Ruteng, infopertama.com – Sejumlah masyarakat dan Pengurus Unit Lembaga Pendidikan Paroki Rejeng mengaku keberatan terhadap keputusan sepihak yang telah dilakukan oleh keuskupan Ruteng untuk mengalihkan pengelolaan dua lembaga pendidikan SMPK dan SMAK St. Stefanus Ketang Kepada Yayasan Sukma Pusat Ruteng.
Penolakan terhadap keputusan sepihak pengalihan pengelolaan tersebut didasari dengan berbagai pertimbangan yang muat dalam surat penolakan yang sudah layangkan ke Uskup Ruteng Mgr. Siprianus Hormat tertanggal 17 Januari 2022.
Paroki Rejeng Kecamatan Lelak selama ini mengelola dua lembaga pendidikan yakni SMPK dan SMAK St. Stefanus Ketang. Lembaga pendidikan St. Stefanus merupakan aset paroki dan merupakan salah satu lembaga pendidikan Katolik berbiaya murah. Namun, kaya akan prestasi yang masih dipercaya memberikan layanan pendidikan yang berkualitas di tengah tren sekolah-sekolah swasta Katolik dengan biaya yang semakin mahal setiap tahunnya, sehingga lembaga ini dapat diperhitungkan.
Sosialisasi Setelah Ditolak
Menindaklanjuti keputusan sepihak oleh Uskup sekaligus menanggapi pernyataan penolakan dari pengurus unit St. Stefanus Ketang maka dibuat sosialisasi pada Rabu, 8 Juni 2022, di Aula Paroki Rejeng Kecamatan Lelak, Manggarai, NTT.
Pantauan infopertama.com, hadir dalam sosialisasi tersebut, Vikaris Jenderal Keuskupan Ruteng, RD Alfons Segar, Ketua JPIC Keuskupan, RD Marten Jenarut, Vikep Keuskupan RD Geradus Janur. Komisi Pendidikan Kesukupan Ruteng RD Frans Nala dan RD Bone Rampung utusan Yayasan Sukma dan Pastor Paroki Rejeng serta pengurus dewan paroki, tokoh masyarakat, para pendidik SMPK dan SMAK St. Stefanus Ketang.
Alfred Hasman Rengka, Ketua Pengurus Unit Lembaga Pendidikan Santo Stefanus Ketang dalam sosialisasi tersebut lantang menolak atas keputusan tersebut.
Menurutnya, Yayasan Sukma dari dahulu tidak memiliki andil apapun baik konsep pengembangan sekolah maupun ketika krisis keuangangan melanda sekolah itu.
“Sekolah ini sering mengalami pasang surut. Dan, umat paroki berkali-kali ikut berkontribusi untuk menyelamatkan sekolah ini. Tapi, di saat kita mengalami kesulitan keuangan ke mana Yayasan Sukma?” Ujar Alfred Rengka.
Baca Juga: Yasukma Ruteng Pungut Iuran ke Siswa SDK, Guru: Hanya Tau Minta, Tapi Tak Pernah Beri
Alfred juga mengatakan kekwatirannya, jika dua sekolah itu dialihkan pengelolaanya oleh Yayasan Sukma maka pengelolaan yang begitu akrab dengan umat paroki dengan lingkungan Pendidikan St. Stefanus Ketang pasti diubah. Termasuk uang sekolah yang tidak pro dengan keadaan ekonomi masyarakat setempat.
“Visi misi sekolah Santu Stefanus Ketang adalah agar anak-anak di Paroki Rejeng ini dapat mengenyam pendidikan di sini saja. Tanpa harus sekolah di Ruteng. Kemudian visi misi sekolah ini juga bukan orientasi keuntungan. Biar murah tapi kesejahteraan guru tetap diperhatikan dan sekolah ini tetap berprestasi,” kata Alfred Rengka.
“Kemudian ketika dikelola oleh Sukma keuangannya pasti akan diubah. Pastikan disamaratakan dengan Fransiskus dan sekolah katolik lain. Sedangkan visi misi ingin membantu umat dibantu pendidikannya dengan mempertimbangkan ekonomi juga,” ungkap Alfred.
Pendekatan Kekuasaan dengan Mengabaikan Dialog
Alfred menilai, Uskup Ruteng maupun Yayasan Sukma lebih mengutamakan pendekatan kekuasaan keuskupan ketimbang dialog. Akibatnya, kata dia, surat keputusan yang diteken Uskup Ruteng jelas-jelas memojokkan peran pengurus unit yang selama ini telah berjasa membesarkan dua sekolah tersebut.
“Pada pertemuan di Kevikepan tanggal 3 Desember September 2021, saat itu juga saya menolak. Lalu, keputusannya adalah akan ada pertemuan atau dialog dengan bapa uskup. Kami menunggu itu, kami menunggu bertemu dengan yang mulia. Tapi apa yang terjadi kami tidak dipertemukan dengan bapa uskup yang terjadi adalah mengeluarkan sebuah surat keputusan. Di situ kami kecewa sehingga pertanyaannya adalah ada apa ini di saat dua sekolah ini sudah besar lalu diambil tidak dibuatkan pendelegasian wewenang kepada pengurus unit malah langsung diambil alih,” tutupnya.
Meski dibuka dialog, namun acara sosialisasi itu tidak mencapai kata sepakat. Memang ada tokoh umat dan tokoh masyarakat yang sejalan dengan konsep keuskupan namun lebih banyak pihak yang menolak Yayasan Sukma.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel