infopertama.com – Dalam sebuah grup pada platform media sosial Facebook [FB], seorang teman memamerkan sebuah foto dari seorang pejabat publik. Pada keterangan foto itu, ia menuliskan demikian, “Ini adalah contoh pemimpin yang merakyat.”
Keterangan itu dibuat oleh teman saya atas pertimbangan dan penilaian bahwa pemimpin yang merakyat ialah seorang yang selalu turun ke jalan, pergi ke kampung-kampung, datang ke rumah-rumah warga dan hadir dalam setiap acara besar yang dilakukan oleh warganya. Itu dapat diketahui dari isi foto yang dipamerkannya.
Pada foto yang diunggahnya tersebut, terlihat seorang pejabat publik sedang menyapa warganya, berdiri di tengah-tengah warga kampung dan sedang ikut merayakan upacara-upacara adat di kampung.
Benarkah Pemimpin yang Merakyat adalah Seperti Itu?
Postingan foto pejabat publik yang diklaim oleh teman saya itu sebagai contoh ‘pemimpin yang merakyat’ tentu mesti kita tangguhkan.
Artinya, kita mesti berpikir lebih jauh apakah hanya karena melakukan hal-hal seperti yang disebutkan di atas maka pejabat publik itu layak disebut sebagai ‘pemimpin yang merakyat’?
Atau secara sederhana kita rumuskan pertanyaannya begini, apakah hanya karena sering hadir di pesta-pesta keluarga atau upacara-upacara adat di kampung maka pejabat publik itu dapat disebut merakyat?
Hal itu juga berlaku ketika seorang pejabat publik masuk ke kampung dan menyapa warganya, apakah hanya karena demikian kita langsung menyebutnya sebagai seseorang [pemimpin] yang merakyat?
Pertanyaan lainnya ialah apakah hal-hal seremonial seperti itu bisa dijadikan tolok ukur merakyat atau tidaknya seorang pejabat publik [pemimpin]?
Saya sendiri memiliki pandangan lain bahwa ukuran yang menentukan seorang pejabat publik [pemimpin] disebut sebagai ‘pro rakyat’ atau ‘merakyat’ tidak bisa hanya dilihat dari hal-hal tersebut di atas.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel