
Ledalero kehilangan dua teolog besar dengan penekanan teologi yang khas. Belum lama setelah kepergian Prof. Dr. John Monsford Prior, saya kenalnya sebagai teolog sosio-politik, Dr. Georg Kirchberger, seorang intelektual revolusioner di dalam disiplin teologi dogmatis baru saja menghembuskan nafas terakhir. Dua tokoh intelektual ini meninggal di dalam usia kehidupan yang sama, 76 tahun. John Monsford tiba di Indonesia Timur sejak tahun 1973 dan tiga tahun sesudahnya, Dr. George Kirchberger ke Indonesia. Suatu kehilangan fisik yang amat menyedihkan. Teolog-teolog besar dunia hidup sedikit lebih lama dan dari perspektif Barat, keduanya masih terhitung pergi terlalu cepat kalau batas tertinggi usia kematian >89 tahun. Kahrl Rahner pergi di usia 80 tahun dan Hans Urs von Balthasar hidup dengan bonus dua tahun tambahan, yaitu 82 dan Johann Baptist Metz di usia 91 tahun.
Dr. Georg Kirchberger punya sumbangan butir-butir refleksi teologis sudah melimpah ruah dan salah satu yang saya ingat baik lewat duduk langsung di dalam ruang kelasnya sendiri adalah pandangannya tentang sakit dan kematian. Ia menerangkan bahwa kehidupan sosial-religius NTT, sekalipun sudah dikristenisasi, masih memegang kuat disposisi tuduh-menuduh dengan latar belakang privatisasi mitis magis sakit atau kematian.
Kalau orang yang menderita sakit berat dan mulai mencari jawaban irasional dengan mengatakan ‘tetanggah sebelah’ yang membuatnya sakit lewat ilmu gaib yang diklaim ada di dalam masyarakat, oleh Kirchberger adalah sebuah tindakan tidak bertanggungjawab. Argumentasinya adalah tiap sakit dan kematian yang dicari sebab ekternal adalah usaha untuk mematikan refleksi personal dan komunal.
Praktik semacam itu mesti dihilangkan karena tidak memberikan kesempatan bagi yang menderita sakit untuk mengambil jalan ke refleksi personal. Misalnya moment sakit bisa mengajarkan orang untuk berhenti mengonsumsi makanan dan minuman yang telah membahayakan kesehatan tubuhnya sendiri.
Di samping itu, Kirchberger tegaskan bahwa mencari sebab exogenous dari sakit dan kematian yang dialami lewat penuduhan kultural membuat orang gampang menanggalkan jubah tanggungjawab personal atas hidupnya sendiri.
Teolog Kirchberger dan Monsford sudah menulis lebih dari puluhan buku dan salah satu tanggungjawab para muridnya kini adalah menerjemahkan itu ke dalam tiap analisis sosial, religius dan politik agar mereka berdua tetap hidup. Kematian bisa dihidupkan kembali lewat memori kolektif dan untuk mempertahankan memori itu, tindakan-tindakan tertentu mesti dilakukan. Saya boleh anjurkan sebuah institusi penelitian atau scholarships dengan nama kedua teolog ini.

Dari kedua teolog besar Ledalero ini, kita bisa diantar untuk membaca karya teologi oleh teolog-teolog kaliber dunia seperti Karl Rahner, Hans Urs von Balthasar dan Johann Baptist Metz. Metz sekalipun dibawa bimbingan Rahner, dia memisahkan diri dari teologi transedentalnya Rahner. Metz mengarahkan teologi ke teologi lapangan: di sana ada orang menangis dari kelaparan dan derita. Rahner cukup radikal ketika ia katakan bahwa bahkan ketika sampai di surga, misteri Allah tetap tidak bisa dipahami. Metz menolak ini dengan mengatakan bahwa misteri Tuhan itu sudah bisa ditemukan di dalam doa umat manusia. “Di dalam dia yang berdoa, luasnya kuasa Tuhan beranjak dari kedalaman ke permukaan, tiba di dekat pikiran kita tiap hari, di tiap paut kata, rumpil keputusan dan dekap tindakan kita”(Metz, 2014, p. 35).
Dua teolog besar Ledalero yang telah dan barusan pergi, mereka menulis hasil karya teologi untuk untuk Nusa Tenggara pada khususnya, hemat saya, tidak dengan mata tertutup dari seluk beluk sikap teolog dunia di atas. Karena itu, karya-karya yang sudah mereka hasilkan mesti wajib dibaca karena ia merupakan sebuah refleksi teologis yang hati-hati dengan dua pengalaman intelektual dua dunia: Barat dan Timur. Kita punya teolog-teolog muda Ledalero yang saya amat yakin karya-karya mereka sangat seimbang mencerminkan kharakteristik teologis Kirchberger dan Monsford. Teolog muda Ledalero yang pernah dibentuk oleh Kirchberger dan Monsford, yang hemat saya, menulis karya-karya dalam Bahasa Inggris dalam 6 tahun terkahir dengan warna sikap teologis ‘Rahnerian dan Metzian’ adalah (Dr.) Willy Gaut.
Tiap karya-karya teologi mesti dibaca, tetapi kali ini untuk menghormati mereka yang telah pergi agar dunia kehidupan mereka tetap hidup di dalam kelanjutan usaha-usaha intelektual yang dikerjakan oleh generasi yang ditinggalkan. Gute Reise unserem lieben Theologen, Dr. George Kirchberger und vielen Dank für das systemtische Aufbauen der katholischen theologischen Konzepte, die nun in Nusa Tenggara lebendig sind.
*CoPas branda Facebook M.M.S
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel