Jakarta, infopertama.com – Pendiri Negara Islam Indonesia (NII) Crisis Center Ken Setiawan menyampaikan bahwa di Jawa Tengah ada salah satu kampung yang warganya 90 persen terpapar paham radikalisme NII.
Warga Jateng yang telah terpapar paham radikalisme NII tersebut berkamuflase sebagai masyarakat biasa. Tidak ada ciri ciri khusus, bahkan mereka menggunakan jaringan kegiatan kemanusiaan berupa penggalangan donasi bantuan kepada yatim piatu, fakir miskin dan duafa.
“Dari 90 persen, ada 10 persen warga yang masih waras. Dan, untuk mengidentifikasi warga yang terpapar paham radikalisme NII dan bukan adalah sebuah tanda khusus di depan rumah mereka. Jadi kalau tidak ada tanda khusus tersebut berarti bukan keluarga anggota NII,” terang Ken dalam keterangan tertulis kepada infopertama.com, Sabtu 29 April 2023.
Ketahui bahwa NII atau DI TII bentukan Kartosuwiryo adalah ibu kandung dari seluruh kelompok teroris di Indonesia. Semua pelaku terorisme rata rata mengidolakan sosok Kartosuwiryo. Jadi anggota NII selangkah lagi bisa berpotensi menjadi pelaku terorisme.
Hal tersebut senada dengan rilis BNPT yang pernah menyampaikan bahwa Jateng masuk dalam daftar paling banyak pesantren yang teridentifikasi berafiliasi dengan jaringan terorisme. Tak tanggung tanggung, ada dugaan 34 pesantren di Jateng yang terlibat jaringan terorisme.
Menurut Ken, pesatnya perkembangan radikalisme di Jateng karena minimnya sosialisasi oleh pemerintah dan lemahnya hukum sehingga aparat hanya bisa memonitor dan belum bisa menangkap pelaku jika belum terafiliasi melakukan tindakan terorisme.
“Jika fenomena ini biarkan saja maka Jateng akan menjadi basis kaderisasi paham radikalisme dan terorisme,” jelas Ken Setiawan.
Ken Setiawan Pendiri NII Crisis Center ungkap adanya penggalangan donasi untuk kelompok radikal lewat medsos terutama saat munculnya bencana alam.
Sebaran basis kelompok terorisme di Jawa Tengah
Jawa Tengah merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang tidak luput dari ancaman terorisme.
Beberapa kelompok teroris aktif di wilayah ini, seperti Jemaah Islamiyah, Jamaah Ansharut Daulah, dan sebagainya.
Kelompok-kelompok ini telah melakukan sejumlah aksi teror, seperti pengeboman di gereja dan hotel di Surabaya pada tahun 2018.
Ancaman dari kelompok teroris ini tentunya sangat serius dan menjadi tantangan bagi keamanan nasional.
Pemerintah dan aparat keamanan harus terus meningkatkan kewaspadaan dan kerja sama antara instansi terkait dalam menghadapi ancaman tersebut.
Selain itu, pendekatan pencegahan juga harus dilakukan dengan memperbaiki kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di wilayah tersebut.
Hal ini diharapkan dapat mengurangi potensi munculnya kelompok radikal di Jawa Tengah dan sekitarnya.
Dalam menghadapi ancaman terorisme, partisipasi masyarakat juga sangat penting.
Masyarakat perlu dilibatkan dalam program deradikalisasi dan diharapkan dapat membantu mengidentifikasi dan melaporkan kegiatan-kegiatan yang mencurigakan.
Kesadaran masyarakat akan ancaman terorisme dan partisipasi aktif dalam upaya pencegahan akan sangat membantu dalam menjaga keamanan dan kedamaian di Jawa Tengah dan seluruh Indonesia.***
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â