Cepat, Lugas dan Berimbang

Mata Rakyat Lebih Mudah Melihat Infrastruktur daripada Kualitas Demokrasi

Jakarta, infopertama.com – Adi Prayitno, dalam salah satu tulisannya yang tayang di Kompas.com, (11/12) tentang hasil survei Litbang Kompas. Menurutnya bahwa isu-isu negatif tentang pasangan Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming hanya berkembang dan bekelindan di kalangan elitis.

Kalangan elitis adalah kalangan menengah ke atas, yang secara ekonomi mapan, terpelajar atau berpendidikan tinggi. Serta, mampu mengakses berbagai informasi dengan mudah.

Burhanuddin Muhtadi di kanal Youtube Prof. Rhenald Kasali juga mengatakan hal serupa. Ia mengatakan bahwa isu – isu negatif kepada pasangan Prabowo – Gibran tidak sampai ke kalangan bawah.

Ia bahkan menduga bahwa di masyarakat banyak yang tidak tahu jika mantan Ketua MK, Anwar Usman, adalah pamannya Gibran.

Adi Prayitno dan Burhanuddin Muhtadi mau menunjukkan bahwa sesuatu yang menjadi perhatian kalangan elitis belum tentu atau malah boleh jadi tidak sama dengan yang kalangan bawah dan masyarakat pada umumnya perhatikan.

Ada kesenjangan fokus perhatian antara kalangan elite dan masyarakat umum. Fokus perhatian akan memengaruhi persepsi.

Psikologi kognitif menjelaskan bahwa fokus perhatian seseorang dapat memengaruhi persepsi akan objek yang diperhatikan.

Secara kognitif persepsi erat terkait dengan indra. Indra adalah sarana bagi stimulus-stimulus yang membangun persepsi.

Persepsi pada dasarnya adalah pemaknaan atas apa yang kita telah lihat, dengar, sentuh, cium, atau rasakan.

Pada ranah politik, persepsi akan banyak disumbang oleh apa yang dilihat oleh mata dan apa yang didengar oleh telinga. Di sinilah awal mula terjadinya kesenjangan perhatian antara kaum elite dan kalangan bawah.

Kaum elite mau dan mampu melihat sesuatu yang abstrak; sedangkan kalangan bawah mungkin bukannya tidak mau, tetapi mereka tidak mampu melihat hal-hal abstrak dengan jelas.

Jalan tol, jembatan, pasar, bendungan, pelabuhan, bandara, dan bangunan megah pos perbatasan adalah contoh sesuatu yang mudah dan jelas untuk dilihat mata.

Sebaliknya, demokrasi, otoritarian, dan dinasti politik adalah hal abstrak, hal yang tidak bisa dilihat mata atau dikecap lidah.

Bagi kalangan bawah, stimulus paling kuat adalah hal-hal yang jelas memukau secara visual. Inilah yang akan menarik perhatian untuk banyak orang dari kalangan bawah.

Kalangan bawah bukannya tidak tahu tentang demokrasi atau politik, tetapi itu bukan sesuatu yang nyata bagi mereka. Demokrasi dan politik adalah sesuatu yang nyata di alam pikir dan aktivitas mental kaum elite. Hal ini membuat kesenjangan perhatian antara dua kaum ini.

Bagi kalangan bawah, pemerintahan Presiden Jokowi dianggap telah melakukan pekerjaan yang bagus dengan berbagai pembangunan hal nyata yang dapat dilihat.

Hal ini dapat dibaca dari hasil survei Litbang Kompas bahwa 73,5 persen responden survei puas dengan kinerja pemerintahan Presiden Jokowi.

Orang-orang yang puas ini banyak dari kelompok sosial menengah kebawah, berpendidikan rendah, dan tinggal di pedesaan. Hasil survei ini jelas menunjukkan apa yang diperhatikan kalangan bawah berbeda dengan kaum elite.

Bagi kaum elite, Presiden Jokowi dan kelompoknya (termasuk di dalamnya Prabowo – Gibran) dianggap telah merusak tatanan demokrasi. Salah satunya melalui peristiwa putusan MK Nomor 90 Tahun 2023.

Cawe-cawe Presiden Jokowi untuk mendukung Gibran, mulai dari menjadi Wali Kota Solo hingga saat ini menjadi Cawapres Prabowo dianggap tidak elok dan melanggar tatanan demokrasi.

Berdasarkan teori persepsi di Psikologi Kognitif, sebenarnya persepsi kalangan bawah dan kaum elite sama-sama benar. Paling tidak hal itu benar bagi kaum mereka masing-masing.

Jika situasi kesenjangan perhatian ini terus terjadi, maka dapat diprediksi bahwa posisi hasil survei saat ini akan terus bertahan hingga akhir.

Kaum elite di Indonesia itu tidak besar; lebih banyak warga Indonesia yang tinggal di pedesaan, berpendidikan tidak sangat tinggi, serta berasal dari kelompok sosial menengah ke bawah.

Melihat demografi ini, maka perubahan dapat terjadi hanya jika ada sesuatu yang “memukau” mata kalangan bawah, yang menggerakkan mereka ke arah lain; dan hal yang “memukau” ini harus sesuatu yang nyata dan bukan asbtrak.

Pada situasi ini ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan. Pertama, saling menyerang persepsi kelompok lain bukanlah solusi bijak untuk menarik perhatian. Hal ini bisa jadi malah meneguhkan pilihan yang telah mereka ambil sekarang.

Kedua, money politic rentan terjadi pada kelompok yang mudah mengapresiasi sesuatu yang tampak nyata dan menyilaukan mata. Namun jika ini dilakukan, maka kedepan hanya akan menjadi bumerang bagi kelompok yang melakukannya.

Ketiga, bagi siapapun yang belum menentukan pilihan, pilihlah calon pemimpin yang Anda persepsikan akan membawa kebaikan, bukan hanya untuk Anda, tetapi juga untuk semua warga negara, bahkan bagi yang termasuk tidak mendukung pilihan Anda,

Keempat, bagi setiap calon pemimpin yang berkompetisi, tawarkanlah paket lengkap; tawarkan janji karya nyata dan juga janji untuk menjaga nilai-nilai luhur bangsa.

Sebagai pemimpin, keputusan dan kebijakan Anda akan memengaruhi kualitas psikologi warga Anda. Jadi Anda harus membangun baik “raga” bangsa yang tampak mata maupun “jiwa” bangsa yang tampak di rasa.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel