Cepat, Lugas dan Berimbang

Kemungkinan Manusia Purba Masih Hidup di Indonesia, Misionaris Belanda Pertama Kali Temukan di Gua ini

Manusia Purba Masih Hidup
Gua Liang Bua, Flores, NTT, lokasi penemuan tengkorak Homo floresiensis (ist)

Jakarta, infopertama.com – Manusia purba Homo floresiensis berkemungkinan masih hidup di Indonesia. Klaim ini ditulis antropolog Gregory Forth, pensiunan University of Alberta, Kanada.

Dalam bukunya, Between Ape and Human: An Anthropologist on the Trail of an Hidden Hominid, Forth berpendapat bahwa tidak ada yang benar-benar tahu apakah manusia purba yang hidup di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur ini benar-benar punah atau bertahan hidup di pedalaman hingga hari ini.

Mengutip dari laman Smithsonian National Museum of Natural History, Homo floresiensis merupakan salah satu spesies manusia purba terakhir yang punah. Riset Thomas Sutikna, peneliti Smithsonian Matt Tochery, dan timnya dalam jurnal Science mendapati bahwa manusia purba ini punah sekitar 50.000 tahun yang lalu. Tepat sebelum atau sekitar waktu kemunculan Homo sapiens.

Baca juga: Mama Flo, Wanita Purba di Liang Bua Gemparkan Dunia

Forth sendiri semula mulai menulis tentang manusia purba mini yang hidup di hutan ini pada penelitiannya di tahun 2003. Ketika itu Homo floresiensis temukan di gua Liang Bua, mengutip dari laman Live Science.

Penemuan Manusia Purba di Gua Flores

Penemuan Awal di Liang Bua

Sebelum dilaporkan dan jadi terkenal pada 2003, jejak kehidupan manusia purba di Flores ditemukan imam misionaris Belanda Father Theodor Verhoeven sekitar tahun 1950 sampai 1960-an.

Imam misionaris yang sempat belajar arkeologi di perguruan tinggi ini punya minat di bidang tersebut. Alhasil, di sela mengajar di Seminari Mataloko, Kab. Ngada, Flores Tengah, Verhoeven mengidentifikasi berbagai situs arkeologi dan melakukan penggalian di sana. Salah satunya di gua Liang Bua pada 1965.

Liang Bua merupakan salah satu situs gua yang terletak di daerah perbukitan karst di wilayah Kab. Manggarai, Flores, Indonesia, seperti mengutip dari laman Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Kemdikbud.

Gua Liang Bua berlokasi sekitar 14 km di utara Ruteng, Kab. Manggarai, Flores. Dalam bahasa Manggarai, liang bua artinya ‘gua yang sejuk.’

Jika lihat dari morfologinya, Liang Bua memiliki ciri sebagai hunian pada masa prasejarah. Ciri-cirinya antara lain ukuran gua yang dalam, lebar, atap yang tinggi, dan dasar gua luas serta cenderung datar.

Sementara itu, mulut gua Liang Bua menghadap ke timur laut sehingga mendukung manusia saat itu mendapatkan sinar matahari cukup dan sirkulasi udara yang baik. Lokasinya juga dekat dengan aliran sungai Wae Racang dan Wae Mulu sehingga mendukung pertahanan hidup.

Verhoeven berpendapat, perkakas batu temuan di sana kemungkinan dibuat Homo erectus yang berjalan dari Jawa ke Flores sejak 750.000 tahun lalu. Namun, temuannya saat itu tidak terlalu mendapat perhatian paleoantropolog lain.

Konfirmasi Temuan Verhoeven

Hampir 30 tahun kemudian, temuan jejak manusia purba di Flores yang dilaporkan Verhoeven dikonfirmasi tim gabungan Indonesia dan Belanda.

Tim peneliti ini lalu mencari tahu usia alat batu dan fosil di kawasan Cekungan Soa tersebut dengan teknik penentuan usia sedimen purba paleomagnetisme dan analisis jalur fisi zirkon. Hasilnya, temuan mereka diperkirakan berumur 700.000 tahun.

Di akhir 1990-an, lebih banyak kalangan ilmuwan yang mempercayai bahwa ada kemungkinan spesies manusia lain yang sampai ke Flores sebelum Homo erectus muncul di Afrika pada 200.000 tahun lalu.

Tengkorak Homo floresiensis di Liang Bua

Manusia Purba Masih Hidup
Perbandingan tengkorak Homo Floresiensis dengan spesies manusia purba lainnya. Foto: Emőke Dénes/Wikimedia Commons

Arkeolog Raden Soejono mendengar tentang gua Liang Bua dari Pendeta Verhoeven. Tim peneliti Puslit Arkenas Indonesia, University of New England, dan University of Wollongong Australia lalu memulai penggalian di sana pada 2001.

Pada September 2003, pekerja upahan setempat Benyamin Tarus menemukan bagian atas sebuah tengkorak. Di proyek penelitian Thomas Sutikna dkk tersebut, arkeolog Wahyu Saptomo yang mengawasi penggalian ini meminta tengkorak temuan Benyamin diperiksa ahli fauna Rokus Due Awe.

Hasilnya, tengkorak ini diidentifikasi sebagai milik homonin. Kendati awalnya dikira tengkorak anak kecil, Rokus mendapati bahwa tengkorak itu adalah peninggalan manusia purba dewasa karena semua giginya permanen.

Dari situ, para tim riset menemukan sebagan besar sisa kerangka parsial manusia purba yang belum pernah ditemukan sebelumnya.

Mike Morwood, salah satu bagian tim riset, mengundang Dr Brown dari University of New England, Australia agar memimpin deskripsi dan analisis sisa-sisa kerangka tersebut. Ahli anatomi kranial, rahang bawah, dan gigi manusia purba dan modern ini kelak melengkapi pengetahuan tentang Homo floresiensis dari zaman Pleistosen akhir yang lalu terbit di jurnal Nature pada 2004.***

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel