Cepat, Lugas dan Berimbang

Mengapa Bu*uh Diri? Manusia dalam Ruang Dilema Eksistensi menurut Erich Fromm

Peristiwa-peristiwa ini kemudian memberi semacam ruang utopis bagi nalar kritis manusia sendiri untuk menyoalkan eksistensinya. Apa yang sebenarnya dicari manusia dalam hidupnya? Barangkali benar apa yang dikatakan Erich Fromm (1963) dalam Aquarina Kharisma Sari (penerj.) dan A. Yusrianto Elga (ed.). Perang dalam Diri Manusia, tentang adanya tipe atau karakter sosial masyarakat yang “nekrofilus” dan “biofilus”.

Nekrofilus perihal tipe masyarakat yang mencintai kematian. Kepuasannya adalah menyaksikan kematian yaitu dengan jalan membunuh. Sedangkan biofilus, yaitu tipe masyarakat yang mencintai kehidupan, yang merupakan dikotomi dari tipe nekrofil. Orang-orang yang sepanjang sejarah terus menyuarakan kemerdekaan: perihal keadilan dan pembebasan dari penindasan adalah mereka yang berjuang untuk mempertahankan hidup. Mereka yang mencintai kehidupan. Atau kata Spinoza, “Manusia yang bijaksana tidak memikirkan tentang kematian melainkan kehidupan”.

Sedangkan orang-orang seperti Hilter, dan para pelaku teror sebagaimana dalam peristiwa bom bunuh diri di Gereja Katedral Makasar adalah tipe manusia yang haus akan kematian. Seolah-olah kebahagiaan mereka tercipta melalui kematian orang lain. Bahkan secara ngeri Erich melukiskan bahwa mimpi seorang nekrofilus adalah nekrofagia, hasrat memakan mayat.

Catatan-catatan di atas selain sebagai pengantar adalah juga suatu gambaran bunuh diri manusia yang lebih luas. Manusia membunuh manusia. Atau dalam ungkapan yang sudah dikenal luas dari pemikir Thomas Hobbes, homo homini lupus (manusia adalah serigala bagi manusia yang lain). Pada bagian berikut akan masuk pada pokok soal bunuh diri manusi yang lebih spesifik, yaitu tindakan individu manusia membunuh dirinya sendiri. Dan substansi pertanyaan, mengapa bunuh diri? Dalam judul tulisan ini akan dijawab pada bagian ini dengan bertolak dari gagasaan “dilema eksistensi” oleh Erich Fromm.

Jika kita kembali berkaca pada sejarah, soal bunuh diri ini bukan hal yang baru. Meskipun sejarah tidak mencatat siapa manusia pertama yang mati bunuh diri, tetapi kasus ini sudah ada sejak ribuan tahun yang lalu. Bahkan dalam Kitab Suci orang Katolik saya menemukan beberapa kisah kematian bunuh diri. seperti, Zimri Raja Israel (1 Raja-Raja 16:18) yang membakar sendiri Istana dengan dirinya di dalam ketika dalam situasi tak berdaya karena kotanya tetah dikepung dan hendak direbut. Yudas (Mateus, 27:3-5) yang memutuskan untuk gantung diri, setelah mengalami depresi berat karena menyaksikan Yesus yang dijualnya dengan tiga puluh keping perak itu disiksa tak berdaya oleh para prajurit. Dan masih banyak kisah lainnya dalam Kitab Suci. Selain itu, dalam dunia para filsuf juga ada seorang tokoh besar pada abad ke-4 yang mati bunuh diri dengan menelan racun, yaitu Socrates.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel