Fais Yonas Bo’a*
infopertama.com – Beberapa waktu yang lalu, saya mengulas tentang “geotermal dan narasi menyebalkan”. Ulasan tersebut kiranya dapat membuka wawasan kita semua, terutama terkait alibi-alibi penolakan pengembangan geotermal PLTP Ulumbu di kawasan Poco Leok yang notabene bersifat absurd dan bisa saja sarat kepentingan. Padahal kalau kita mampu membuka pikiran lebih luas, suka atau tidak; geotermal merupakan bentuk negara menunaikan kewajibannya untuk mencapai kesejahteraan umum. Meskipun yang namanya pembangunan selalu melahirkan dilema. Kesepakatan dan kepentingan umum sudah barang tentu menjadi kunci.
Kewajiban Negara
Alinea Keempat Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 menegaskan bahwa negara Indonesia bertujuan untuk: melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan adanya tujuan bernegara maka sudah tentu negara kemudian diberi kewajiban guna tercapainya tujuan-tujuan negara Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945.
Dari ketiga garis besar tujuan bernegara di atas, tentu harus jujur dikatakan bahwa negara Indonesia belum sampai pada titik itu. Oleh sebab itu, negara berkewajiban untuk terus mengupayakan tercapainya tujuan-tujuan yang bersifat luhur tersebut. Untuk menggapai itu konstitusi negara Indonesia UUD 1945, memberikan kekuasaan yang besar kepada negara sebagaimana tercantum dalam Pasal 33 UUD 1945. Pasal 33 ayat (3) mengatur: Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ketentuan Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 tersebut sebenarnya menjadi turunan dari Alinea Keempat Pembukaan UUD 1945 terutama dalam hal memajukan kesejahteraan umum. Selain itu, pasal ini juga mewajibkan negara untuk mengelola seluruh kekayaan bumi dan air demi kesejahteraan umum. Sebagaimna telah saya terangkan dalam ulasan yang lalu bahwa geotermal telah ditetapkan oleh negara melalui pemerintah sebagai Proyek Strategis Nasional. Ini artinya, PLN sebagai perusahaan negara berkewajiban melaksanakan proyek yang diprioritaskan itu.
Terkait kewajiban negara untuk melaksanakan pembangunan ataupun pengembangan geotermal, masyarakat memang banyak yang secara membabi buta melihat PLN, tetapi lupa dengan negara yang notabene pemilik PLN. Diperparah lagi, PLN yang mungkin kerap “lupa diri” bahwa mereka adalah perusahaan negara. Artinya, kehadiran PLN untuk pembangunan adalah atas nama negara dan wujud nyata kehadiran negara. Tanpa disadari, kekeliruan pemahaman masyarakat dan kelalaian PLN seperti ini kerap membuat runyam masalah.
Dilema Pembangunan
Tidak dapat dipungkiri bahwa setiap ada pembangunan negara pastilah selalu menimbulkan gejolak sosial. Kenyataan seperti ini tidak boleh dinilai sebagai pertentangan kontraproduktif tetapi harus dianggap sebagai dinamika sosial. Pro-kontra pada dasarnya sebagai sikap yang lahir dari keunikan aspirasi masyarakat terhadap suatu proyek pembangunan. Tidak terlepas dari itu, sangatlah perlu realistis bahwasannya pembangunan untuk kemajuan dan kesejahteraan di negara berkembang kerap kali menghadirkan dilema.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel