Ruteng, infopertama.com – Dalam memeringati Hari Perempuan Internasional 08 Maret 2023, WALHI NTT menyelenggarakan rangkaian diskusi dan aksi kampanye. Pada kegiatan ini, WALHI NTT mengangkat berbagai tema.
Pertama, Perempuan NTT dalam Pusaran Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Alam yang Eksploitatif. Dalam diskusi ini, WALHI NTT menghadirkan Veronika Ata selaku Ketua KPA NTT sekaligus Direktur YKBH Justicia.
Kedua, Ketahanan Pangan Versus Krisis Pangan yang menghadirkan Dina Soro dari Yayasan PIKUL NTT.
Berikutnya, Pdt. Emmy Sahertian dari Komunitas Hanaf mengangkat Perempuan dan Keadilqn Ekologis di NTT. Keempat, Perempuan dan Krisis Iklim di NTT yang menghadirkan Fransiska Sugi selaku Pemerhati Lingkungan di NTT.
Terakhir, Perempuan Adat dan Pengelolaan Sumber Daya Alam oleh Deby Rambu Kasuatu selaku Ketua AMAN Wilayah Sumba.
Regina Muki, Koordinator Divisi Gender dan Lingkungan Hidup WALHI NTT menyampaikan bahwa kegiatan ini guna memastikan peran WALHI NTT untuk konsisten menyebarluaskan pengetahuan ekologis dan peran penting perempuan di dalamnya. “Apalagi saat ini, dunia tengah dilanda berbagai krisis ekologis yang telah dan akan terus membuat penderitaan bagi banyak orang. Termasuk perempuan di dalamnya,” ungkapnya.
Selain itu menurut Regina, WALHI NTT pada tahun 2023 ini mengusung tema, “Perempuan; Merawat Keadilan Antar Generasi, Mencegah Bencana Ekologis.”
Oleh karena itu, 2023 merupakan tahun yang akan didominasi dengan isu perempuan dalam potret penguasaan dan pengelolaan sumber daya alam di NTT. Regina berharap makin banyak perempuan yang terlibat aktif dalam advokasi sumber daya alam di NTT.
Pendeta Emmy Sahertian mengapresiasi rangkaian diskusi ini sebagai bentuk memeringatkan bahwa dalam perempuan adalah Rahim peradaban ekologis yang kerap dipinggirkan. Baginya, perempuan tidak hanya terpinggirkan. “Saat kita memperingati Hari Perempuan Internasional, pada saat bersamaan saat ini ada banyak perempuan yang menjadi korban akibat kebijakan pembangunan di sektor sumber daya alam,” tegasnya.
Selain melakukan kegiatan diskusi tematik, WALHI NTT bersama jaringan masyarakat sipil- Komunitas warga, Mahasiswa, NGO- di Kupang melakukan aksi kampanye di depan kantor Gubernur NTT pada 12 Maret 2023. Aksi kampanye ini untuk memberitahukan kepada publik luas terkait ancaman bencana ekologis di NTT dan timpangnya tata kuasa sumber daya alam di NTT yang merugikan perempuan.
Horiana Yolanda Haki selaku Koordinator Aksi menjelaskan bahwa NTT tengah menghadapi berbagai problem ekologis. Bencana ekologis kian meningkat jumlahnya dari tahun ke tahun.
Menurutnya, harus ada upaya signifikan dari pemerintah daerah untuk melakukan pemulihan ekologis di NTT termasuk di dalamnya pemulihan dan penguatan hak hak perempuan.
Direktur WALHI NTT, Umbu Wulang Tanaamah Paranggi menerangkan perempuan seringkali hanya jadikan sebagai pelengkap penderita dalam berbagai kebijakan pembangunan di NTT. “Padahal dalam narasi kultural di NTT, mayoritas menempatkan perempuan sebagai simbol kerlanjutan kehidupan. Faktanya, perempuan-perempuan yang selama ini berkelindan dengan sumber daya alam, kebanyakan tidak dilibatkan. Lihat bagaimana kasus Geothermal di Flores, Kasus perkebunan tebu di Sumba, kasus hutan Pubabu di Timor Tengah Selatan. Praktis tidak melibatkan perempuan dari awal untuk menentukan masa depan kampung dan sumber daya alamnya,” tutur Umbu Wulang.
Kedepannya, ancaman bencana ekologis semakin terang benderang. WALHI NTT lewat Peringatan Hari Perempuan Internasional ini menyampaikan delapan rekomendasi kepada pemerintah yakni,
1. Pemerintah wajib untuk melindungi hak hak perempuan di NTT termasuk hak tolak atas rencana investasi yang berpotensi menghancurkan sumber daya alam dan sumber sumber penghidupan perempuan secara ekonomi, sosial budaya, Kesehatan dan lain sebagainya.
2. Pemerintah berhenti menggunakan kekuatan untuk melakukan kekerasan fisik maupun non fisik, seperti intimidasi, pemukulan kepada para perempuan pejuang keadilan ekologis di Nusa Tenggara Timur.
3. Pemerintah menghormati hak hak perempuan adat untuk mengelola sumber daya alam yang mereka miliki.
4. Pemerintah NTT fokus untuk melakukan pemulihan dan penguatan daya dukung lingkungan di NTT yang berkeadilan.
5. Pemerintah menghentikan industri industri kotor di NTT yang merusak dan merampas alam dan ruang penghidupan rakyat.
6. Pemerintah harus segera meminta pertanggungjawaban perusahan atas krisis di NTT akibat sampah plastik dan limbah B3 di NTT.
7. Pemerintah untuk memulai kebijakan dan implementasi kebijakan yang tidak lagi memicu krisis iklim, konflik dan ketidakadilan di NTT.
8. Pemerintah harus aktif mendistribusikan pengetahuan kritis kepada perempuan terkait kebijakan pengelolaan sumber daya alam.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel