Ingat! Geothermal Bukan Tambang!

Pengembangan Geothermal
Lokasi PLTP Ulumbu di Desa Wewo, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai yang berdekatan dengan pemukiman warga. (Foto: dok. JATAM)

infopertama.com – Ketika berhadapan dengan proyek panas bumi (geothermal) masih begitu sering kita temukan narasi sesat yang mengatakan geothermal adalah tambang. Padahal secara peraturan perundang-undangan sudah terang benderang mengatur bahwa geothermal bukan sebagai kegiatan pertambangan. Dengan demikian menjadi suatu kekeliruan fatal ketika mendengungkan geothermal sebagai tambang.

Pengamat tambang Ferdi Hasiman dalam kegiatan sosialisasi geothermal yang diselenggarakan oleh Pemda bersama PLN bertempat di Aula Ranaka, Kantor Bupati Manggarai (25/07/2024) menegaskan bahwa dirinya memang menolak tambang tetapi mendukung geothermal karena geothermal bukanlah tambang.

Ia menuturkan: karena itu saya berani untuk mengatakan saya terima geothermal karena ada unsur transisi energi di sini, kita sangat membutuhkan sekali. Kalau geothermal ini berkembang di Flores saya sangat yakin akan sangat banyak investasi yang masuk di sana. Baik itu pariwisata maupun aset kelautan yang luar biasa.

Kalau dicermati pernyataan aktivis anti tambang di atas, maka dapat dipahami bahwa tuntutan kebutuhan masyarakat dan zaman mengenai transisi energi memang paling realistis dilakukan dengan mengeksploitasi geothermal. Bahkan, Hasiman juga berharap dengan adanya proyek geothermal investasi-investasi di sektor pariwisata ataupun kelautan akan menggeliat di Manggarai dan Flores.

Mengenai narasi-narasi sesat yang berseleweran di media sosial, terutama dari kelompok penolak geothermal dapat diketahui bahwa mereka memang kurang update (kudet) dengan keilmuan dan peraturan tentang geothermal. Secara peraturan memang pola pikir proyek geothermal sebagai kegiatan pertambangan, tidak dapat dipungkiri sebagai konstruksi berpikir yang terbangun di dalam UU Nomor 27 Tahun 2003 Tentang Panas Bumi. Materi muatan dalam UU lama ini mengatur bahwa geothermal adalah kegiatan pertambangan layaknya pertambangan mineral dan batubara.

UU Panas Bumi tahun 2003 kemudian diubah untuk disempurnakan dengan UU Nomor 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi. Pada UU terbaru ini konstruksi berpikir tentang geothermal sudah diluruskan dari kegiatan pertambangan menjadi kegiatan bukan pertambangan. Pertanyaannya sekarang ialah mengapa terjadi perubahan radikal dalam konstruksi berpikir UU Panas Bumi?

Mari kita kedepankan dua alasan berikut untuk menjawab pertanyaan di atas. Pertama, pertambangan merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan (perhatikan UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral dan Batubara) sedangkan geothermal bersifat terbarukan (perhatikan UU No. 21 Tahun 2014 Tentang Panas Bumi). Tidak terbarukan artinya dapat habis sedangkan terbarukan berarti tidak akan habis. Sifat terbarukan inilah yang menjadikan geothermal sebagai energi alternatif dalam upaya transisi energi dewasa ini.
Kedua, pertambangan bersifat mengeruk habis sumber daya alam yang ada di dalam perut bumi sehingga cenderung eksploitatif. Sementara itu, geothermal memanfaatkan panas bumi dan sisa habis pakainya dikembalikan lagi ke dalam bumi sehingga ketersediaannya terus ada. Sifat eksploitatif pertambangan itulah yang kemudian memberi dampak buruk bagi lingkungan.

Selain itu, kandungan emisi dari bahan hasil pertambangan cenderung tinggi sehingga menyebabkan polusi. Sedangkan geothermal memiliki dampak minim terhadap kerusakan lingkungan.
Ingat! Geothermal bukan tambang!

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel 

 

error: Sorry Bro, Anda Terekam CCTV