Ruteng, infopertama.com – Pemandangan yang semerawut pada beberapa titik di kota Ruteng kadang membuat jengkel pengguna jalan. Terutama ketika tempat para pejalan kaki beralih fungsi. Praktis, pejalan kaki akan menggunakan badan jalan yang sebenarnya buat kendaraan beroda. Jika itu yang terjadi, kemacetan pasti terjadi. Bukan tidak mungkin bisa menimbulkan gesekan manakala tidak ada pihak yang mengalah.
Pada saat seperti itu, sangat mutlak membutuhkan peran pemerintah daerah. Biasanya, melalui Polisi Pamong Praja (Pol PP) akan turun menertibkan, toh itu sudah jadi tugasnya. Tak jarang Pol PP berseragam lengkap dengan mobil taktisnya menyisiri tempat-tempat keramaian tuk menguarai situasi. Kadang, bahkan sering juga mereka harus tegas kepada masyarakat atau PKL yang ‘ndeget’ (tidak mau tau -pen) ketika ditertibkan.
Soal kesemerawutan ini, PKL sepertinya selalu jadikan sebagai kambing hitam. Maklum, oleh pihak tertentu mereka dianggap kaum lemah, wong cilik yang mudah tuk ditertibkan. Kadang juga sangat sulit, karena mereka akan mengulangi lagi.
Tebang Pilih Penataan Kota Ruteng
Bicara penataan kota Ruteng, tentu tidak terlepas dari menata masyarakatnya. Maksudnya, pemerintah dan pihak terkait lainnya membentuk masyarakat perkotaan agar menjadi masyarakat beradab. Masyarakat dalam hal ini adalah semua pihak, dari yang buta huruf hingga yang buta ‘sempula‘ (mengerti, berpendidikan tapi berperilaku sebaliknya).
Dalam beberapa pemberitaan media daring, alih fungsi pemanfaatan trotoar kerap kali terjadi. Di Paris Ruteng, misalnya, penertiban lapak PKL karena dinilai menganggu ketertiban umum dan alasan lainnya. Tak hanya sekali, kadang ketika Pol PP lakukan penertiban pada pagi harinya, sorenya muncul lagi. Mereka manut saat ada petugas saja. Petugas pulang mereka kembali nakal. Sampai-sampai di Paris Ruteng ada yang memahami Pol PP sebagai Polisi Penjaga Pasar, saking seringnya menertibkan pasar.
Namun, ternyata penertiban ini hanya kepada wong cilik di Paris Ruteng saja. Mereka, petuga dari dinas terkait melempem ketika berhadapan dengan masyarakat buta sempula. Pada beberapa titik, pengalihan fungsi trotoar luput dari perhatian pemda Manggarai. Sudah berlangsung belasan tahun, malah mungkin puluhan tahun. Petugas tak berani beraksi, mereka seakan tutup mata kala menemukan pelanggar berduit nan berdasi. Bahkan, merujuk pengakuan salah satu pemilik toko di Ruteng, petugas dari dinas terkait mengizinkan menggunakan trotoar meski secara lisan.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â