infopertama.com – Hampir dipastikan sebagian besar masyarakat sudah akrab dengan yang namanya media sosial (medsos).
Platform-platform seperti youtube, instagram, facebook, tiktok dan lainnya; tidak lagi menjadi sesuatu yang asing bagi masyarakat kita. Bahkan, sedari kecil anak-anak kita sudah mengenal medsos karena hampir setiap orang tua telah menjadi pengguna medsos.
Fenomena sosial seperti ini sebenarnya hal yang sangat wajar di tengah peradaban teknologi dan kecanggihan dewasa ini.
Fenomena medsos kemudian menciptakan kecanduan bagi para penggunanya sehingga setiap informasi yang bertebaran di medsos selalu cepat tersebar. Bahkan secara real time dinikmati khalayak luas. Atas pengaruhnya yang signifikan, medsos kemudian sering kali dijadikan sebagai wadah ideal untuk menerangkan seterang-terangnya suatu peristiwa.
Bentuk-bentuk paling nyata dari tindakan seperti ini ialah melalui klarifikasi dan konferensi pers (konpers).
Klarifikasi lazim dilakukan untuk menjelaskan suatu peristiwa yang dialami oleh seseorang atau kelompok ataupun pejabat pemerintahan. Konpers juga melakukan hal yang sama. Hanya saja prosedurnya cukup formal yakni dengan mengundang media dan insan-insan jurnalis untuk menjelaskan suatu peristiwa yang terjadi atau yang dialami. Klarifikasi dan konpers sangatlah berguna untuk memberikan informasi yang seterang-terangnya kepada publik.
Namun demikian, tidak dinafikan juga bahwa tidak jarang tindakan menerangkan suatu peristiwa di medsos dilakukan untuk pembenaran diri. Tidak heran banyak sekali ditemukan informasi-informasi yang bertentangan antara pihak yang satu dengan yang lainnya, terhadap satu peristiwa. Tanpa disadari publik tindakan-tindakan pembenaran diri melalui medsos sebagai upaya mencari sensasi dan mendulang simpati publik.
Baru-baru ini peristiwa yang terjadi di wilayah Poco Leok diwarnai klarifikasi dan konpers terkait insiden pengamanan terhadap seorang Pemimpin Redaksi (Pemred) media floresa dan 3 warga dari kelompok massa aksi tolak geotermal.
Untuk diketahui, peristiwa ini terjadi ketika Tim Persiapan Pengadaan Lahan Pemda Manggarai melakukan identifikasi lahan untuk acces road menuju wellpad D di Desa Mocok, Poco Leok dalam rangka pengembangan PLTP Ulumbu Unit 5-6.
Pada peristiwa ini, pihak keamanan yang dalam hal ini Kepolisian Resort Manggarai yang bertugas di lapangan untuk mengamankan aksi massa menjelaskan bahwa tindakan pengamanan dilakukan terhadap 4 orang dilakukan untuk menjaga kondusifitas. Anggota di lapangan rupanya menganggap tindakan 4 orang berpotensi memprovokasi massa sehingga langsung mengamankan mereka. Ditakutkan bahwa akan terjadi bentrok antarwarga karena sejatinya sebagian besar masyarakat Poco Leok mendukung geotermal.
Keterangan resmi dari Kepolisian Resort Manggarai diterangkan langsung oleh Kapolres Manggarai AKBP. Edwin Saleh sebagaimana ditayangkan pada kanal youtube Swara Net Tv pada 5 Oktober 2024.
Diterangkan oleh Kapolres bahwa pengamanan adalah kewajiban polisi untuk memastikan keamanan kegiatan yang dilaksanakan. Dijelaskan pula bahwa penyekapan itu tidak ada; dan kalaupun anggota melakukan kekerasan maka silahkan dilaporkan dan beserta bukti-buktinya. AKBP. Edwin Saleh juga menyingung soal identitas jurnalis yang tidak dapat ditunjukan Pemred flores ketika hendak meliput.
Seolah masing-masing pihak hendak menyampaikan kebenaran versinya, pada 7 Oktober 2024 Pemred yang sempat diamankan dan 3 warga lainnya melakukan konpers pada kanal youtube floresadotco. Konpers ini juga dihadiri pendamping hukum dan dewan pers. Dijelaskan oleh Pemred media floresa bahwa ia mengalami tindakan-tindakan kekerasan oleh polisi. Ada 3 bentuk tindakan pidana yang dilakukan polisi terhadap dirinya yakni kekerasan fisik; perampasan aset; dan intimidasi.
Begitu pula seorang warga yang menerangkan mengalami pemukulan oleh polisi. Dewan Pers Erick Tanjung menjelaskan bahwa apa yang dialami Pemred floresa sudah masuk kategori pidana sesuai UU Pers. Kuasa hukum mereka kemudian berjanji akan membawa kasus yang dialami Pemred dan 3 warga lainnya ke jalur hukum. Ini artinya, peristiwa pengamanan oleh polisi terhadap 4 orang di Poco Leok akan ditempuh melalui jalur hukum.
Konpers yang dilakukan Kapolres Manggarai AKBP. Edwin Saleh dan Pemred floresa beserta 3 warga yang pernah diamankan, tentu saja menciptakan dilema publik. Mana informasi yang terang seterang-terangnya? Apakah keterangan Kapolres Manggarai atau Pemred floresa dan jajaran narasumber konpers? Tentu saja publik terbelah. Meskipun efek dua konpers berbeda versi terhadap satu peristiwa akan berdampak besar, tidak kemudian membuat kita menjadi apatis dengan pemberitaan-pemberitaan yang ada.
Hal yang paling penting dilakukan dalam menghadapi peristiwa seperti ini adalah bukan terus menggalang simpati publik dengan menjadikan media sebagai alat framing. Akan tetapi, dengan menempuh jalur hukum. Ini negara hukum! Bukan negara youtube! Setiap peristiwa hukum yang terjadi, sekalipun dilakukan oleh aparat penegak hukum semisal polisi maka wajib hukumnya untuk diproses sesuai hukum yang berlaku.
Selain itu, sangatlah penting untuk menjadikan media sebagai alat untuk menebarkan informasi yang valid. Bukan curhatan untuk mencari simpati. Terutama pula berhentilah bertingkah akrobatik semacam para elit nasional yang suka bermain playing victim. Maka dari itu, sudah sebaiknya kita sebagai masyarakat pengguna medsos selalu bersandar pada informasi-informasi valid dari pihak-pihak yang memang memiliki legitimasi hukum untuk itu. Curhatan dan bermain playing victim memang efektif, tapi itu tidak akan mengubah fakta.
Semoga peristiwa yang terjadi segera dituntaskan. Terlebih lagi semoga masyarakat terutama warga Poco Leok berani untuk katakan tidak ketika diancam dengan ayat-ayat suci. Sebagai kalimat penutup…untuk para agitator dan propagandis berhentilah menjadikan warga Poco Leok sebagai tameng hidup. Biarkan perempuan-perempuan Poco Leok terbuka dengan kemajuan dan kelak berkreasi dalam meningkatkan ekonomi mereka demi masa depan anak cucu mereka.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â