Ruteng, infopertama.com – Yayasan Ayo Indonesia dikunjungi 2 tamu asing beberapa minggu lalu, 1 orang Swiss dan 1 orang Dayak. Keduanya datang dari jauh untuk lejong (bertamu) bertukar pengalaman tentang usaha pertanian dengan beberapa petani mitra dari Ayo Indonesia di Lembor, Ketang pasar sotor, Null, Jing Golo Ndari dan kampung kopi Wela Golo Worok, selama 5 hari, dari tanggal 5 september sampai dengan tanggal 9 september 2021.
Para staf pendamping program agrobisnis di Yayasan Ayo Indonesia tentu merasa senang didatangi orang asing. Sebab setiap perjumpaan bagi mereka sangat bermakna lantaran kesempatan ini pasti mengandung konten pertukaran pengalaman. Peristiwa ini sangat bersejarah tentu bagi Yayasan Ayo Indonesia, walaupun hasil karyanya bersama petani dalam program pemberdayaan belum dapat membawa perubahan besar. Tetapi kehadirannya di Manggarai telah mengubah tidak sedikit orang secara sosial ekonomi.
Perjumpaan dengan dua orang asing (Swiss dan Dayak) dengan Yayasan Ayo Indonesia itu dilandasi oleh satu semangat untuk berkontribusi mengatasi persoalan kemiskinan, mencegah petani-petani termarginalisasi oleh kemajuan pembangunan dan mempromosikan pertanian permanen (permakultur) secara organic.
Bagi Yayasan Ayo Indonesia yang menerima kedatangan (tuan rumah) tamu, berinteraksi dengan orang yang berbeda latar belakang, baik dari segi budaya, pengalaman maupun pengetahuan tentu bermakna menjadi hal positif. Karena pasti akan mendapatkan pengalaman baru dalam bentuk input ataupun kritikan terhadap apa yang telah dicapai dalam program pemberdayaan. Baik input maupun kritik keduanya dipandang sebagai kekuatan dari luar untuk mendorong peningkatan kapasitas (skill dan mind) agar dapat menemukan strategi inovatif yang sesuai dengan perkembangan jaman dalam kerja pemberdayaan.
Yayasan Ayo Indonesia memang dari awal memposisikan dirinya sebagai Rumah Belajar, maka setiap orang yang diberi tanggungjawab atau peran baik sebagai Manager Program, Koordinator maupun staf program harus memiliki mindset dimana dirinya adalah orang yang selalu “haus” untuk belajar sebab kemajuan adalah kepastian dan tidak boleh ditinggal oleh kemajuan itu.
Ekonomi berubah setelah berbisnis sayur-sayuran

Anton Kipler kagum dengan 1 keluarga di Kakor, Lembor yang telah berhasil berbisnis sayur-sayuran. Rita Giut, dengan bangga menunjukkan hasil kerjanya kepada Anton Kipler berupa bedeng yang telah ditumbuhi sayur-sayuran, jenis kangkung darat, cabe besar dan tomat. Ketiga jenis sayur-sayuran tersebut tampak tumbuh subur dan tegar sebagai dampak dari penggunaan arang sekam, pupuk organik dan perawatan tanaman yang dilakukan setiap hari. Kepada kedua tamu itu, Rita menceritakan tentang hasil penjualan sayur-sayuran dari lahannya yang berukuran luas 6 are dan cara menjual yang menggunakan media sosial.
Pada musim tanam pertama tahun ini, kata Rita omzet penjualan dari tomat, cabe kecil dan kangkung mencapai puluhan juta rupiah, penghasilan dari usaha ini dapat mencukupi biaya Pendidikan kedua anaknya di SMPK Santu Klaus Kuwu bahkan untuk membangun rumah.
Sebagian hasil penjualan sayur-sayuran, lanjut Rita, disimpan di Koperasi Kredit CU Florette.
Ketekunan Rita dan Suaminya menyimpan uang di Lembaga Koperasi ini memungkinkan mereka mendapat pinjaman untuk membangun rumah sederhana. Keberhasilan yang luar biasa ini, sayangnya, tidak ditiru oleh petani lain di sana, meski Rita dan Suaminya tanpa bicara banyak telah menunjukkan sesuatu yang beda di kebun mereka di samping dan belakang Rumah. Satu hal menarik yang keluar dari mulut Rita secara lugas disampaikan ketika menceritakan tentang perjalanan usahanya, adalah setiap uang yang masuk dari hasil penjualan sayur-sayuran dikeluarkan untuk menyimpan di Koperasi Simpan Pinjam CU Florette. Sehingga dapat dikatakan bahwa keluarga ini sungguh paham tentang melek keuangan (financial literacy)
Perjalanan hari kedua dengan Pa Anton Kipler dan Peritno yang kami menyebutnya sebagai perjalanan pertukaran pengalaman dilanjutkan dengan mengunjungi dua petani sukses di belakang pasar sotor Ketang.

Di sana mereka bertemu dengan Herman dan Martinus didampingi oleh isteri dan anak mantu mereka. Di dalam rumah sederhana berdinding gedek milik Herman yang telah dibentangi tikar pandan berwarna merah dan ungu dengan motif khas manggarai, Anton Kipler dan peritno yang didampingi oleh Staf Agrobisnis Yayasan Ayo Indonesia diterima secara adat Manggarai, “Manuk Kapu” penuh keramahtamahan. Ayam jantan putih simbol ketulusan hati untuk menerima tamu yang dipandang sebagai bagian dari keluarga, terlihat dipegang erat oleh martinus dalam posisi duduk bersila kemudian menarasikan secara budaya manggarai kata-kata penyambutan selamat datang.
Saya duduk agak jauh dari kedua tamu tersebut, mengambil posisi dekat pintu masuk, menyaksikan tuan rumah menunjukkan raut wajah tersenyum dan tampak sumringah, tentu dimaknai sebagai tanda bahwa mereka senang dikunjungi orang asing, sangat bersejarah, ada orang yang asing datang bertamu. Tetapi kalau menghubungkannya dengan cerita mereka di halaman rumah, rasa kebahagiaan itu tidak terlepas dari suatu pengalaman berharga dimana mereka telah mendapatkan jutaan rupiah dari hasil penjualan sayur-sayuran yang beli oleh pedagang sayur dari Pasar Wae Nakeng, Lembor dan dari Ruteng pada minggu sebelumnya.

Anton Kipler dan Peritno kelihatannya sangat senang dengan cara kelompok tani pasar sotor menyambut tamu. Anton secara spotan mengatakan kepada mereka, “hari ini saya merasa sangat bahagia, diterima dengan penuh senyum dan kita telah menjadi satu keluarga besar meski saya tinggal di Swiss,” ujar anton yang telah berusia 73 tahun ini.
Mengembangkan pola pertanian terintegrasi menjamin kesuburan tanah
Herman kemudian mengajak Anton dan Peritno ke kebun miliknya, bekas lahan sawah, berukuran luas ¼ hektar, terletak persis di belakang rumahnya. Sayur jenis Salad, fanboks dan brokoli tumbuh subur, tidak heran kalau sayur-sayuran itu mampu menarik perhatian untuk segera dilihat dari dekat dan dipegang. Daunnya segar dan utuh tak ada satu hamapun terlihat, batang dari sayur-sayur itu kelihatan berukuran cukup besar pertanda tanahnya kaya akan unsur hara. Pemandangan demikian dengan obyek sayur-sayuran tumbuh di atas bedeng yang ditata rapih itu mengundang hasrat Anton untuk mengambil HP di saku celana lewisnya lantas meminta seserang mengambil foto bersama pemilik kebun dan beberapa petani dengan posisi berdiri dengan muka senyum di celah-celah bedang.

Kepada kedua tamu itu yang berdiri di tengah kebun sayur, Herman menjelaskan bahwa pupuk yang digunakan adalah kotoran kambing dan babi, sambil menjelaskan Panjang lebar tentang pupuk organic, dia menunjukkan letak kandang kedua jenis ternak dan ternyata posisi kandang dekat dengan lokasi kebun sehingga tidak sulit bagi dia dan isterinya untuk mengangkut pupuk ke lokasi kebun. Dia menerapkan pola pertanian terintegrasi, antara pemeliharaan ternak dan usaha sayur-sayuran. Pola ini sangat masuk akal untuk memastikan kontinuitas produksi.

Cerita yang tidak kalah menariknya dari herman mencengangkan anton dan peritno adalah tentang alasannya menanam sayur-sayuran dengan cara mengubah lahan sawah menjadi “ladang uang” bagi keluarganya. Herman menegaskan kembali bahwa kebun sayurnya dulu, kurang lebih 5 tahun lalu, adalah lahan sawah dengan 1 kali musim tanam saja karena terbatasnya air, hasil padi tidak mencukupi kebutuhan pangan dan keuangan keluarga saat itu sebab lahan sawahnya itu tidak subur.
Berdasarkan karakteristik, tanah di lokasi kebunnya termasuk ke dalam jenis “tanah bontong jarang” (pantat kuda) atau istilah dalam ilmu tanahnya dikenal dengan sebutan tanah pod solik kuning. “Hasil padi paling tinggi 5 karung setara 350 kg beras atau jika dirupiahkan sama dengan Rp 3.500.000 untuk 1 musim tanaman yang jangka waktu panennya 5 bulan,” kata Herman. Namun sejak Herman dan Isterinya memutuskan untuk beralih ke usaha sayur-sayuran, keadaan berubah, di atas lahan kurang subur itu, kemudian dihasilkan puluhan juta rupiah dari hasil penjualan fanboks, ketimun, Brokoli, Terung, kol dan salad. Hal ini, ungkap Herman, berkat keseringan menggunakan pupuk organic dari kotoran ternak dan ditambah dengan arang sekam, dalam satu musim tanam yang durasinya 4 bulan.
Buah pikiran dari Anton merespon apa yang dilihat dan didapat selama kunjungan pertukaran pengalaman itu adalah Yayasan Ayo Indonesia perlu melakukan survey pasar (permintaan) di Labuan Bajo untuk menentukan pola tanam, terus menyadarkan keluarga petani mengkonsumsi sayur-sayuran setiap hari agar anggota keluarga sehat, konsisten mendorong petani untuk mengembangkan pertanian permakultur, mencari tehnologi pengendalian hama secara alamiah, membangun visi dari para petani dan sebaiknya menghindari penggunaan urea yang berlebihan sebab hari ini kita mendapatkan hasil yang banyak karena urea tetapi anak cucu kita di masa depan menuai kesulitan dalam bertani.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel