Ruteng, infopertama.com – Tarik ulur pengembangan Proyek Panas Bumi atau Geothermal karenanya adanya penolakan dari kelompok kecil yang mengaku masyarakat adat dibongkar warga asli Poco Leok.
Hal itu disampaikan dalam forum diskusi bersama Bank Pembangunan Jerman atau Kreditanstalt für Wiederaufbau (KfW) yang gelar di Hotel Revayah Ruteng, Jumat, 23 Mei 2025.
Warga asli Poco Leok Pendukung yang menyetujui proyek pengembangan Geothermal atau Panas Bumi unit 5-6 Poco Leok di kecamatan Satar Mese setidaknya membuka opini publik melalui kesaksian mereka.
Andreas Tagut, warga Gendang Mocok menyampaikan bahwa selama ini banyak yang mengklaim bahwa gendang Mocok total menolak proyek Geothermal itu tidak benar. Saya yang berdiri di sini dan tentu masih banyak di belakang saya sangat mendukung dan menyetujui proyek Geothermal ini.
Yang kedua, jelas Andreas Tagut, bahwa sebenarnya selama ini yang melanggara HAM adalah pihak kontra Geothermal. Itu karena, mereka-mereka itu bukanlah pemilik lahan, lahan punya orang lain tapi yang lakukan penolakan orang lain atas nama tanah ulayat.
Bahwa kemudian, dengan adanya Geothermal dampak negatif itu pasti ada, iya. Hanya saja dalam berbagai kegiatan forum PLN sudah berkomitmen untuk meminimalisir itu. “Sebagai orang yang pernah bersentuhan dengan Proyek Geothermal di Ulumbu, saya bisa pastikan itu aman ditangan pihak PLN sebagaimana yang saya alami selama bekerja di sana.
Memang, ini juga pengaruh istilah, dulu kata Andreas, dulu masih menggunakan kata Panas Bumi, Panas Bumi orang semua terima. Sekarang, begitu dikenalkan dengan istilah Geothermal orang pusing semua, mulai ada penolakan juga karena masifnya pengaruh-pengaruh orang berjubah yang mengaku pintar datang ke Poco Leok.
Karena itu, saya meminta kepada PLN, kepada KfW agar segera lakukan pengerjaan di Poco Leok sesuai dengan regulasi yang ada. Bahwa semua persyaratan yang ditentukan atau diminta KfW sudah pasti dipenuhi PLN karena itu yang terjadi selama ini.
“Di beberapa Media kelompok penolak ini mintanya macam-macam, mau ini mau itu minta transparansi dan seterusnya tapi ketika diminta duduk bersama juga kan tetap tidak mau. Mungkin saja supaya kontrak mereka dengan donaturnya tetap berjalan, mungkin saja.” Pinta Andreas lagi.
Ia kembali mengaskan agar Proyek EBT tenaga Oanas Bumi harus tetap dilakukan agar tidak tergantung pada energi fosil.
Selain Agustinus, kesaksian juga dikemukan Cristianus warga Gendang Mesir di hadapan KfW dari kantor Pusat Jakarta. Menurutnya, awal rencana pengembangan Panas Bumi atau Geothermal di Poco Leok sejak tahun 2017.
Sejak saat itu, dari semua wellpad di Poco Leok sampai pada pengambilan sample tidak ada satupun manusia entah itu pro dan kontra yang mengatakan kami setuju dan kami menolak. Artinya, semua orang di sana (Poco Leok) terima dengan proyek ini antara 2017 hingga 2019.
Kemudian, dengan adanya Covid-19 mengakibatkan adanya penundaan hingga beberapa tahun. Sehingga, pada tahun 2022, pemda Manggarai mengeluarkan SK Penetapan Lokasi (Penlok) yang selama ini oleh pihak kontra dituntut untuk dicabut.
Hal itu, jelas Cristianus bahwa tuntutan pihak kontra itu merupakan satu hal yang konyol. Konyol karena salah alamat. Seharusnya mereka menolak sejak awal (2017) jika mereka pemilik lahan, tapi karena mereka bukan pemilih lahan, maka tuntutan pencabutan SK itu penlok itu lebih konyol karena mengatasnakan tanah ulayat pada lahan yang sudah dibagi menjadi hak milik pribadi pemilik lahan.
Ia menambahkan, soal tuntutan keamanan bagi masyarakat seperti yang disyaratkan KfW sebenarnya itu juga yang menjadi permintaan warga pendukung proyek Geothermal. Sebab, sesungguhnya, yang terjadi di Poco Leok kelompok-kelompok penolak ini terus melakukan intimidasi terhadap kami yang yang mendukung.
Ada beberapa peristiwa intimidasi yang kami alami dan sudah dilaporkan kepada pihak kepolisian tapi hingga kini belum ada kejelasan penanganannya. Beberapa rumah dirusaki, dilempari batu dan sebagainya. Bahkan, saat acara sambut baru rumah orang yang mendukung proyek itu dilempari batu.
Hal, lain lanjut Christianus kelompok penolak itu suka bergonta ganti nama dalam menyuarakan aspirasinya. Dulu, mereka menamakan aliansi masyarakat adat karena mungkin AMAN diakui negara, sekarang berubah lagi jadi komunitas masyarakat adat, besok mungkin akan berubah lagi demi kepentingan pihak luar yang menggagalkan proyek Geothermal di Poco Leok.
Bahkan, sekarang fenomena baru di Poco Leok untuk menjadi tua adat itu dilakukan secara demokrasi, melalui voting. Bukan lagi sebagaimana lazim dalam budaya Manggarai berdasarkan garis keturunan tertua atau tertinggi.
Mirisnya, lanjut dia hal ini diinisiasi oleh orang yang selama ini dikenal sebagai tokoh, sebagai pemerhati budaya di Manggarai asal Nderu Poco Leok. Soal siapa orang ini saya kira semua nanti akan mengetahuinya. Ini sungguh miris mengubah tatanan budaya Manggarai demi akses menolak Proyek Geothermal.
Rekomendasi KfW
Diana Arango, Lead Coordinator in Energy Sector in KfW’s Jakarta office, menjelaskan kehadirannya saat ini untuk memverifikasi berbagai isu rencana pembangunan proyek Geothermal unit 5-6 Poco Leok di wilayah kecamatan Satar Mese yang tengah berproses saat ini.
“Kami banyak mendapatkan informasi baik yang pro maupun kontra, informasi ini tidak sama atau tidak konsisten antara satu dengan yang lain,” jelas Diana Arango.
Menurutnya, dengan banyaknya pandangan dari berbagai pihak serta isu terkait pembangunan proyek, Bank Jerman kata Diana, telah mengutus tim independen untuk memverifikasi semua informasi.
Salah satu rekomendasi dari tim independen ini, jelasnya KfW (Bank Pembangunan Jerman) bersama PT. PLN datang untuk mendengarkan langsung berbagai informasi dari berbagai pihak.
“KfW sangat menghargai pendapat dari berbagai pihak. KfW juga tidak hanya mendengar salah satu pihak terkait pembangunan proyek ini,” jelas Diana.
KfW meminta PLN untuk melakukan study tentang kualitas udara, air serta pada saat proyek ini berjalan terkait kebisingan.
PLN kata Diana telah komit untuk menjalankan sejumlah rekomendasi untuk ditindaklanjuti menuju proses konstruksi.
“Tentu hasil dari penelitian ini oleh pihak PLN secara transparan disampaikan kepada masyarakat yang terdampak terkait dampak positif dan dampak negative dari pembangunan proyek geothermal,” sebutnya.
Untuk dua lokasi pemboran panas bumi pada wellpad G dan J yang berlokasi di desa Wewo, jelas Diana, tergantung respon masyarakat, “Ketika masyarakat memberikan dukungan terhadap proyek ini tentu saja KfW tetap membiayai proyek ini.”
Terkait agenda pertemuan antara masyarakat kontra bersama KfW, yang telah diagendakan sebelumnya, namun tak membuka ruang untuk diskusi, Diana menyebutkan KfW tidak bisa memaksa kehendak dan sangat menghargai sikap warga yang menolak.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel