La’it Gola
Di kuwus, ada satu hal yang mungkin agak susah temukan di daerah lain ketika usai doa rosario adalah tradisi La’it Gola. Yaitu satu fase sebelum air rebusan air enau atau kokor minse dikeringkan menjadi gula batang atau Gola Malang. Lait Gola itu mencicipi Gola Malang yang belum dikeringkan. Wujudnya seperti lelehan, coklat dan manis.
Akademisi Unika Santu Paulus, Ruteng, Ady M. Nggoro menyebut tradisi kokor minse merupakan tradisi yang secara khusus di Wilayah Kolang, Kabupaten Manggarai Barat.
Menurut Dr. Ady M. Nggoro bahwa proses kokor minse menjadi suatu narasi kebudayaan yang menegaskan kata “kolang kokor gola” pada Wilayah Kolang di Kabupaten Manggarai Barat.
Demikian, Dr. Ady membagi tradisi kokor minse menjadi gula merah (gola malang) menjadi dua tahap penting, Pra dan Kokor Minse.
Pante Tuak/Raping (menggali air enau)
Kokor minse awali dengan Pante Tuak/Raping (menggali air enau) adalah suatu ketrampilan khusus dalam upaya menggali air enau.
Berkaitan ini, tentu tidak semua orang tahu cara melakukan pante tuak. Ketidakmahiran melakukan pante tuak, berdampak tidak menghasilkan air enau (wae raping).
Beberapa kemahiran melakukan pante tuak itu seperti kemahiran memanjat pohon enau (tuke raping), kemahiran melihat ciri pohon enau yang menghasilan air enau atau tidak.
“Di samping cara memukul pohon enau untuk mengeluarkan air enau (ongga raping), juga ada lagu-lagu nenggo yang sesuai pada saat memukul pohon enau (pante raping), serta kewangian-wagian tubuh kita yang berlebihan pada saat pante raping.” Tutur Dr. Ady.
Dalam hal ini, beber Nggoro, perlu menghargai suatu tradisi pante tuak yang bersahabat dengan alam.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel