Pedagang Kaki Lima Berawal dari Salah Arti, Begini Kisahnya

Paris Ruteng
Pedagang di Paris Ruteng kembali jualan di badan jalan usai disidak bupati Hery Nabit pagi tadi. Foto: infopertama.com

Ruteng, infopertama.com – Ketika orang indonesia melihat para pedagang yang menjajakan dagangannya di trotoar atau di pinggir jalan, pasti sudah langsung memahami, mereka adalah pedagang kaki lima atau PKL.

Keberadaan mereka (PKL -Pen) sering sekali menjadi masalah bagi pemerintah. Hanya saja, banyak orang menganggap pedagang kaki lima sebagai tempat untuk berburu kuliner dan benda-benda lain dengan harga miring.

Rupanya, sebutan “kaki lima” sudah ada sejak zaman penjajahan. Tepatnya kala Hindia Belanda diperintah oleh Inggris dalam waktu singkat, yaitu 1811 sampai 1816. Ketika itu, Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles terkenal sebagai pemimpin yang cukup revolusioner dan meninggalkan banyak warisan berharga bagi Indonesia sekarang.

Salah satunya adalah aturan yang meminta pemilik gedung di jalan utama Batavia menyediakan trotoar dengan lebar lima kaki dengan sebutan sebagai five foot way. Trotoar ini sebenarnya untuk pejalan kaki. Tapi, lambat laun banyak pedagang yang membuka lapak pada trotoar tersebut.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel