Cepat, Lugas dan Berimbang

Geotermal Poco Leok; Ketika Kemajuan Perlu Sikap Realistis

Ruteng, infopertama.com – Pemda bersama PLN mengadakan sosialisasi terkait pengembangan PLTP Ulumbu di Poco Leok yang diselenggarakan di Aula Ranaka, Kantor Bupati Manggarai, Kamis, 25 Juli 2024.

Seluruh tetua adat dan tokoh masyarakat Poco Leok serta pemerintah desa diundang untuk menghadiri kegiatan “tukar pikiran” tersebut. Acara ini dihadiri pula oleh seorang aktivis anti tambang yaitu Ferdi Hasiman.

Kegiatan penyebarluasan data dan informasi terkait proyek geotermal ini diikuti secara penuh antusias oleh peserta yang hadir. Bahkan sosialisasi yang berlangsung sejak pagi-sore itu sama sekali tidak menyurutkan semangat para anggota rapat. Sementara itu, kelompok warga yang tolak geotermal tidak hadiri pertemuan sembari mengklaim sebagai sikap tegas penolakan.

Upaya Memajukan Daerah

Sekda Kabupaten Manggarai, Jahang Fansialdus dalam arahannya menegaskan bahwa geotermal merupakan aset penting yang dimiliki daerah Manggarai. Memiliki aset energi ramah lingkungan seperti geotermal menjadikan tanah Nuca Lale siap menyongsong kemajuan.

Sekda juga menekankan bahwa di masa depan semua kendaraan dialihkan menjadi kendaraan listrik. Ini artinya stabilitas energi listrik menjadi kebutuhan mendasar bagi masa depan. Sudah tentu geotermal layak untuk dimanfaatkan sebagai solusi alternatif guna memenuhi kebutuhan energi.

Poco Leok
Sekda Manggarai, Jahang Fansialdus

Selain sebagai aset energi, geotermal diniscayakan menjadi pendongkrak investasi. Hal ini diterangkan dengan penuh optimisme oleh Ferdi Hasiman.

Ia mengatakan, sekarang sudah ada kesempatan untuk menggunakan energi transisi, jadi kita sudah masuk di energi transisi itu. Pulau Flores ini istilahnya mendapat berkah kalau tidak ada PLTP yang potensinya cukup besar mungkin tidak dilirik apalagi dengan investasi pariwisata. Ingat ada ahli yang mengatakan investasi di abad yang ke 21 bukan tambang lagi, jadi kita bertumpu pada barang itu.

Pandangan Penulis sekaligus Pengamat yang melalang buana di televisi membahas soal dampak buruk tambang ini, semacam hendak mengatakan kepada kita bahwa akan ada butterfly effect dari proyek geotermal. Akan ada dampak-dampak menguntungkan bagi kemajuan daerah Manggarai ke depannya. Energi bersih yang rendah emisi kelak tidak mengganggu ekosistem alam dan lingkungan; investasi pada sektor pariwisata akan semakin menggeliat; tuntutan kendaraan berbahan energi bersih tidak lagi menjadi soal.

Pada kesempatan itu pula, Ferdi Hasiman menegaskan bahwa dirinya memang menolak tambang tetapi mendukung geotermal karena geotermal bukanlah tambang. Ia menuturkan: karena itu saya berani untuk mengatakan saya terima geotermal karena ada unsur transisi energi di sini, kita sangat membutuhkan sekali. Kalau geotermal ini berkembang di Flores saya sangat yakin akan sangat banyak investasi yang masuk di sana, baik itu pariwisata maupun aset kelautan yang luar biasa.

Apa yang disampaikan Sekda dan juga pengamat tambang “nasional” Ferdi Hasiman, memberi pesan yang terang dan jelas kepada kita warga Manggarai bahwasannya proyek geotermal dengan segala kekurangan dan kelebihannya merupakan suatu upaya memajukan daerah Manggarai. Terutama sekali sebagai upaya negara dalam memajukan rakyatnya. Khususnya rakyat Manggarai.

Kebutuhan Masyarakat dan Zaman

Bicara geotermal memang tidak boleh berhenti pada narasi menolak dan mendukung ataupun merusak dan memajukan. Kita harus berani keluar dari zona stagnasi seperti itu.

Pemanfaatan panas bumi sebagai salah satu Energi Baru Terbarukan perlu dipertimbangkan sebagai alternatif pemenuhan kebutuhan masyarakat dan zaman. Sekarang ini masyarakat dan zaman menginginkan stabilitas energi. Akan tetapi tidak sembarang energi melainkan hanya energi bersih.

Lebih dari itu, transisi energi merupakan salah satu fokus utama kesepakatan Presidensi G20 Indonesia yang dilaksanakan di Bali pada 2022. Dunia internasional tampaknya sudah menuju perpisahan dengan energi berbahan fosil yang dinilai berdampak buruk pada lingkungan. Indonesia kemudian menindaklanjuti kesepakatan yang bernilai investasi tinggi tersebut dengan memaksimalkan proyek-proyek geotermal.

Sebagaimana diketahui Indonesia adalah negara dengan cadangan geotermal terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Bahkan, sebesar 40% cadangan panas bumi di dunia ada didalam bumi Indonesia.

Pada tahun 2023 kementerian ESDM mencatat potensi sumber energi yang terkandung dalam perut bumi Indonesia mencapai 23.965,5 megawatt (MW). Potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 9,8 persen dengan kapasitas pembangkit listrik terpasang sebesar 2.342,63 MW. Ini artinya cadangan panas bumi yang terkandung dalam perut bumi kita masih sekitar 90% belum dimanfaatkan.

Kesepakatan dunia internasional terkait Energi Baru Terbarukan tentu saja bersumber dari kehendak bersama sebagian besar masyarakat dunia. Kita sebagai warga Indonesia tentu saja tidak boleh mengucilkan diri dari dunia luar. Toh, kita juga terikat otomatis sebagai warga dunia.

Atas dasar itulah pemanfaatan energi terbarukan dan ramah lingkungan seperti geotermal wajib dilakukan. Proyek geotermal Poco Leok tentu wajib dikerjakan.

Teringat dengan kata-kata Soekarno: barang siapa yang melawan zaman pasti akan terlindas zaman. Tuntutan masyarakat dan zaman terkait transisi energi, menuntun sekaligus menuntut kita untuk memanfaatkan energi-energi bersih yang sifatnya terbarukan; bukan yang terbatas. Zaman energi bersih tidak mungkin untuk kita lawan karena itu akan membuat kita bergerak di tempat ibarat pesawat yang putar-putar di landasan pacu saja. Pesawat itu harus kita terbangkan!  

Perlu Sikap Realistis

Sekalipun narasi dan optimisme memajukan Manggarai dengan goetermal lantang didengungkan, tetap saja gejolak dan riak penolakan masih ada. Begitu pula proyek pengembangan geotermal Poco Leok yang hingga kini masih berdengung suara-suara penolakan. Meskipun di lain sisi, seluruh tetua adat dan tokoh masyarakat Poco Leok yang menghadiri sosialisasi mendukung proyek geotermal.

Mereka menilai proyek tersebut sebagai upaya memajukan wilayah Poco Leok khususnya dan Manggarai umumnya.

Sementara itu, kelompok penolak geotermal hingga kini konsisten dengan alasan-alasan mereka yang variatif. Dari mempersoalkan wilayah lingko gendang; tanaman tidak produktif; air yang tercemar; hingga terkait apakah PLN bertanggung jawab kalau terjadi sesuatu akibat pemboran. Meskipun pada kenyataannya berbagai alasan dan pembenaran yang disuarakan secara masif tersebut tidak mungkin dapat dipertanggungjawabkan secara akademik dan ilmiah. Karena memang semuanya bersifat dalil dan ketakutan.

Oleh karena itu, perlu mengedepankan sikap realistis terkait proyek geotermal. Realistis adalah suatu sikap yang terbuka, adaptif dan memperhitungkan peluang positif terhadap kejadian-kejadian yang dihadapi. Terbuka dalam hal ini berarti mau menerima informasi dan bertukar pikiran dengan orang lain dalam menghadapi perkembangan dan perubahan. Adaptif artinya beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan zaman. Memperhitungkan peluang adalah mempertimbangkan butterfly effect dari suatu kegiatan.

Ketika kita mampu terbuka, adaptif dan menghitung peluang dalam menghadapi perkembangan dan perubahan pada masyarakat dan zaman maka itu berarti kita bersikap realistis.

Begitu pula ketika menghadapi proyek geotermal Poco Leok maka kita perlu bersikap realistis. Membuka diri terhadap informasi dan pengetahuan terkait proyek geotermal karena pengembangan PLTP Ulumbu merupakan proyek strategis negara untuk memajukan Manggarai. Adaptif terhadap perubahan masyarakat dan zaman bahwa dewasa ini dibutuhkan transisi energi sehingga Energi Baru Terbarukan seperti geotermal patutlah dimanfaatkan. Mencermati peluang positif ke depan akibat dari proyek geotermal, semisal pemberdayaan lingkungan, sosial dan ekonomi masyarakat.

Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel