Cepat, Lugas dan Berimbang

Perkara Kuota Caleg Perempuan, DKPP Jatuhkan Sanksi untuk Para Anggota KPU

Sanksi paling berat dijatuhkan kepada Ketua KPU Hasyim Asy’ari. Sebagai Ketua KPU, DKPP menilai seharusnya ia tegas, tak ambigu, dan meyakinkan dalam penyusunan regulasi yang mengatur penghitungan kuota caleg perempuan.

Jakarta, infopertama.com – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memutuskan semua komisioner Komisi Pemilihan Umum atau KPU melanggar kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu dalam penyusunan regulasi yang mengatur cara menghitung kuota bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan minimal 30 persen. Dari ketujuh komisioner, Ketua KPU Hasyim Asy’ari dijatuhi sanksi paling berat.

”Menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada teradu Hasyim Asy’ari selaku ketua merangkap anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan. Menjatuhkan sanksi peringatan kepada teradu II-VII, yakni Idham Holik, August Mellaz, Yulianto Sudrajat, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, dan Mochammad Afifuddin selaku anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ujar Ketua Majelis Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Ratna Dewi Pettalolo didampingi anggota Majelis DKPP, I Dewa Kade Wiarsa dan M Tio Aliansyah, saat sidang pembacaan putusan di ruang sidang DKPP, Jakarta, Rabu (25/10/2023).

Dalam pembacaan putusan, turut hadir perwakilan pengadu, yakni Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay di ruang sidang DKPP. Adapun para teradu hadir secara daring.

Menurut Majelis DKPP, dalam sidang pemeriksaan terungkap ada perubahan norma ketika rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR terkait Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU Nomor 10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.

Hasilnya, dalam penghitungan keterwakilan 30 persen kuota bakal calon anggota legislatif (caleg) perempuan di setiap daerah pemilihan, diatur pembulatan ke bawah. Padahal, aturan yang berlaku sebelumnya, diatur pembulatan ke atas.

Selain itu, Pasal 8 Ayat (2) Peraturan KPU No 10/2023 sudah dibatalkan oleh Putusan Mahkamah Agung No 24 P/HUM/2023. Sebab, dengan metode pembulatan ke bawah, ada sejumlah daerah pemilihan yang jumlah bakal caleg perempuannya menjadi kurang dari 30 persen.

Oleh karena itu, menurut anggota Majelis DKPP, M Tio Aliansyah, tindakan para anggota KPU dinilai tidak cermat dan tidak profesional dalam mengakomodasi masukan DPR sehingga melahirkan ketidakpastian hukum bagi peserta pemilu. Meski KPU berhak berkonsultasi ke DPR dan pemerintah, para anggota KPU harus memahami, hasil konsultasi itu tidak bersifat mengikat.

”DKPP berpendapat tindakan para teradu tidak dibenarkan menurut hukum dan etika,” ujar M Tio Aliansyah.

Terkait Hasyim yang dijatuhi sanksi lebih berat dibandingkan anggota KPU lainnya, DKPP beralasan karena posisinya sebagai ketua KPU sehingga seharusnya ia dapat bersikap tegas, tidak ambigu, dan meyakinkan dalam menyikapi setiap masukan para pihak, khususnya DPR.

Namun, Hasyim terbukti tidak mampu sehingga ia dinilai terbukti melanggar Pasal 15 huruf h Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.

Meski demikian, DKPP tidak menemukan dugaan kebohongan publik yang dilakukan oleh Hasyim Asy’ari. Dalam dalil para pengadu, Hasyim mengungkapkan akan mengubah atau memperbaiki Pasal 8 Ayat (2) PKPU No 10/2023 saat jumpa pers pada 10 Mei 2023, tetapi hingga kini belum dilakukan perbaikan.

Terkait hal ini, DKPP berpendapat teradu sudah berupaya melakukan perubahan terhadap Pasal 8 Ayat (2) PKPU No 10/2023 dengan berkonsultasi kepada DPR, tetapi KPU tetap mengikuti hasil rapat bersama DPR yang memutuskan penghitungan pembulatan ke bawah.

Ditemui seusai persidangan, Direktur Eksekutif Network for Democracy and Electoral Integrity Hadar Nafis Gumay mengatakan akan mempelajari salinan putusan DKPP tersebut untuk mengambil langkah selanjutnya.

Ia menyayangkan dugaan kebohongan publik yang tak terbukti menurut DKPP. Padahal, anggota KPU memahami bahwa hasil konsultasi dengan DPR bersifat tidak mengikat.

”Setelah konsultasi dengan Komisi II DPR, tidak ada kelanjutannya. Ini sudah jadi bukti bahwa penyelenggara pemilu kita berbohong,” ujar Hadar.

Pembatasan pengawasan

Selain memutuskan perkara etik terkait keterwakilan perempuan, DKPP juga membacakan putusan untuk perkara nomor 106-PKE-DKPP/VIII/2023 yang diadukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Dalam perkara ini, para anggota KPU diadukan karena dinilai membatasi pengawasan Bawaslu, terutama pembatasan untuk mengakses data dan dokumen pada Sistem Informasi Pencalonan (Silon).

Namun, Majelis DKPP menyimpulkan bahwa para komisioner KPU tidak terbukti melanggar kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilihan umum.

”Memutuskan bahwa, satu, DKPP menolak pengaduan para pengadu untuk seluruhnya. DKPP memutuskan untuk merehabilitasi nama baik Ketua KPU Hasyim Asy’ari beserta para anggota KPU lainnya sejak putusan tersebut dibacakan,” ujar Ratna Dewi Pettalolo.

Sumber: Kompas

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel