Pembangunan diusahakan secara serius karena memang pembangunan selalu diniscayakan sebagai penopang utama keadilan dan kesejahteraan sosial. Di lain sisi, pembangunan merupakan tolak ukur kemajuan ekonomi suatu peradaban masyarakat. Atau lebih tepatnya peradaban sebuah bangsa. Oleh karena itu, konsensus mulia akan keadilan sosial dan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia wajiblah untuk diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Konsekuensi Logis
Pembangunan untuk kemajuan dan kemakmuran tentu saja memiliki resiko-resiko, baik yang sifatnya positif maupun negatif. Dampak ini disebut konsekuensi logis. Misalkan dalam proyek energi nasional pemanfaatan energi hijau geotermal. Di dalam pelaksanaannya, pastilah memiliki konsekuensi logis. Pemilik lahan yang terdampak pembangunan akan kehilangan tanah meski dengan sistem kompensasi.
Sementara itu, masyarakat luas akan menikmati berbagai macam keuntungan dalam berbagai aspek kehidupan. Dengan adanya geotermal, ketersediaan listrik semakin memadai dan industri-industri kreatif semakin menggeliat.
Namun demikian, meskipun pembangunan lebih besar nilai keuntungannya bagi masyarakat umum tetap saja gejolak sosial selalu muncul di tengah masyarakat. Terutama pada masyarakat locus pembangunan. Gejolak ini lazim melahirkan pro-kontra terhadap pembangunan. Kalangan yang menyetujui dan mendukung pembangunan biasanya berlandaskan argumen sederhana yaitu demi kemajuan dan keadilan sosial.
Sementara itu, kelompok kontra pembangunan umumnya berpacu pada romansa. Romansa historis adalah yang paling kental didengungkan. Bahwasannya dengan kehadiran pembangunan akan menghancurkan adat dan budaya masyarakat setempat. Pro-kontra pembangunan adalah hal wajar bahkan sejatinya inheren dalam penyelenggaraan negara res publica.
Begitu pula tarik ulur pelaksanaan pembangunan menjadi momentum untuk menyatukan pemahaman sehingga konsekuensi logis sebuah pembangunan akan diterima.
Demonstrasi dan Kebuntuan Naratif
Konsekuensi logis pembangunan, semisal energi ramah lingkungan geotermal pada kenyataannya memicu aksi dan reaksi. Tidak heran demonstrasi-demonstrasi kerap dilakukan, baik oleh kalangan pro pembangunan maupun kelompok penolak. Terutama sekali kelompok penolak yang memang kerap kali diuntungkan dengan status minor dan dianggap rentan. Diuntungkan karena psikologi publik selalu tersentuh dengan kelompok-kelompok yang kerap dinilai sebagai korban.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel