Cepat, Lugas dan Berimbang

Gelap Itu Bukan Hitam, Tapi Karena Ketiadaan Cahaya

Ilustrasi titik hitam

infopertama.com – Aku pernah duduk di sebuah ruang tunggu yang dingin, bukan karena AC, tapi karena tak satu pun dari kami merasa diperhatikan.

Deret kursi plastik itu sepi suara, tapi penuh diam yang tegang. Seorang ibu tua memeluk hasil rontgen seperti memeluk nasibnya. Seorang anak menangis, tapi ibunya sibuk mengisi formulir.

Aku pun teringat satu kalimat sederhana tapi penuh cahaya:
“Gelap itu bukan hitam, tapi karena ketiadaan cahaya.”

Seperti juga pelayanan publik yang kita bangun hari ini. Ia tampak gelap bukan karena kebijakan buruk atau niat jahat, tetapi karena cahaya empati terlalu jarang dipasang.

Kita memiliki ruangan steril, mesin antrean, formulir daring, bahkan aplikasi pengaduan. Tapi kita lupa bahwa cahaya pelayanan adalah manusia itu sendiri—yang merasa, bukan sekadar mengurus.

Dalam psikologi, Carl Rogers berbicara tentang unconditional positive regard, penerimaan tanpa syarat. Bukan hanya sebagai teori terapi, tapi sebagai dasar relasi antarmanusia.

Ketika pasien datang dengan luka, ia juga membawa beban malu, takut, marah, dan trauma. Tapi sistem kita seringkali hanya membaca suhu tubuh, bukan suhu batin. Kita tangani demamnya, tapi tak kita tangani sunyinya.

Daniel Goleman dalam teori Emotional Intelligence menyebut, bahwa empati adalah kemampuan membaca emosi orang lain dan meresponsnya secara tepat. Tapi ironisnya, ruang publik kita penuh dengan profesional yang kompeten secara teknis, namun miskin secara emosi. Kecerdasan kognitif tinggi, tapi hati seringkali low-batt.

Lihatlah prosedur layanan:
Ada SOP, tetapi tak ada SOP untuk mendengar dengan hati.
Ada target waktu pelayanan, tapi tak ada indikator untuk sentuhan manusiawi.
Ada evaluasi kinerja, tapi tak ada penilaian pada rasa aman yang dibawa pasien pulang.

Seperti ketika seorang nenek buta huruf ditegur karena formulirnya belum lengkap. Atau ketika seorang anak muda hanya diberi kode “rujukan” tanpa penjelasan.

Bagi mereka, gelap itu bukan tak bisa disembuhkan, tapi karena tak ada satu pun yang menyalakan cahaya kepedulian. Pelayanan publik, jika tak dikoreksi oleh nurani, hanya akan jadi mesin administrasi.
Dan ruang pelayanan tanpa empati adalah ruang tunggu menuju frustrasi kolektif.

Kita tidak perlu revolusi besar, hanya butuh lilin-lilin kecil.
Senyum dari petugas pendaftaran.
Sapaan hangat dari perawat.
Waktu dua menit dari dokter untuk mendengar, bukan hanya menjelaskan.
Dan kehadiran kader kesehatan yang bukan hanya penyuluh, tapi penyambung rasa.

Karena pada akhirnya, Puskesmas bukan hanya tempat menyembuhkan sakit. Tapi tempat seseorang merasa tidak sendiri menghadapi hidup.

Dan bila cahaya itu dinyalakan, maka gelap itu akan terbukti:
Bukan karena kita hitam,
Tapi karena kita lupa menjadi terang bagi satu sama lain.

#PelukSehat
#DinkesManggarai
#RumahSakitnyaManusia

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel