Oleh: Hartoyo*
Konsep pembahasan ini merujuk pada konsep-konsep pemikiran tokoh dunia tentang keadilan, demokrasi dan kemanusiaan.
Belajar pemikiran Pierre Bourdieu, sosiolog Perancis, tentang “Kapital Budaya dan Pendidikan”.
Kesenjangan Sosial dan Dampaknya
Bourdieu menyampaikan bahwa lembaga pendidikan selama ini telah berkontribusi besar melanggengkan kesenjangan sosial. Karena setiap peserta didik memiliki perbedaan kapital ekonomi, maupun sosial budaya maka akses dalam pendidikan juga akan berbeda.
Sederhananya, anak orang kaya dan hidup di kota besar-Jawa, dan dalam kultur keluarga terdidik atau punya motivasi pendidikan maju, jauh berpeluang mengenyam kualitas pendidikan yang baik. Mulai dari level play group sampai perguruan tinggi dapat mengakses sekolah terbaik.
Hal ini akan memiliki dampak baik persaingan akses di dunia kerja, kesempatan karir maupun bertarung dalam ruang-ruang publik. Lebih jauh bahwa akan punya kesempatan jauh besar dibandingkan mereka yang termarjinalkan secara ekonomi, sosial, maupun budaya.
Konteks Pemikiran Bourdieu Sekarang
Kalau dikontekskan pemikiran Bourdieu pada kebijakan pendidikan, pemerintah semestinya membuat kebijakan “afirmatif” secara sistematis.
Bagaimana anak-anak orang miskin, atau anak yang memiliki problem kulturul maupun sosial (jadi tidak harus karena miskin ekonomi), punya kesempatan untuk mengakses pendidikan sama dengan anak lainnya.
Jadi, syaratnya bukan anak orang miskin yang “cerdas”, tapi anak yang berpotensi putus sekolah atau punya problem sosial kultural di lingkungannya.
Contohnya, anak yang memiliki ekspresi gender berbeda sejak kecil dan disingkirkan secara sosial kultural oleh keluarga maupun sosial. Masih banyak lagi contoh anak yang termarginal, sekali lagi tidak selalu indikatornya karena miskin ekonomi.
Anak-anak tersebut mesti diperlakukan secara khusus agar mereka bisa tumbuh kembang dan dapat mengejar ketertinggalan pendidikan berkualitas.
Kebijakan Beasiswa
Misalnya kebijakan penerima beasiswa study S1 sampai S3, program LPDP, jangan dibuat syarat utamanya nilai ijazah atau IPK dan kemampuan bahasa asing. Jangan itu jadi syarat lolos.
Harus ditemukan syarat lain, misalnya mereka yang tinggal tinggal di luar Jawa, sudah melakukan kerja-kerja kemanusiaan untuk melakukan perubahan di level komunitasnya. Tetapi tidak punya atau rendah kemampuan berbahasa asing atau kemampuan analisis kritisnya. Individu ini yang mesti ditemukan.
Kalau misalnya standard study S2 di luar negeri membutuhkan waktu 2 tahun, maka bagi komunitas marginal ditambah waktu 1-2 tahun lagi untuk persiapan study nya. Mulai memperkuat bahasa asing maupun analisis kritis dalam memahami pengetahuan.
Tawaran Bourdieu dalam Konteks Pendidikan
Jika itu bisa diterapkan, maka akan memperkecil kesenjangan ekonomi-sosial bagi mereka yang terpinggirkan.
Kira-kira itulah salah satu konsep yang ditawarkan oleh Bourdieu dalam konteks pendidikan Pedagogi untuk mengurangi kesenjangan sosial dalam pendidikan di masyarakat.
Tantangan operasionalnya dari konsep pendidikan ini, membutuhkan anggaran besar, waktu lebih lama, dan tantangan menemukan calon-calon peserta didik yang tepat sasaran.
*Hartoyo, alumni CRCS UGM Yogyakarta
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â