Imaji bersama akan kesejahteraan pada Pasal 33 UUD 1945 tersebut mewajibkan negara melalui pemerintah untuk senantiasa melakukan segala macam daya dan upaya agar dapat memakmurkan rakyat Indonesia. Pada ketentuan Pasal 33 UUD 1945, konstitusi memberikan kekuasaan besar kepada negara untuk menguasai dan mengelola segala macam kekayaan alam yang terkandung pada bumi Indonesia sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat.
Sumber-sumber energi, terutama energi-energi terbarukan tentu saja wajib dimanfaatkan oleh negara guna tercapainya kesejahteraan rakyat. Pemanfaatan sumber daya alam untuk transisi energi pastilah butuh dukungan yang kuat dari warga masyarakat. Dukungan masyarakat terhadap usaha-usaha negara menjalankan kewajibannya sebagaimana menjalankan ketentuan Pasal 33 UUD 1945, maka imaji kemakmuran melalui transisi energi akan terkonkretkan.
Kedua, kebutuhan akan kemandirian energi.
Data-data ketergantungan energi di atas, sudah seharusnya menjadi dorongan utama bagi bangsa Indonesia untuk mandiri dalam energi. Terutama pula, bumi Indonesia menyimpan begitu banyak cadangan energi terbarukan yang memang masih belum dimanfaatkan secara baik dan maksimal. Lihat saja cadangan panas bumi yang mencapai 40% dari cadangan panas bumi di dunia dan baru dimanfaatkan 10% saja. Begitu pula cadangan energi-energi terbarukan lainnya.
Oleh karena itu, usaha-usaha transisi energi penting disejalankan dengan paradigma ketahanan dan kemandirian energi. Memperjuangkan tercapainya ketahanan dan kemandirian energi memang bukan perkara enteng karena akan mengubah tatanan ekonomi energi. Tidaklah mudah untuk mengalihkan energi fosil yang sudah pakem dalam tatanan ekonomi energi. Namun demikian, tidak berarti hal demikian mustahil terjadi.
Pembangunan dan pengembangan proyek-proyek energi terbarukan sudah sepatutnya terus dimaksimalkan. Semakin banyak sumber-sumber energi terbarukan yang dimanfaatkan maka semakin baik bagi ketahanan dan kemandirian energi. Maka dari itu, transisi energi hendaknya menjadi sesuatu yang nyata; bukan utopia.
Ketiga, sikap realistis terhadap zaman.
Imajinasi kolektif akan kemakmuran dan paradigma kemandirian energi tentu tidak cukup untuk menjadikan idea transisi energi tidak bersifat utopis. Perlu juga yang namanya sikap realistis terhadap kebutuhan perkembangan zaman. Apa itu sikap realistis? Sikap realistis adalah sikap yang peka dan adaptif dengan perkembangan dan perubahan masyarakat dan zaman. Sikap ini penting sekali di zaman yang maju dan canggih sekarang ini.
Pertanyaannya sekarang ialah mengapa sikap realistis dibutuhkan dalam menghadapi transisi energi? Sikap realistis dalam hal ini pertimbangannya bahwa zaman sekarang membutuhkan penggunaan energi hijau karena iklim bumi dalam 20-30 tahun terakhir menjadi tidak stabil akibat dicemari pemakaian energi-energi berbahan fosil. Asap-asap beracun yang dihasilkan dari penggunaan batu bara ternyata berpengaruh signifikan terhadap perubahan iklim.
Wujud nyata dari sikap realistis ialah dengan mendukung pemanfaatan energi-energi ramah lingkungan (air, angin, matahari dan panas bumi). Dengan mendukung transaksi energi maka sama dengan mendukung keselamatan planet bumi yang kita pijaki.
Transisi energi sudah seharusnya bukanlah utopia melainkan optimisme yang wajib diperjuangkan bersama.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel