Cepat, Lugas dan Berimbang

Harta Janggal AKBP Achiruddin Hasibuan Disorot, LHKPN Cuma Sekadar Formalitas Belaka?

Jakarta, infopertama.com – Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Bambang Rukminto menyoroti kasus AKBP Achiruddin Hasibuan, yang ikut terseret gara-gara sang anak Aditya Hasibuan secara brutal menganiaya mahasiswa bernama Ken Admiral.

Akibat kasus tersebut, harta kekayaan AKBP Achiruddin Hasibuan pun jadi sorotan publik. Dan, publik menilai tak sesuai dengan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bambang mengatakan, meskipun LHKPN adalah kewajiban bagi setiap aparatur negara, termasuk anggota Polri, tingkat kepatuhan dan pengawasannya kurang.

“Faktanya LHKPN hanya formalitas saja karena ngiisinya secara sukarela oleh yang bersangkutan tanpa ada proses cek ricek,” ujar Bambang dalam keterangannya, Jumat (28/4/2023).

Hal ini juga, tambah dia dengan tidak adanya sanksi bagi mereka yang tidak menyampaikan LHKPN maupun mereka yang menyampaikan secara tidak benar. Sebab, secara undang-undang tidak ada ketentuan sanksi jika ASN hingga pejabat negara tidak melaporkan harta kekayaannya di dalam LHKPN.

Karena itu, Bambang tidak heran jika kemudian banyak kasus gaya hidup pejabat maupun anggota Polri yang bermunculan tidak sesuai dengan LHKPN.

“Makanya kalau muncul kasus-kasus menyangkut perbedaan yang sangat mencolok antara harta sebenarnya dengan yang pejabat laporkan itu menjadi hal yang biasa-biasa saja. Karena nyaris tak ada sanksi bagi yang melanggar,” ujar Bambang.

Bambang pun tidak yakin kasus viralnya harta kekayaan tak wajar AKBP Achiruddin Hasibuan akan usut tuntas. Hal ini, kata Bambang lantaran sulitnya mekanisme pembuktian aset dari aparatur negara, terlebih kasus yang menyangkut penegak hukum.

“Dengan kultur yang ada saat ini, di mana korsa dipahami sebagai upaya saling menutupi aib dan pelanggaran-pelanggaran. Akibatnya proses lidik sidik, akan susah berjalan atau berputar-putar yang memakan waktu lama dan energi yang besar,” ujar Bambang.

Bambang menyebut beberapa kasus gaya hidup mewah sejumlah anggota Polri yang diungkap warganet sebelumnya yang tidak berlanjut, di antaranya gaya hidup mewah Kasatlantas Polres Malang baru-baru ini yakni AKP Agnis Juwita Manurung.

“Klarifikasinya terkait gaya hidup tersebut dari hasil pinjaman. Dan kasusnya berhenti begitu saja. Padahal meminjam pada siapa dan kapan itu juga bisa dikejar bila ada niat baik dan dipaksa melalui UU pembuktian terbalik,” ujar Bambang.

Karena itu, tidak menutup kemungkinan kasus AKBP Achiruddin juga akan berakhir demikian. “Dalam kasus Achirudin ini nanti tak menutup kemungkinan, Harley Davidson dan rubiconnya adalah pinjaman teman,” ujarnya.

Karena itu dia menilai perlunya Undang-undang Pembuktian Terbalik terkait perolehan harta aparatur negara. Di samping itu juga UU Perampasan Aset yang diperoleh karena kejahatan.

“Makanya UU Perampasan Aset tersebut harus berjalan seiring dengan UU Pembuktian Terbalik,” ujarnya.

Sebelumnya, gaya hidup mewah Achiruddin jadi sorotan usai viralnya kasus penganiayaan putranya. Dari penelusuran situs e-LHKPN, Achiruddin terakhir melaporkan kekayaannya ke KPK pada 2021. Saat itu dia menjabat sebagai kanit 1 subdit 1 Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut.

Dalam LHKPN yang Achiruddin laporkan pada 24 Maret 2021, dia tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp467.548.644. Menurut laporan itu, dia hanya mempunyai dua aset, yakni tanah seluas 556 meter persegi di Kota Medan senilai Rp46.330.000. Kemudian, Achiruddin juga punya mobil Toyota Fortuner senilai Rp370 juta. Selain itu, Achiruddin memiliki kas dan setara kas senilai Rp51.218.644. Dia tercatat tak mempunyai utang.

Di samping itu, Achiruddin sebelumnya telah melaporkan kekayaannya pada 2011 atau sempat tak melapor selama 10 tahun. Berdasarkan situs e-LHKPN, saat itu dia masih menjabat sebagai kepala Satuan Narkoba Polres Binjai.

Namun, jumlah kekayaannya pada 2011 sama persis dengan yang dia laporkan saat 2021, yaitu Rp467.548.644. Meski demikian, perincian LHKPN 2011 itu tak dapat diakses karena situs KPK menyebut data tidak bisa ditemukan.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel