Oleh: Dr. Fransiskus Borgias, M.A.
Pengantar Singkat
Judul tulisan ini yang tertera di atas, jelas terdiri atas dua kata dalam bahasa Manggarai, yaitu Tungku dan Nungku. Secara leksikografis, Tungku artinya (dalam artian harfiah, menurut buku Kamus Bahasa Manggarai, Pater Jilis Verheijen, hlm.663) ialah menyambung. Misalnya tali yang putus, perlu sambung kembali, tungku, agar bisa menjadi lebih panjang lagi. Dan, bisa manfaatkan untuk suatu kepentingan atau tujuan tertentu.
Atau di dalam sistem kekerabatan, tungku ialah upaya “menyambung” kembali tali kekerabatan dengan seorang saudari yang, karena perkawinan, sudah menjadi “orang luar”. Yakni karena ia dibawa pergi ke kampung suaminya, marital village, yang biasanya berbeda bahkan terletak jauh dari natal village, kampung kelahiran, beo kuni agu kalo (dalo).
Sedangkan kata nungku, secara leksikografis harafiah berarti belajar. Yaitu belajar melakukan sesuatu, belajar membuat atau membangun sesuatu (Jilis Verheijen, Kamus Bahasa Manggarai, hlm.392).
Ketika Gereja Katolik masuk ke tanah Manggarai, maka terbentuklah sebuah kata bentukan baru dalam kosa kata bahasa Manggarai, yaitu ata-nungku. Kata bentukan ini dpakai untuk menerjemahkan kata “murid” dalam bahasa Indonesia. Karena itu, para murid Yesus misalnya, di dalam Kitab Suci terjemahan ke dalam bahasa Manggarai disebut ata-nungku. Artinya secara harafiah ialah, orang yang baru (mulai) belajar. Kata bentukan yang sama juga bisa temukan dalam buku nyanyian Liturgi Manggarai, Dere Serani. Sebenarnya kata ata-nungku itu lebih tepat sebagai pembelajar, orang yang sedang belajar yaitu berusaha untuk mengetahui sesuatu.
Percikan Percakapan dengan Tarsis Gantura
Tadi malam (keterangan waktu ini menunjuk ke malam tanggal 09 November 2022, dan tulisan ini untuk pertama kalinya terbit di Facebook saya pada 10 November 2022), tiba-tiba saja kedua kata itu (tungku dan nungku) muncul di dalam benak saya ketika saya sedang berbincang-bincang dengan seorang adik, Tarsis Gantura. Pada saat itu, dia memposting barang dagangan hasil produksi rumahannya sendiri di sebuah WAG.
Lalu percakapan yang semula berlangsung dalam WAG itu, saya sambung atau teruskan di dalam sebuah percakapan pribadi antara dia dan saya. Pada kesempatan itu, ada banyak hal yang kami bicarakan. Tetapi kami tidak lupa untuk tetap fokus pada spesialisasi barang dagangan itu, yang ia promosikan atau perkenalkan.
Dan terkait dengan hal itu, terus terang saja, saya sangat terkagum-kagum dengan terobosan dan inovasi kreatif itu. Jelas itu adalah sebuah keberanian yang luar biasa. Saya angkat jempol atas upaya yang kreatif dan inovatif itu. Lalu di akhir percakapan, dengan rendah hati, adik Tarsis mengatakan bahwa dia sebenarnya baru pada tahap sedang belajar saja. Atau dalam ungkapan bahasa Manggarainya, ata reme nungku.
Ata Reme Nungku
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel