Blora, infopertama.com – Jawa Tengah (Jateng) masih tetap menjadi lumbung suara PDI-Perjuangan alias menjadi Kandang Banteng. Namun, dominasi partai berlambang moncong putih itu melemah di DPRD Jateng.
Meski menguasai hampir semua daerah pemilihan (dapil) di Jateng, jumlah kursi anggota DPRD dari PDI-P turun cukup signifikan jika bandingkan dengan periode sebelumnya.
Berbasis hitungan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Jateng, dari total 19.823.032 suara untuk pileg DPRD, PDI-P meraup 5.270.261 suara atau sekitar 26,59%. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengekor di posisi ke-2 dengan raupan 3.036.464 suara (15,32%). Gerindra bercokol di di posisi ke-3 dengan raupan 2.592.886 (13,08%).
Dari total 13 dapil di Jateng, PDI-P hanya kalah di dapil XIII yang meliputi Kabupaten Pemalang, Kota Pekalongan, dan Kabupaten Batang. Di kawasan yang dekat dengan pesisir pantai utara itu, PKB menjadi pemenang dengan raupan 311.857 suara. PDI-P berada di posisi ke-2 dengan raupan 311.857.
Dominasi di 11 dapil Jateng itu tak berarti banyak. Berbasis metode Sainte Lague, PDI-P hanya meraup 32 kursi anggota DPRD. Angka itu turun signifikan jika bandingkan dengan raihan PDI-P pada periode 2019-2024. Ketika itu, PDI-P mampu mendudukkan 42 kadernya di kursi legislator. Artinya, terjadi penurunan hingga 10 kursi.
Di pentas Pileg 2024 untuk perebutan kursi DPR RI, PDI-P juga masih dominan di dapil-dapil Jateng. Hasil rekapitulasi KPU menunjukkan PDI-P meraup 5.859.448 suara dari 10 dapil. Jika dikonversi menggunakan metode Sainte Lague, dengan asumsi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) lolos ambang batas parlemen, PDI-P mengantongi 22 kursi DPR RI.
Seperti pada pentas Pileg DPRD Jateng, pesaing terdekat PDI-P ialah PKB yang mengantongi 2.672.895 suara dan Partai Golkar yang meraup 2.648.583 suara. Meski begitu, raihan kursi PDI-P menurun jika bandingkan dengan Pileg 2019. Ketika itu, ada 26 kader PDI-P yang sukses melenggang ke Senayan dari dapil-dapil di Jateng.
Pada pentas Pilpres 2024, PDI-P terbilang “babak belur” di kandangnya sendiri. Pasangan Ganjar Pranowo-Mahfud MD (Ganjar-Mahfud) usungan PDI-P dan PPP hanya mengantongi sekitar 7,8 juta suara. Pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka (Prabowo-Gibran) menang telak dengan raupan 12 juta suara. Dan, Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar jadi yang terbontot dengan raupan 2,8 juta suara.
Analis politik Citra Institute Yusak Farchan menilai melemahnya dominasi PDI-P di Jateng turut dipengaruhi konflik PDI-P dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Menurut Yusak, banyak konstituen PDI-P dan parpol-parpol lainnya di Jateng yang masih “seirama” dengan Jokowi. Itu terlihat dari kemenangan telak Prabowo-Gibran.
“Dukungan Jokowi yang habitat politiknya masih pada PDI-P itu mengarah kepada Prabowo-Gibran. Jadi, ketika orang ditanya kenapa memilih PDI-P tetapi tidak mau memilih Ganjar, ya, alasannya karena mengikuti kecenderungan politik Pak Jokowi,” kata Yusak melansir Alinea.id, Sabtu (23/3).
Di Pilpres 2024, Jokowi membelot dari PDI-P dengan meng-endorse pasangan Prabowo-Gibran. Meski begitu, PDI-P masih belum pecat Jokowi. Hingga kini, hubungan antara PDI-P dan Jokowi masih buruk. Di DPR, PDI-P jadi salah satu penggerak hak angket yang tujuannya mengungkap dugaan kecurangan pemilu.
Yusak menilai Pilgub Jateng yang rencananya gelar November mendatang akan jadi pertaruhan besar bagi PDI-P. Jika gagal menempatkan kadernya sebagai gubernur, julukan Jateng sebagai kandang banteng bisa luntur seiring waktu. Jateng selama dua periode dipimpin Ganjar. Bibit Waluyo, pendahulu Ganjar, juga kader PDI-P.
“Apalagi partai-partai yang berada di kubu Prabowo-Gibran tetap berkepentingan untuk memenangkan Pilkada Jawa Tengah. Tapi, ini bergantung pada strategi masing-masing kandidat ke depan. Yang jelas, jika PDI-P tidak hati-hati, ke depan, tidak menutup kemungkinan bisa disalip oleh partai-partai lain,” jelas Yusak.
Guru besar ilmu politik, Universitas Padjadjaran (Unpad) Muradi sepakat menurunnya dominasi PDI-P di Jateng turut dipengaruhi konflik antara PDI-P dan Jokowi. Hubungan yang tak harmonis antara Jokowi dan Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri membelah suara publik di Jateng.
“Kedua, memang ada upaya ancaman kriminalisasi pada beberapa caleg dan (kepala daerah) petahana yang mengarahkan dukungannya ke capres tertentu. Mereka kampanye partai. Tapi, capresnya jangan milih Ganjar- Mahfud,” ucap Muradi, Sabtu (23/3).
Menurut Muradi, patut menduga aparat keamanan dan birokrat juga turut bekerja menggembosi suara PDI-P dan Ganjar-Mahfud di Jateng. Ia mencontohkan kasus pemanggilan sejumlah kepala desa di Jateng jelang pencoblosan oleh kepolisian setempat.
Faktor lainnya ialah kondisi internal PDI-P yang tak solid. Muradi berpendapat Ketua DPD PDI-P Jateng Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul tak serius memenangkan pasangan Ganjar – Mahfud di kandang sendiri.
“Saya bisa mengatakan antara Bambang Pacul dengan Ganjar seolah-olah tidak ada apa-apa. Tapi, faktual ada apa-apa. Kenapa? Karena tim Bambang Pacul tidak secara full menyokong atau mendukung calon presiden Ganjar di Jawa Tengah,” ujar Muradi.
Meski raihan kursi DPRD-nya turun, menurut Muradi, PDI-P masih sulit digoyang di kandang banteng. Pasalnya, PDI-P masih mampu mengantongi hingga 27% suara meskipun “digembosi” secara sistematis jelang pencoblosan oleh manuver-manuver Jokowi.
“Jadi, dengan pengerahan (aparat) dan manuver lawan yang terjadi dan terjadi penurunan dari 30% menjadi 27%. Hasil 27% itu murni menunjukkan suara pendukung PDI-P. Masih kuat PDI-P di Jawa Tengah,” ucap Muradi.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel