DIY, infopertama.com – Kasus kekerasan seksual yang diduga dilakukan seorang Guru Besar Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial EM kembali mencuat.
Sekretaris UGM, Andi Sandi, mengungkapkan, EM diduga melakukan kekerasan seksual terhadap mahasiswi dengan modus bimbingan skripsi.
Andi Sandi mengonfirmasi bahwa hasil pemeriksaan oleh Satgas PPKS menunjukkan bahwa sebagian besar insiden kekerasan seksual terjadi di luar lingkungan kampus.
“Lokasi kejadian itu berdasarkan hasil pemeriksaan sebagian memang dilakukan di luar kampus,” ungkap Andi Sandi ketika dihubungi pada Jumat (4/4/2025), menukil Kompas.com.
Modus Kekerasan Seksual EM
Modus yang digunakan oleh EM, lanjut Andi Sandi, melibatkan aktivitas bimbingan akademis dan diskusi.
“Kalau dilihat ada diskusi, ada juga bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti,” ujarnya.
Saat ini, Satgas PPKS masih memberikan pendampingan kepada para korban. Mereka berupaya agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
“Masih. Itu kan juga ada kami juga lihat per case. Nah itu detailing teman-teman dari satgas PPKS masih terus mendampingi,” jelas Andi Sandi.
Ia menambahkan bahwa pemulihan psikologis korban menjadi prioritas, dengan kasus akan dinyatakan selesai apabila korban dinilai sudah mengalami perbaikan.
Bagaimana Kasus Kekerasan Seksual Ini Terungkap?
Kasus ini pertama kali dilaporkan pada tahun 2024 dan segera ditindaklanjuti oleh Satgas PPKS.
Sebanyak 13 orang, terdiri dari saksi dan korban, turut terlibat dalam proses pemeriksaan kasus ini.
Berdasarkan laporan, kekerasan seksual ini diduga telah berlangsung antara 2023 hingga 2024.
Sebagai tindak lanjut, EM diberhentikan dari tugas mengajar dan dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Laboratorium Bio Kimia Pascasarjana serta Cancer Chemoprevention Research Center di Fakultas Farmasi.
Apa Sanksi untuk Guru Besar UGM yang Lakukan Kekerasan Seksual?
Andi Sandi menambahkan bahwa EM telah dibebastugaskan sejak pertengahan 2024 setelah laporan dari pihak fakultas diteruskan ke Satgas PPKS.
“Sudah sejak pelaporan dari fakultas itu sudah dibebastugaskan. Jadi pertengahan 2024 sudah dibebastugaskan sejak laporan dilakukan oleh pimpinan fakultas ke satgas,” ujarnya.
Berdasarkan rekomendasi Satgas PPKS, EM dinilai melanggar Pasal 3 ayat 2 Peraturan Rektor UGM No 1 Tahun 2023 mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
“Dan keputusan rektornya itu menyebutkan yang bersangkutan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat. Nah sanksi sedang sampai berat itu mulai dari skors hingga pemberhentian tetap,” tambah Andi Sandi.
Sebagai tambahan informasi, Andi Sandi menjelaskan bahwa EM berstatus PNS dan guru besar, sehingga kewenangan penjatuhan sanksi berada di tangan tiga kementerian terkait.
Namun, keputusan tersebut didelegasikan kepada pimpinan perguruan tinggi negeri melalui keputusan Menteri Diktisaintek.
“Oleh karena itu, kami setelah waktu liburan Idul Fitri ini, kita akan menetapkan keputusan itu,” ungkapnya lebih lanjut.
Terkait status Guru Besar EM, Andi Sandi menegaskan bahwa UGM tidak memiliki wewenang untuk mengambil keputusan atas status tersebut.
“Harus dipahami status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, ya khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah kementerian,” jelasnya.
“Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM,” pungkasnya.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel