Kemudian, berikutnya dari sisi kondisi makro, yakni soal pemulihan ekonomi. Ketika kondisi ekonomi masyarakat sedang dalam tekanan, sementara itu kita (pemda) memilih untuk menghilangkan lapangan kerja mereka, lalu kapan pulihnya? Sehingga, kita menilai tidak ada urgensinya [merumahkan].
“Kalau mau pulih ya pulih bersama, minimal kita tidak menghilangkan pekerjaan dari teman-teman ini.”
Meski, Bupati menyadari keputusan ini memiliki banyak resiko. Karena, banyak anggaran terpakai untuk membiayai tenaga honorer sementara anggaran infrastruktur akan berkurang sejak 2021.
Bagi Bupati Nabit, yang harus dijaga adalah perputaran ekonomi bagi keluarga Non ASN yang akan berdampak pada perekonomian lokal. Ketika itu terjadi, maka daya beli masih ada pada masyarakat.
“Sementara kalau kita ke infrastruktur, pengerjaan lapen misalnya. Sebagian kecil saja untuk tenaga kerja, sedangkan sebagian besarnya untuk beli aspal. Aspal ini belianya di Surabaya, bukan di sini. Begitu juga kalau bikin setapak. Kan kita butuh semen. Semen ini kan juga di sana, bukan di sini. Itu kalau kita bicara konteks pemulihan ekonomi.”
Pertimbangan berikut dari Bupati Nabit mempertahankan Honorer adalah soal kemanusian. Untuk pembiayaan ini, uangnya salah satunya bisa ambil dari TPP, tamsil dari ASN dipotong setengah asal jangan nol tuk teman-teman honorer.
Ia pun berharap bagi tenaga non-ASN agar kedepan semakin disiplin dan meningkatkan profesionallitas dalam bekerja.
“Mumpung pemerintah pusat mau memenuhi keinginan kita (non ASN) maka harus ada timbal balik dengan disiplin tinggi dan profesionalitas dalam bekerja.”
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp ChanelÂ
Â