Takdir dan Kebebasan
Kematian adalah sebuah kepastian, meski waktu kematian adalah misteri yang kita sebut sebagai takdir (ketetapan ilahi). Namun, bagaimana kalau kita menentukan takdir kita sendiri dengan bu★uh diri? Apakah itu sebagai bentuk melawan takdir?

Setiap manusia tahu dan sadar bahwa takdir melekat dalam dirinya sejak ia memiliki kesadaran akan keberadaannya sebagai manusia. Takdir dapat dikatakan sebagai sesuatu kenyataan yang tidak dapat dielak; ketetapan yang tidak direncanakan. Bicara takdir selalu berkaitan dengan kehidupan yakni soal hidup dan mati. Banyak dari kita yang berkeyakinan bahwa segala sesuatu yang terjadi dalam kehidupan kita merupakan ketetapan ilahi. Tidak heran ketika kita melihat seseorang sukses maka kita katakan itulah takdir hidupnya.
Begitu pula ketika seseorang mati karena konsumsi narkoba maka kita katakan itulah takdirnya. Sebenarnya bicara takdir cukup absurd kalau menggunakan kacamata kuda akal sehat. Akan tetapi, hal yang wajar jika menggunakan berbagai sudut pandang; agama, adat dan budaya. Kejadian bu★uh diri akan menjadi ujian bagi keyakinan kita akan takdir kehidupan. Mengapa dikatakan demikian? Bu★uh diri adalah kematian yang direncanakan dan bukan ketetapan ilahi. Pertanyaannya sekarang adalah apakah bu★uh sebagai bentuk melawan takdir?
Menurut keterbatasan pengetahuan saya, bu★uh diri bukanlah upaya untuk melawan takdir kehidupan. Kematian dengan membunuh diri sendiri adalah atas kehendak bebas atau kebebasan manusia atas hidupnya. Seperti yang dikatakan seorang filsuf eksistensialisme Prancis, Jean Paul Sartre “Manusia dikutuk untuk bebas”. Akibatnya manusia selalu bebas untuk melakukan apa saja atas dirinya sendiri. Barangkali juga untuk bu★uh diri.
Kebebasanlah yang membuat pelaku bu★uh diri merencanakan dan mewujudnyatakan tindakan mengakhiri hidupnya. Jadi, di dalam kebuntuan dan ketakberdayaannya pelaku bu★uh diri akan menggunakan kebebasannya untuk menyudahi segala macam problematika hidup dengan mengakhiri hidup yang ia miliki. Bukankah tindakan seperti ini sebagai bentuk mensia-siakan hidup?
Hidup Butuh Pertanggungjawaban
bu★uh diri adalah tindakan pengecut yang dilakukan oleh seseorang yang sadar bahwa hidup sebagai sebuah pemberian. Lebih dari itu, ketika kita bu★uh diri maka itu karena kita tidak mau bertanggungjawab atas hidup yang kita miliki.

Saya menganggap sebagian besar dari kita sepakat untuk menyatakan hidup adalah pemberian. Tentu juga kita sepakat bahwa setiap pemberian pasti menuntut pertanggungjawaban. Begitu pula soal hidup yang kita miliki. Sebagai sebuah pemberian maka sudah sepatutnya kita bertanggungjawab atas hidup kita. Terutama pula, pertanggungjawaban atas hidup kita sebenarnya semata-mata untuk diri kita sendiri. Atas dasar itu, mengakhiri hidup dengan bu★uh diri bukanlah bentuk tanggung jawab.
Kalau memang manusia bertanggungjawab atas hidupnya, maka ia akan menghadapi setiap kenyataan hidup yang dialaminya. Sekalipun itu menyakitkan. Begitu pula dalam kaitannya dengan masalah terlilit utang ataupun putus cinta, maka ia wajib menghadapi kenyataan tersebut. Lagipula semua kenyataan hidup yang kita hadapi adalah resiko dari perbuatan-perbuatan kita. Kita terlilit utang karena perbuatan kita yang suka berutang; kita putus cinta karena kita menjalin hubungan percintaan.
Padahal kalau kita menjadi manusia yang bertanggungjawab atas hidup kita, maka kita akan berusaha mencari jalan keluar terhadap masalah-masalah yang dihadapi. Oleh sebab itu, jikalau kita tidak menginginkan beban hidup yang berat, alangkah baiknya selalu berusaha menjalani kehidupan yang sesuai batas kemampuan kita. Jangan memaksa diri untuk berhutang, kalau memang tidak akan mampu membayarnya. Jangan memaksa diri untuk menjalin hubungan asmara, jika tidak mampu untuk menerima putus cinta.
Pada akhirnya, saya ingin memberi pesan kepada kaum muda bahwa situasi anda yang labil cukup potensial melakukan tindakan bu★uh diri. Menurut data, rentang usia pelaku bu★uh diri adalah pada usia 15-29 tahun. Maka dari itu, kepada seluruh kawula muda bertanggungjawablah atas hidupmu. Terutama atas segala pilihan dan keputusan yang kamu buat. Mengambil jalan pintas dalam menghadapi masalah hidup bukanlah solusi, melainkan pelarian yang sia-sia.
Hargai hidupmu dan bertanggungjawablah atas hidupmu itu!
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel