“Kami mengapresiasi pergerakan ekonomi, namun kita tidak boleh puas. Kualitas pertumbuhan juga harus menjadi perhatian, agar mampu berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat,” katanya.
Sementara itu, pengangguran terbuka di Kabupaten Manggarai terus menunjukkan tren positif. Dalam lima tahun terakhir, angka pengangguran berhasil ditekan hingga mencapai 1,17% pada 2024. Hal ini dianggap sebagai hasil dari sinergi antara pemerintah daerah dan berbagai pemangku kepentingan dalam penciptaan lapangan kerja lokal.
Namun, ketika bicara soal daya saing daerah, Bupati menyebutkan ada tiga indikator yang masih menjadi pekerjaan rumah besar: kapabilitas inovasi, sistem keuangan, dan efisiensi pasar tenaga kerja.
“Kita memang mengalami peningkatan skor Indeks Daya Saing Daerah (IDSD) secara keseluruhan, namun kita belum maksimal dalam hal inovasi dan transformasi ekonomi berbasis keunggulan lokal,” imbuhnya.
Sektor pendidikan juga mendapat sorotan tajam. Bupati mengungkapkan bahwa angka partisipasi murni (APM) di jenjang Sekolah Dasar (SD) baru mencapai 85,7%. Ini berarti masih terdapat lebih dari 14% anak usia 7–12 tahun yang belum bersekolah.
Di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP), APM bahkan lebih rendah, yakni 72,1%, yang mengindikasikan bahwa sekitar 27% anak usia 13–15 tahun belum mengenyam pendidikan menengah.
“Ini situasi darurat pendidikan dasar. Kita harus bekerja lebih keras untuk memastikan seluruh anak usia sekolah bisa duduk di bangku sekolah. Tanpa intervensi yang kuat, Manggarai akan mengalami kehilangan generasi produktif,” tegas Bupati.
Di sektor kesehatan, data menyebutkan angka kematian ibu dan bayi masih tinggi dan stagnan. Kasus kematian bayi tercatat sebanyak 96 kasus pada tahun 2021, dan angka ini tidak mengalami penurunan hingga 2024.
Hingga pertengahan 2025, sebanyak 48 kasus telah terjadi. Kematian ibu juga meningkat dari 12 kasus pada 2019 menjadi 14 kasus pada 2024.
Masalah stunting juga belum sepenuhnya terselesaikan. Hasil pengukuran Agustus 2024 menunjukkan adanya 2.797 kasus stunting dari total 25.219 balita (11,07%). Meski pada pengukuran Februari 2025 angkanya turun menjadi 9,4%, pemerintah kabupaten menyadari bahwa stunting bukan hanya soal gizi, tetapi juga menyangkut akses layanan kesehatan, sanitasi, hingga pola asuh.
“Kita telah melaksanakan intervensi spesifik, sensitif, dan teknis sebagaimana arahan dari pemerintah pusat dan provinsi, tapi ini harus dilakukan secara holistik, integratif, dan berkualitas. Itu yang menjadi tantangan ke depan,” ujar Bupati.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel