Ruteng, infopertama.com – Tanah ulayat merupakan tanah yang hak kepemilikannya bersifat turun temurun dan bersifat komunal (milik bersama) pada suatu masyarakat adat.
Hak milik bersama yang kultural tersebut sering kali kita jumpai pada masyarakat-masyarakat yang memang pola kehidupannya beradat. Beradat dalam hal ini bermakna menjalankan kebiasaan yang terwariskan dari leluhur dan moyang mereka secara konsisten.
Sebagai negara yang terbentuk dari beranekaragam suku bangsa dengan adat budaya berbeda, Indonesia tentunya mengayomi keberadaan segenap elemen masyarakat tersebut. Secara konstitusi ditegaskan bahwa negara Indonesia menghormati, menjamin dan melindungi segala macam adat budaya yang hidup di masyarakat; selama itu sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI.
Dalam pada itu, eksistensi tanah ulayat masyarakat beradat secara terang diatur dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945: Negara mengakui dan menghormati kesatuan kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.
Ketentuan pasal ini sudah jelas memberikan legitimasi (pengakuan) konstitusional terhadap adat beserta tanah ulayatnya. Namun demikian, pengakuan dan penghormatan demikian tidaklah bersifat mutlak alias bersyarat.
Bersyarat artinya adat-budaya yang dimiliki suatu masyarakat diakui, dilindungi dan dihormati negara sepanjang masih hidup dan dipraktekkan.
Jika dikontekstualisasikan dengan pola masyarakat beradat sesuai Pasal 18B ayat (2), maka adat dan tanah ulayat suatu masyarakat mutlak diakui ketika: kelembagaan adat suatu masyarakat masih hidup; tanah komunalnya masih ada; struktur kepengurusan adatnya masih jelas; acara dan ritual-ritual adat masih dipraktekkan secara terus menerus.
Ketika bicara di lapangan maka mudah sekali ditemukan fakta bahwa kelompok masyarakat menolak pembangunan negara karena alasan tanah ulayat. Padahal nyatanya itu hanyalah klaim-klaim tak berdasar, yang memang sengaja dialibikan dan didoktrinkan kepada masyarakat oleh orang-orang tak bertanggung jawab. Akibatnya masyarakat korban doktrinasi selalu berkeyakinan bahwa tanah ulayat sebagai hak mutlak dari suatu masyarakat adat. Bahwasannya tanah ulayat sama sekali tidak mempunyai nilai kepentingan negara (umum).
Klaim konyol seperti ini di hadapan hukum sejatinya sangat lemah. Mengapa demikian? Karena secara hukum negara Indonesia, setiap jengkal tanah yang berada di dalam wilayah NKRI memiliki nilai sosial. Nilai sosial atas tanah ini disebut fungsi sosial tanah.
UU Agraria Nasional yakni UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok Agraria (UU PA) menegaskan fungsi sosial tanah. Pasal 6 UU PA mengatur: semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya, sifat hak atas tanah haruslah mengandung nilai kepentingan umum.
Kalau membaca penjelasan dari pasal 6 UU PA terkait fungsi sosial tanah, dapat diketahui bahwa nilai kepentingan umum di sini bukan untuk merugikan hak pribadi atau hak tanah ulayat. Fungsi sosial pada tanah semata-mata untuk membuat keseimbangan antara kepentingan pribadi atau masyarakat pemilik tanah ulayat dengan kepentingan umum.
Mungkin masih ada yang bertanya; bagaimana supaya fungsi sosial tanah tidak kemudian mengorbankan kepentingan pribadi atau masyarakat adat? Untuk menjawab pertanyaan ini kita hanya perlu menyimak pemberitaan ketika ada proyek pembangunan negara pada lahan milik warga. Terjadi yang namanya kompensasi bahkan ganti untung bagi para pemilik lahan yang terdampak proyek. Berlaku pula bagi masyarakat pemiliki hak ulayat.
Pada situasi inilah keseimbangan antara kepentingan pribadi atau masyarakat adat dengan kepentingan negara (umum) terwujud. Pemilik lahan mendapatkan kompensasi atas tanah sedangkan negara dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk pembangunan. Warga atau masyarakat adat yang memberikan tanahnya kepada negara sebenarnya bentuk nyata dari fungsi sosial tanah.
Perlu pula diketahui bahwa fungsi sosial tanah tidak lain untuk melaksanakan amanah keadilan sosial dalam sila Kelima Pancasila dan idea kesejahteraan dalam Pasal 33 UUD 1945. Dalam kaitannya dengan pembangunan negara atas tanah, fungsi sosial tanah berguna untuk mendekatkan keadilan bagi setiap orang dan masyarakat di seluruh wilayah NKRI.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â