Di NTT, di Flores, Manggarai khususnya, tidak lagi bergantung pada energi Minyak Bumi. Tidak lagi bergantung pada Batu Bara yang harus kita datangkan dari luar. Sebab sesungguhnya, Flores, Poco Leok memiliki potensi panas bumi atau Geothermal yang bisa kita manfaatkan tuk sumber energi listrik.

Namun, jika tidak sedari sekarang kita mandiri energi, maka pada waktunya saat tidak ada pasokan minyak dan batu bara ke Flores maka pasti kembali ke puluhan tahun lalu. Gelap dan jadi kota mati.
Demikian Sandro di hadapan ratusan peserta yang hadir menjabarkan, pemanfaatan panas bumi sangat ramah lingkungan. Menurutnya, karena yang kita manfaatkan atau gunakan dalam Geothermal adalah uap saja. Tidak berbahaya sebagaimana isu-isu liar yang beredar.
Bukti tidak berbahayanya geothermal itu, kita semua sudah menyaksikan dan hidup berdampingan selama belasan tahun dengan PLTP Ulumbu.
“Energi panas bumi sendiri dihasilkan dan disimpan di dalam inti bumi. Jika kita bandingkan dengan bahan bakar fosil, panas bumi merupakan sumber energi bersih dan hanya melepaskan sedikit gas rumah kaca.” Tutup Sandro Ginting.
Geothermal Bukan Tambang
Pada giat FPIC sebelumnya, Sabtu (30/10/23) di Gendang Gonggor, desa Wewo, tim sosialisasi dari PLN UIP Nusra menegaskan bahwa awalnya, Geothermal sulit dilaksanakan di Indonesia meskipun cadangan energi Panas Bumi atau Geothermal sebagai yang terbesar di dunia.
Hal itu karena Produk Undang-Undang di Indonesia kala itu mendefinisikan aktivitas geothermal sebagai aktivitas pertambangan (Undang-Undang No. 27/2003) yang mengimplikasikan bahwa hal ini dilarang untuk dilaksanakan di wilayah hutan lindung dan area konservasi (Undang-Undang No. 41/1999). Walaupun, faktanya aktivitas–aktivitas tambang geothermal hanya memberikan dampak kecil pada lingkungan (dibandingkan aktivitas-aktivitas pertambangan yang lain).
Pada Agustus 2014, waktu periode kedua administrasi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hampir selesai, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indonesia mengesahkan Undang-Undang Geothermal No. 21/2014 (menggantikan Undang-Undang No. 27/2003). Poin dari produk UU ini memisahkan geotermal dari aktivitas-aktivitas pertambangan yang lain. Dan, karena itu membuka jalan untuk eksplorasi geothermal di wilayah hutan lindung dan area konservasi.
“Yang membedakan Aktivitas Geothermal dan Migas adalah kandungan yang diambil dari dalam bumi. Pada Migas, yang diambil adalah minyak dan gas. Kedua bahan ini sangat rawan akan ancaman bahaya karena tergolong sedikit lebih sulit penanganannya. Sementara, pada Geothermal, yang diambil hanyalah uap panas yang dihasilkan bumi. Kalaupun ada air, yang sangat dibutuhkan dalam geothermal tetap akan dikembalikan ke dalam perut bumi.” Beber Assistant Manager Perizinan dan Umum PT PLN (Persero) Unit Pelaksana Proyek (UPP) Nusra 2, Lalu Irlan Jayadi.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel