Ruteng, infopertama.com – Sebanyak 60 orang siswa-siswi SMAK Setia Bakti Bakti Ruteng memeragakan Tarian Kontemporer musikalisasi Puisi, Guru adalah Pelitaku, Jumat, 25 November 2022 di lapangan Motang Rua, Ruteng, ibu kota Kabupaten Manggarai.
Penampilan yang gemulai dari para penari SMAK Setia Bakti ini mengundang decak Kagum para penonton, terutama para guru sekecamatan Langke Rembong dalam perayaan puncak Hari Guru dan PGRI.
Terbukti, sebagian besar yang menyaksikan pertunjukan tarian tetrikal anak-anak SMAK Setia Bakti itu mengabadikannya dalam gawai masing-masing.
Tampak juga, seusai pentas, guru-guru dari beberapa sekolah memberi apresiasi kepada para penari. Juga kepada Irna Aburman, seniman Tari yang jadi pembina ekstrakurikuker bidang tari tradisional di SMAK Setia Bakti yang telah melatih 60 penari.
Tari Tetrikal yang mereka namakan Guru adalah Pelitaku juga menyampaikan banyak pesan. Terlebih karena bertepatan dengan perayaan Puncak Hari Guru dan PGRI, pahlawan tanpa tanda jasa.
Bagi anak-anak SMAK Setia Bakti, bahwa guru adalah sosok yang sangat berperan penting dalam pembentukan karakter anak didik. Mulai dari jenjang dasar hingga jenjang SMA, bahkan sampai mahasiswa. Karenanya, guru adalah pelita yang mampu mengubah anak didik menjadi sesuatu yang lebih baik.
Perjuangan seorang guru yang tak kenal lelah, mewujudkan manusia yang adil dan beradap. Demi generasi Bangsa yang berdaya saing untuk kemajuan bangsa tercinta. Karenanya, sudah semestinya guru yang adalah pelita diapreasi, bukan dikriminalisasi.
Irna Aburman, kepada infopertama menjelaskan makna di balik musikalisasi puisi, guru adalah pelitaku.
Menurut Irna Aburman, tari tetrikal tersebut merupakan kolaborasi antara tari dengan puisi. Tari tersebut (Guru adalah Pelitaku) mengisahkan dan mengekspresikan peran guru sebagai pendidik. “Guru yang memberikan pengetahuan, yang menerangi generasi muda bangsa agar tetap menjadi tonggak perubahan dan kemajuan bangsa dan negara, sehingga memiliki generasi yang beradab dan berbudaya.” Tutur Irna Aburman sesaat setelah pentas berakhir.
Makanya, kata Irna, tadi di akhir itu ada yang mengenakan toga, berbusana layaknya orang sukses, ada yang mengenakan pakaian ala pejabat (Kepala daerah -pen).
“Itu semua adalah buah dari kerja guru,” tegasnya.
Ia mengaku, bahwa tarian tetrikal ini adah buah dari permenungan anak didiknya yang terinspirasi dari situasi lokal Manggarai.
“Mereka berasal dari berbagai kampung di Manggarai, juga dari kabupaten tetangga, Mabar dan Matim. Apa yang yang mereka amati lalu kami rangkumkan dalam gerak tari tradisional Guru adalah Pelitaku.” Tutur Irna Aburman.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel