik selama kurang lebih 30 tahun, sejak tahun 1981. Dan, pada tahun 1982 Gregorius Jeramu mengelola dan memanfaatkan tanah tersebut hingga pada tahun 2012. Tanah tersebut hanya memiliki SPT PBB. Selanjutnya, pada tahun 2012 Dinas Perhubungan membeli tanah milik Bapak Gregorius Jeramu dengan harga Rp402.245.455 dengan 2 (dua) kali pembayaran.
Namun, dalam perjalanannya pembangunan fisik terminal kembur tidak kunjung selesai. Sebab terminal ini pembangunannya tidak sampai finishing sehingga menyebabkan bangunan ini mangkrak. Atas dasar itu, Kejaksaan Negeri Manggarai melakukan proses penyelidikan terhadap pembangunan terminal kembur. Tetapi, dalam prosesnya Kejari Manggarai pimpinan Kajari Bayu Sugiri tidak melakukan penyelidikan fisik melainkan mengalihkan penyelidikan ke proses pengadaan lahan, jadi layak tuk copot jabatannya. Sehingga, pada 28 Oktober 2022 kejari Manggarai menetapkan dua (2) orang tersangka atas nama Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa. Setelah itu, pada 29 Maret 2023, Hakim di pengadilan tidak pidana korupsi (Tipikor) pada PN Kupang memvonis kedua orang tersangka. Yaitu Gregorius Jeramu (2 tahun penjara dan membayar denda sebesar harga tanah yang telah ia terima). Dan, Benediktus Aristo Moa (1,6 tahun penjara serta denda 100 juta).

Penetapan tersangka oleh Kejaksaan Negeri Manggarai sampai pada vonis yang diberikan oleh Hakim Pengadilan Negeri Kupang kepada Sdr. Gregorius Jeramu (Permilik Lahan terminal kembur) dan Benediktus Aristo Moa (pegawai biasa Dishub kab. Manggarai Timur). Keputusan ini menjadi preseden buruk dalam praktik penegakan hukum di Indonesia secara umum dan Manggarai khususnya. Selain itu penetapan tersangka ini melahirkan pesimisme masyarakat terhadap penegakan hukum di bumi Nuca Lale ini.
Keputusan yang dikeluarkan oleh aparat penegak hukum tentu tidak diterima begitu saja oleh masyarakat adat Manggarai. PMKRI sebagai organisasi yang mewakili suara masyarakat Manggarai telah menyampaikan keberatan terhadap keputusan yang dikeluarkan oleh Kejari Manggarai melalui aksi demonstrasi jilid satu (1). Namun sampai saat ini kedua orang ini telah divonis hukuman oleh majelis hakim tipikor Kupang.
Sementara, kalau dipertimbangkan secara jujur dan rasional tanah tersebut diakui secara hukum adat orang Manggarai. Sementara, pembangunan fisik yang mangkrak merugikan keuangan negara.

Keberatan tersebut dilandasi oleh beberapa pertimbangan. Pertama, bahwa Terminal Kembur sama sekali tidak memberikan kontribusi ekonomi yang langsung terhadap masyarakat Manggarai Timur melalui PAD maupun pajak retribusi. Pilihan mengabaikan penyelidikan terhadap pembangunan fisik, tentu menimbulkan kecurigaan yang besar bagi masyarakat. Bahwa kami menduga Kejaksaan Negeri Manggarai telah bermain mata atau berselingkuh dengan beberapa pihak tertentu. Sehingga, kasus pembangunan fisik ditutup rapat oleh Kejaksaan Negeri Manggarai. Dalam hal ini kuat dugaan kami bahwa kejari Manggarai telah menjadikan kasus terminal kembur sebagai ajang dalam praktik-praktik pemerasan.
Kedua, terkait total los atau kerugian negara sesuai hasil perhitungan yang telah disampaikan oleh inspektorat NTT sebesar harga tanah. Kami menilai keputusan ini sangat tidak logis. Karena Gregorius Jeramu merupakan pemilik sah tanah tersebut dan telah diakui secara hukum adat Manggarai. Hal ini dikuatkan oleh UUD 1945 setelah amandemen ke-2 pada tahun 2000, yang termuat dalam pasal 18B yang menerangkan bahwa, “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”.
Namun kenyataannya, Kejaksaan Negeri Manggarai mentersangkakan Sdr. GJ dengan PP 24 tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah PBB tersebut bukan alas hak/bukti kepemilikan tanah. Sementara berdasarkan hierarkis peraturan perundang-undangan di Indonesia hukum tertinggi adalah UUD 1945. Oleh karena itu kami menilai bahwa keputusan yang dikeluarkan oleh Kejari Manggarai sangat melawan perintah UUD 1945.
Bahwa menurut kami, dikatakan sebagai total los atau kerugian negara apabila Gregorius Jeramu menjual tanah yang bukan miliknya, sementara faktanya dia menjual tanah miliknya sendiri yang diakui secara hukum adat Manggarai. Artinya bahwa dalam proses penegakan hukum yang sedang berjalan telah mengabaikan hukum adat atau mengabaikan hak ulayat masyarakat adat Manggarai.

Ketiga, Proses penegakan hukum yang telah berjalan kami menilai ada upaya kriminalisasi hukum terhadap pemilik lahan. Hal ini dikuatkan bahwa tanah tersebut telah dikuasai oleh bapak Gregorius Jeramu sejak tahun 1980-an. Dan juga, dengan pengakuan dari tua golo (tua adat) kembur yang menyatakan bahwa tanah tersebut sudah dikuasai oleh Bapak Gregorius lebih dari 20 tahun.
Dalam pasal 37 UU Pokok Agraria yang berbunyi bahwa ketika kita menguasi tanah selama 20 tahun atau lebih secara terus menerus, jujur, dan tidak dipersengketakan, memiliki hak untuk memperoleh hak atas tanah tersebut. Artinya negara sudah mengatur sedemikian rupa tentang hukum adat yang kemudian dijadikan sebagai landasan tentang keberadaan tanah yang berada di Indonesia umumnya dan Manggarai pada khususnya. Apalagi Manggarai yang masih percaya penuh dengan hukum adat dalam berbagai aspek terlebih khusus tentang tanah.
Keempat, PMKRI Cabang Ruteng St. Agustinus menilai bahwa proses penegakan hukum oleh Kejari Manggarai dan hakim tindak pidana korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Kupang tidak objektif dan tebang pilih. Sebab Fansi Jahang dan Gaspar Nanggar waktu itu menjabat sebagai kepala dinas dan kepala bidang yang menjadi penanggung jawab anggaran tidak ditersangkakan.
Sikap PMKRI Ruteng
Untuk itu, Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) cabang Ruteng santu Agustinus bersikap.
- Bebaskan saudara Gregorius Jeramu dan Benediktus Aristo Moa
- Menyatakan Mosi tidak percaya terhadap Kejaksaan Negeri Manggarai
- Mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) untuk Segera copot kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Manggarai
- Mendesak Kejaksaan Agung Republik Indonesia (RI) untuk mengevaluasi Kejaksaan Negeri Manggarai, dan mendesak Komisi Yudisial untuk memeriksa Hakim Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Kupang.
- Mendesak Kejaksaan Tinggi dan KPK untuk memeriksa Kasus Pengadaan Tanah dan Pembangunan fisik Terminal Kembur
- Mengutuk keras Kejaksaan Negeri Manggarai (Kejari) Manggarai yang tebang pilih dalam proses penegakan hukum di Tanah Congka Sae Manggarai.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel