Jakarta, infopertama.com – Mentri Keuangan Sri Mulyani mengumumkan kenaikan cukai rokok Pertengahan Desember 2020. Bahwa cukai hasil tembakau atau cukai rokok naik sebesar 12.05 persen.
Kenaikan cukai rokok yang berlakukan per Januari 2021 itu menuai banyak kritikan jika ‘tak imbangi dengan pengawasan yang ketat di lapangan.
Pasalnya, menurut ekonom senior Indef Enny Sri Hartati bahwa, selama ini, para mafia cukai memiliki trik dan modus operandi yang sangat licik. Dan, selalu ada keterlibatan pihak terkait. Menurutnya, bahwa kenaikan harga Cukai hasil tembakau atau cukai rokok hanya berlakukan pada rokok non SKT. Atau hanya pada rokok SKM dan SPM.
Modus yang sering para mafia gunakan, menurud dia adalah penempatan pita cukai rokok yang tidak sesuai. Tidak naiknya harga cukai rokok SKT menjadi kesempatan emas bagai para mafia cukai.
Menurud Indef, Pita cukai rokok SKT pada 2021 akan mengalami peningkatan permintaan daripada pita SKM bagi produsen-produsen Rokok kelas menangah. Kondisi ini, tentu baik karena akan semakin banyak penyerapan tenaga kerja pada industri rokok kretek, mengingat meningkatnya permintaan produsen rokok akan pita cukai rokok SKT.
Sayangnya, peningkatan permintaan pita cukai SKT berbanding terbalik dengan fakta di lapangan. Pengangguran makin banyak terjadi karena penyerapan tenaga kerja pada industri rokok kretek berkurang, lanjut Indef.
Kondisi ini terjadi, pasalnya, pita cukai SKT akan ditempatkan pada rokok SKM.
Rokok SKM, proses produksinya menggunakan mesin, jumlah produksinya pun sangat banyak dan cepat. Tentunya tidak membutuhkan banyak tenaga kerja, lanjut dia menjelaskan.
Populernya rokok SKM 20 batang di pasaran dengan harga yang relatif murah karena mereka menempatkan pita cukai SKT. (Red)
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel