Ruteng, infopertama.com – PT PLN menjawab beberapa isu penting terkait dampak buruk dari rencana pengembangan Geothermal atau PLTP Ulumbu, unit 5-6 Poco Leok.
Hal itu PLN disampaikan Manager Perijinan dan Komunikasi PT, PLN (Persero) UIP Nusra, Bondan Gustaman, di Aula Paroki Arnoldus Jansen Ponggeok saat sosialisasi tahap I (Pertama) Pemberitahuan Pembangunan PLTP Ulumbu yang diadakan okeh tim Persiapan Pengadaan Tanah yang diketuai Sekda Manggarai, Jahang Fansialdus.
Adapun beberapa isu penting yang mengemuka terkait dampak buruk dalam pengembangan PLTP Ulumbu dalam giat tersebut ketika beberapa masyarakat bertanya terkait seng berkarat, gas beracun, tanaman yang tidak produktif hingga keberadaan PLTP Ulumbu dapat menyebabkan tanah yang rawan longsor.
Demikian Bondan Gustaman, bahwa Geothermal Ulumbu tidak menyebabkan seng berkarat, karena berdasarkan pengukuran pH Air Hujan dari hasil kajian LAPI/ITB–UNIKA St. Paulus, Ruteng pada 2022, nilai pH air hujan tidak bersifat asam karena pH terukur ±7, jauh sekali dari indikasi hujan asam.
Namun demikian, menurut data yang diperoleh media ini atas persoalan seng berkarat, PT PLN lewat Program CSR PLN sudah dan akan membantu menanggulangi permasalahan seng berkarat. Tindak lanjut akan dikoordinasikan dengan pihak Pemerintah Desa.
Hal lain yang ditanyakan adalah dampak perluasan Geothermal Ulumbu menyebabkan munculnya gas beracun. Menurut Bondan, itu adalah informasi keliru, tidak benar.
“Tidak, karena berdasarkan pengukuran emisi udara konsentrasi emisi H2S dan NH3 dari LAPI/ITB-UNIKA St. Paulus, Ruteng, PLTP Ulumbu memenuhi Baku Mutu. Bahkan lebih kecil dari emisi natural/alami dari kawah Ulumbu.” Ujar Bondan di hadapan warga dua desa yang hadir, yakni desa Wewo dan Ponggeok.
Ketahui, Baku mutu berdasarkan Permen LHK No. 15 Tahun 2019 Lampiran V tentang Baku Mutu Emisi PLTP adalah 30 mg/Nm³ untuk H₂S dan 0,4 mg/Nm³ untuk NH₃.
Ia juga menambahkan bahwa tidak ada kaitan dampak PLTP Ulumbu terhadap penurunan kesuburan tanah dan produktivitas tanaman.
Hal itu berdasarkan Hasil Studi LAPI/ITB dan UNIKA St. Paulus, Ruteng didapati beberapa temuan, bahwa pH pada sampel tanah perkebunan masyarakat berada pada pH optimum (baik untuk pertumbuhan tanaman), namun pada tanah sawah di Kawah Ulumbu pH bersifat sangat asam. Lalu, kadar sulfur tertinggi terdapat pada tanah sawah dan tanah kebun yang berdekatan dengan kawah.
Bondan melanjutkan, pada hasil studi LAPI/ITB dan Unika Ruteng itu, diketahui dari 30 responden, 15 orang mengatakan tidak pernah memupuk tanaman yang dibudidaya.
“Rerata umur tanaman perkebunan petani di atas 15 tahun, termasuk normal dibandingkan dengan umur produktif tanaman cengkeh sampai 15 tahun (Saputro dan Helbawanti, 2020).”
Berikutnya, bahwa produktivitas pohon kemiri untuk menghasilkan biji sampai umur 20 tahun (Rosman dan Djauhariya, 2006), umur produktif tanaman kopi sampai 20 tahun.
Padahal, pada sekitar Bulan Desember – Januari Petani Cengkeh di Desa Wewo (PLTP Existing) yang sangat berdekatan dengan PLTP melaksanakan panen raya dengan jumlah yang melimpah.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel