Cepat, Lugas dan Berimbang

Guru Mutu Pendidikan Maju

Guru Mutu
Para Guru sekecamatan Ruteng gelar apel Peringatan Hari Guru tahun 2022 di Lapangan Bola Sepak SMP katolik Santu Klaus Kuwu. (Foto: Ignas Harjon)

Oleh Apolonius Barung, S.Pd*

Lahirnya Hari Guru Nasional secara resmi penetapannya pada tahun 1994 berdasarkan keputusan presiden nomor 78 tahun 1994. Momen pemilihan Hari guru Nasional bertepatan dengan hari lahirnya Organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia atau Hari PGRI.

Di tengah Lika-liku pasca merdeka, para guru melangsungkan kongres pendidik bangsa di sekolah Guru Puteri Surakarta, Jawa Tengah. Kongres tersebut dipimpin oleh tokoh pendidik seperti Amin Singgih, Rh. Koesnan dan kawan-kawanya yang berlangsung selama dua hari 24-25 November 1945. Keputusan para guru yang terlibat dalam kongres tersebut tentu bukan hal yang mudah dilakukan. Pasalnya kondisi Indonesia yang belum sepenuhnya pulih. Guru-guru yang terlibat adalah guru-guru hebat, kuat dan tentunya bermutu.

Guru Mutu Pendidikan Maju mungkin itu klausa yang dapat mewakili peran seorang guru dalam mendidik dan menumbuhkembangkan generasi-generasi penerus bangsa.

Klausa di atas terdiri dari dua frasa yang menjalin hubungan kausalitas yang tak dapat disangkal. Pendidikan yang maju tentunya tidak terlepas dari peran para guru yang bermutu.

Menilik pernyataan Nelson Mandela, mantan Presiden Afrika Selatan dan peraih nobel perdamaian, bahwa education is the most powerful weapon which you can use the change the world. Kalau kita ingin membangun bangsa ini, mewujudkan individu dan masyarakat yang cerdas dan sejahtera kehidupannya, maka pendidikan menjadi kata kunci.

Sudah majukah pendidikan di Indonesia?

Pertanyaan ini tentunya menjadi pertanyaan kolektif dari semua guru di Indonesia. Sejumlah data bisa kita gunakan untuk menilai, menguji ataupun autokritik terhadap mutu pendidikan di Indonesia. Berdasarkan indeks pembangunan manusia yang dikeluarkan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 2014 kualitas manusia Indonesia bertengger pada posisi ke 108 dari 187 negara. Sementara malaysia ada pada posisi ke 62, Singapura ke 9, dan thailand ke 89. Data yang kurang lebih sama dikeluarkan oleh world economic forum (2014) bahwa tingkat daya saing Indonesia ada pada posisi ke 34. Sementara Malaysia ke 20, Singapura ke 2 dan Thailand menempati urutan ke 31. Lalu, dari aspek struktur pendidikan tenaga kerja Indonesia 55,31% tenaga kerja berpendidikan Sekolah Dasar (SD) ke bawah, yang berpendidikan tinggi 11,98% (kompas 2014).

Merujuk pada data di atas, ini adalah tamparan keras bagi guru di Indonesia sebagai garda terdepan dalam memajukan pendidikan. Dan, mesti menjadi spirit untuk bisa menyaingi negara-negara tetangga di Asia. Guru Indonesia harus lebih kerja keras dan berkomitmen menuju pendidikan yang maju.

Harapan mewujudkan guru bermutu dan pendidikan yang maju adalah dambaan segenap masyarakat Indonesia. Pemerintah Indonesia tak ragu merogo saku untuk memajukan pendidikan Indonesia. Di kutip dari laman kemenkeu Anggaran Pendidikan Tahun 2023 Sebesar Rp608,3 Triliun pemerintah Indonesia mengalokasi 20% dari anggaran belanja negara dalam APBN 2023. “Anggaran pendidikan tahun 2023 sebesar Rp608,3 triliun dengan perincian Rp233,9 triliun untuk Program Indonesia Pintar kepada 20,1 juta siswa dan Kartu Indonesia Pintar Kuliah untuk 976,8 ribu mahasiswa. Rp305 triliun yang disalurkan melalui Transfer ke Daerah ditujukan untuk membiayai operasional sekolah bagi 44,2 juta siswa dan untuk biaya operasional PAUD bagi 6,1 juta peserta didik. Rp69,5 triliun disiapkan untuk dana abadi pendidikan termasuk dana abadi pesantren, dana abadi riset, dana abadi perguruan tinggi, dan dana abadi kebudayaan.

Tapi kenyataan tak selalu mengembirakan, kondisi pendidikan di Indonesia masih sangat memperihatinkan. Upaya yang pemerintah lakukan belum sepenuhnya menuntaskan persoalan pendidikan. Kekurangan jumlah guru (shortage) khususnya pada daerah-daerah terluar, terdepan, dan tertinggal masih menjadi hal lumrah dan terus menjadi beban seakan tak berujung; distribusi media, alat dan bahan sebagai penunjang pendidikan yang tidak seimbang juga menjadi ironi lantaran di tengah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin cangih guru di Indonesia masih berkabung pada konsep-konsep konvensional dalam praktik pembelajaran (unbalanced distribution); kualifikasi di bawah standar (under qualification); Guru kurang kompeten (low competence); serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang diampu (missmatched).

Seberapa mutu guru di Indonesia?

Pertanyaan reflektif sekaligus notifikasi yang perlu dibuka oleh kita para guru Indonesia. Mutu guru Indonesia masih jauh dari kata sempurna. Apa kabar siswa Indonesia? Sangat disayangkan berdasarkan data hasil uji kompetensi terhadap 1,6 juta guru oleh Kemdikbud 2015 menunjukkan bahwa 1,3 juta guru (81%) mendapatkan nilai di bawah 60, hanya 192 guru (0,01%) yang nilainya 90-100, dan sekitar 130 ribu guru mendapatkan nilai 0-30 (8,13%).

Kondisi ini belum mengalami perubahan yang signifikan dibanding data uji kompetensi 2012 yang reratanya mencapai 46,41. Dari sisi jumlah guru yang berimplikasi pada rasio guru-siswa, kita patut bertepuk dada karena rasio guru-siswa Indonesia tergolong sangat baik. Untuk rasio guru-siswa SD adalah 1:20, lebih baik dibandingkan Thailand, China, dan Korea.

Guru Mutu
Apolinius Barung, S.Pd (Dokpri)

Demikian juga untuk rasio guru-siswa SMP Indonesia mencapai 1:14, lebih baik dibanding Korea, Inggris, dan bahkan Amerika Serikat. Tampak bahwa korelasi antara jumlah dan mutu guru Indonesia berbanding terbalik. Hal ini secara implisit memberi sinyal bahwa kita para guru indonesia lebih bangga terhadap kuantitas ketimbang kualitas.

Indonesia maju mesti menjadi tanggung jawab langsung dari kita para guru, keberhasilan generasi mendatang dikendalikan oleh kita. Profesi guru mesti diangap sebagai suatu panggilan hati yang perlu dijalani dengan penuh rasa tanggung jawab.

Selain itu guru mutu juga harus diberikan pendidikan dan pelatihan keilmuan, keguruan, dan keterampilan, seperti keterampilan hidup (life skills), keterampilan bahasa asing, keterampilan sosial, keterampilan manajerial, secara berkala dan berkelanjutan sehingga guru bermutu bisa menjadi penerang dan pencerah teladan bagi peserta didik dan masyarakatnya. Jika komitmen budaya mutu tersebut dapat diaktualisasikan secara holistik integratif, maka masa depan pendidikan nasional diharapkan dapat mencerdaskan dan mencerahkan kehidupan bangsa. Dengan begitu, guru bermutu memang berkompeten menjadi penggerak Indonesia maju.

* Tenaga Pendidik atau Guru di SMP Swasta Katolik Santu Klaus Kuwu, kecamatan Ruteng

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel