Ruteng, infopertama.com – Sekolah Dasar Katolik (SDK) Pasa per Sabtu, 1 Agustus 2025 genap berusia 104 tahun. Dalam perjalanan panjang sejak 1921 dari nama sekolah Rakyat hingga diklaim sebagai sekolah Katolik dibawah naungan Yasukma Ruteng, menyisahkan sederetan kisah menarik, tapi menyedihkan.
Dalam catatan buku induk sekolah, SD pasa didirikan Senin, 1 Agustus 1921 dengan nama Sekolah Rakyat (SR) oleh bapak V. Wolo Fernandez, sekaligus menjadi guru dan kepala sekolah pertama di Sekolah Rakyat (SR) Pasa Rahong.
Hingga berusia 104 tahun, SD Pasa sudah memiliki 20 orang kepala sekolah. Namun, baru satu kepala sekolah perempuan yang kini sedang menjabat, Evita Hanum, S.Pd.
Selain itu, salah satu kepala sekolah di SD Pasa yakni Andreas Nabit (Alm.) ternyata kakek dari Herybertus Nabit, Bupati Manggarai. Menjadi menarik karena pada acara Yubilium 100 Tahun SD Pasa yang perayaannya tertunda tiga tahun dihadiri langsung oleh Bupati Manggarai, Herybertus G. L. Nabit.
Sayangnya, pada perayaan Yubilium 100 tahun SD Pasa, Yapersukma yang mengaku sebagai yang memiliki SD Pasa hadir sebagai Tamu Undangan.
Komite Minta Alih Status jadi SDN
Geradus Beat, Komite SDK Pasa dikonfirmasi infopertama.com mempertanyakan peran dan kontribusi Yasukma Ruteng untuk SDK Pasa. Karenanya, Geradus Beat yang juga sebagai tua golo Pasa, berencana akan mengubah status Sekolah dari SDK menjadi SDN atau apapun namanya asal tidak dibawah naungan Yasukma.
“Tanah ini dulu oleh kakek saya (Alm Pius -pen) serahkan untuk pembangunan fasilitas umum, untuk kepentingan masyarakat di Kedaluan Pasa – Rahong. Penyerahan itu dulu kepada misionaris awal di Manggarai.” Ujar Geradus Beat.
Di tahun awal sejarah sekolah ini dengan nama sekolah rakyat, jelas Geradus Beat, dibangun secara swadaya oleh warga Pasa dan sekitarnya. Tahun itu (1921), Yayasan Sukma itu belum ada, tapi sekarang diklaim sebagai milik Sukma.
Demikian Geradus Beat, sebagai Komite di SDK Pasa, ia tidak mempersoalkan kenapa SD Pasa kemudian diklaim menjadi milik Yasukma. Sebagai Tua Golo, jelas Geradus, bahwa Opa Pius menyerahkan lingko ini secara cuma-cuma karena pemanfaatanya untuk kepentingan umum, kepentingan pendidikan yang saat itu dilakukan oleh misionaris awal di Manggarai.
Namun, belakangan ini keberadaan Sekolah Pasa dengan label Katolik sudah keluar dari semangat awal. Yang awalnya diserahkan secara cuma-cuma, kami masyarakat Pasa dan beberapa kampung sekitar kemudian juga dibebani iuran wajib ke Yasukma setiap bulan.
“Tetapi, kontribusi Yasukma untuk SDK Pasa itu nihil. Jujur saja, tanah kita yang punya, sekolah awalnya dibangun swadaya, gotong royong. Kemudian, oleh pemerintah membangun gedung dan segala fasilitasnya. Lalu, Sukma hanya datang tagih iuran. Ini jelas tidak adil.” Tutur Geradus Beat kepada infopertama.com, Sabtu, 1 Agustus.
“Kami di sini, jelas Geradus Beat, berusaha tuk menghidupi SDK Pasa agar hak anak-anak kami akan Pendidikan bisa terpenuhi. Sebaliknya, Sukma yang telah mengklaim sekolah ini bukannya menghidupi SDK Pasa malah mencari Penghidupan di SDK Pasa. Tentu ini juga tidak sesuai dengan tugas, fungsi dan peran Yayasan Pendidikan.” Tegas Geradus Beat.
Karena itu, lanjut Geradus, sebagai komite, sebagai tua golo atas nama pribadi dan mewakili masyarakat adat Gendang Pasa berencana akan menemui beberapa pihak terkait agar segera mengubah status SDK pasa jadi SDN. “Tercepat, akan membangun sekolah darurat di atas tanah ini jika pengalihan status mengalami hambatan.”
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel



