Oleh: Aven Jaman★
infopertama.com – Pada Rabu, 5 September 2024, dunia menyaksikan sebuah momen bersejarah ketika Paus Fransiskus, pemimpin umat Katolik Sedunia, dan KH Nazarudin Umar, Imam Masjid Istiqlal Jakarta, menandatangani Deklarasi Istiqlal. Deklarasi ini merupakan simbol komitmen baru terhadap moderasi beragama, toleransi, dan penanggulangan dehumanisasi. Dalam konteks global yang semakin terpolarisasi, penandatanganan deklarasi ini memberikan harapan baru tentang bagaimana agama dapat berperan dalam menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan harmonis.
Moderasi Beragama dalam Konteks Kontemporer
Moderasi beragama mengacu pada pendekatan yang menekankan pentingnya keseimbangan dan sikap pertengahan dalam praktik beragama. Ini adalah konsep yang sangat relevan di era di mana ekstremisme agama dan fanatisme sering kali mendominasi narasi publik. Moderasi beragama berusaha untuk mengatasi polarisasi dan mendorong dialog antaragama yang konstruktif.Deklarasi Istiqlal menggarisbawahi pentingnya moderasi beragama sebagai sarana untuk memerangi ekstremisme dan kekerasan yang sering kali diklaim atas nama agama. Paus Fransiskus dan KH Nazarudin Umar, melalui deklarasi ini, menyampaikan pesan yang jelas bahwa agama tidak boleh digunakan sebagai alat untuk menyebarkan kebencian atau kekerasan. Sebaliknya, agama harus menjadi sumber inspirasi untuk perdamaian dan saling menghormati.
Dehumanisasi: Ancaman Terhadap Kemanusiaan
Salah satu isu utama yang ditekankan dalam Deklarasi Istiqlal adalah dehumanisasi, yang merupakan proses di mana kelompok atau individu dianggap sebagai kurang manusiawi atau tidak layak mendapatkan hak dan penghargaan yang sama. Dehumanisasi sering kali menjadi awal dari konflik dan kekerasan, karena ia menghilangkan empati dan rasa kemanusiaan terhadap sesama.Dalam konteks agama, dehumanisasi dapat terjadi ketika kelompok agama tertentu merasa superior atau menganggap kelompok lain sebagai musuh. Hal ini bisa memicu tindakan diskriminatif atau bahkan kekerasan. Deklarasi ini menyerukan agar semua pemeluk agama menghindari dehumanisasi dan berusaha untuk melihat kemanusiaan dalam setiap individu, terlepas dari latar belakang agama mereka.
Toleransi Beragama sebagai Pilar Keadilan Sosial
Toleransi beragama, sebagai pilar utama dalam Deklarasi Istiqlal, adalah konsep fundamental yang melibatkan penghormatan dan penerimaan terhadap perbedaan agama. Bahwa, Toleransi tidak hanya berarti menghindari konflik, tetapi juga berkomitmen untuk menciptakan ruang bagi perbedaan untuk hidup berdampingan secara harmonis.
Deklarasi Istiqlal menggarisbawahi bahwa toleransi beragama adalah bagian integral dari keadilan sosial. Dalam masyarakat multikultural, kemampuan untuk menghargai dan menghormati perbedaan agama bukan hanya mencerminkan kematangan sosial, tetapi juga merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang adil dan inklusif.
Paus Fransiskus dan KH Nazarudin Umar menegaskan bahwa toleransi harus menjadi nilai yang dipegang teguh oleh semua orang, tidak hanya sebagai respons terhadap ketegangan tetapi sebagai prinsip dasar dalam interaksi sehari-hari.
Peran Kepemimpinan dalam Memajukan Moderasi dan Toleransi
Kepemimpinan agama memainkan peran krusial dalam mempromosikan moderasi dan toleransi. Paus Fransiskus dan KH Nazarudin Umar, sebagai figur-figur sentral dalam tradisi agama mereka masing-masing, memiliki pengaruh besar dalam membentuk pandangan dan perilaku umat mereka. Dengan menandatangani Deklarasi Istiqlal, mereka menunjukkan bahwa pemimpin agama tidak hanya bertanggung jawab untuk membimbing umat mereka dalam ajaran spiritual, tetapi juga dalam mempromosikan nilai-nilai sosial yang positif.Penting bagi pemimpin agama untuk secara aktif terlibat dalam dialog antaragama dan mempromosikan pendidikan agama yang inklusif. Ini termasuk menekankan ajaran-ajaran yang mendukung perdamaian dan toleransi serta mengatasi ajaran yang dapat menyuburkan kebencian dan ekstremisme.
Tantangan ke Depan: Implementasi dan Penerimaan
Sementara Deklarasi Istiqlal memberikan harapan baru, tantangan tetap ada dalam hal implementasi dan penerimaan. Mengubah pola pikir dan praktik yang sudah tertanam dalam masyarakat bukanlah hal yang mudah. Ini memerlukan usaha kolektif dari semua pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan tentu saja, pemimpin agama.Perlu ada upaya sistematis untuk mengintegrasikan prinsip-prinsip moderasi dan toleransi dalam berbagai aspek kehidupan, mulai dari pendidikan hingga kebijakan publik. Dialog antaragama harus menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan bukan hanya acara seremonial. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa nilai-nilai yang ada dalam Deklarasi Istiqlal dapat diterima dan diterapkan secara luas di berbagai lapisan masyarakat.
Kesimpulan
Penandatanganan Deklarasi Istiqlal oleh Paus Fransiskus dan KH Nazarudin Umar adalah langkah positif menuju masa depan di mana moderasi beragama dan toleransi dapat menjadi norma yang diterima secara luas. Dengan menghadapi tantangan dehumanisasi dan mempromosikan prinsip-prinsip toleransi, deklarasi ini memberikan model bagi masyarakat global dalam menciptakan harmoni dan keadilan sosial. Namun, untuk mewujudkan visi ini, membutuhkan komitmen nyata dari semua elemen masyarakat. Deklarasi ini bukanlah akhir dari perjalanan, tetapi awal dari sebuah upaya berkelanjutan untuk membangun dunia yang lebih adil dan penuh pengertian. Seiring berjalannya waktu, semoga pesan dari Deklarasi Istiqlal ini dapat menjadi pedoman yang menginspirasi tindakan positif dan membentuk masa depan yang lebih baik untuk umat manusia.
Aven Jaman★: Staf Bimas Katolik Kemenag Kanwil Provinsi D.I. Yogyakarta.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â