Cepat, Lugas dan Berimbang

Negeri di Atas Awan, Desa Adat Wae Rebo yang Tak Tergoyahkan dengan Modernisasi

Sandiaga Uno
Bupati Manggarai Heribertus Nabit bersama Menparekraf Sandiaga Salahudin Uno saat mengunjungi Negeri di atas Awan, Kampung Adat Wae Rebo. (infopertama.com/ RJ Pangul)
IMG_20231020_100120
IMG_20231020_095412
IMG_20231020_095329

Ruteng, infopertama.com – Di tengah perkembangan pembangunan dan modernisasi, di Indonesia masih terdapat beberapa desa adat.

Salah satunya Desa Adat Wae Rebo yang berlokasi di kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT).

                    

Desa adat yang dikelola masyarakat adat ini memiliki hak untuk mengurus wilayahnya sesuai dengan adat istiadat yang berlaku ratusan tahun lalu.

Bangunan, tempat tinggal, dan lingkungannya pun sama dengan masa di ratusan tahun lalu.

Desa Adat Wae Rebo berada di daerah pegunungan terpencil dengan ketinggian 1.200 mdpl.

Membutuhkan stamina yang fit untuk mencapai lokasi ini, sebab pengunjung akan treeking sekitar 3-4 jam dari kampung terdekat.

Sandiaga Uno didampingi Bupati Manggarai Herry Nabit saat Kunjungi Wae Rebo

Bila dari Labuan Bajo, kota terdekat adalah Ruteng, Ibu Kota kabupaten Manggarai.

Setelah itu, menggunakan ojek selama 2 jam menuju Kampung Dintor. Kemudian lanjutkan dengan trekking ke Kampung Wae Rebo.

Desa berumur 1200 tahun

Desa Adat Wae Rebo telah berumur lebih dari 1.200 tahun.

Sejak 2012, UNESCO menetapkannya sebagai Warisan Budaya Dunia untuk memastikan keberadaan desa adat yang eksotis ini.

Salah satu keunikan dari Wae Rebo adalah rumah penduduknya.

Sekitar tujuh rumah utama di sini terbuat dari bahan kayu yang merucut dan beratap ayaman ilalang.

Rumah utama diberi nama Mbaru Niang, satu rumah adat yang sudah bertahan sejak 19 generasi lamanya.

Terkenal dengan kopi Flores

Selain bentuk rumah, faktor menarik lain dari Desa Adat Wae Rebo adalah kehidupan penduduknya.

Penghuni kampung adat ini hanya 44 kepala keluarga dengan mata pencarian sebagai petani.

Tanaman utamanya kopi, cengkeh dan umbi-umbian.

Sementara salah satu komoditi utama masyarakat Wae Rebo adalah kopi Flores (Kopi Manggarai/ Kopi tuang).

Selain itu, mereka juga menjual berbagai souvenir dan kerajinan tangan bagi para pengunjung yang datang.

Pengunjung pun boleh menginap di desa. Ada dua rumah yang berfungsi sebagai tempat menginap.

Satu rumah menampung 30-35 orang. Untuk menginap harganya sekitar Rp325.000 termasuk 2 kali makan.

Upacara Adat Penti

Waktu terbaik mengunjungi Desa Adat Wae Rebo adalah bulan November, tatkala ada upacara adat Penti.

Upacara adat Penti ini sebagai ungkapan syukur atas hasil panen dalam setahun.

Desa Adat Wae Rebo
Sanda dan Mbata saat Kunjungan Menparekraf Sandiaga Uno (Tangkapan Layar YouTube Pablo Q-run)

Dan juga untuk memohon perlindungan pada alam demi masa datang yang baik.

Upacara ini juga menandai awal baru dalam tradisi bercocok tanam penduduk Wae Rebo.

Biasanya akan ada sekitar 300 tamu yang hadir, termasuk para pelancong

Masyarakat lokal akan siaga membantu pelancong yang datang dan menginap untuk merasakan kehidupan penduduk di sana.

Tidak ada Sekolah

Di Kampung Wae Rebo tidak memiliki satu gedung sekolah sekali pun. Untuk bisa mengenyam pendidikan dasar, anak-anak Wae Rebo harus turun bukit dan tinggal di kampung Denge. Di kampung ini, ada satu Sekolah Dasar Katolik (SDK Denge) tempat anak-anak Wae Rebo belajar.

Desa Adat Wae Rebo
Sandiaga Uno bagikan berbagai buku ke Anak-Anak Wae Rebo (TL YouTube Pablo Q-Run)

Biasanya, saat usia sekolah dasar, anak-anak Wae Rebo harus tinggal jauh dari keluarga inti di Kampung Adat Wae Rebo. Mereka tinggal di rumah kerabat di kampung Denge, mengingat jarak tempuh antara Denge dan Wae Rebo yang sangat jauh dengan medan yang berat.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel