Ruteng, infopertama.com – Tindakan menghalang-halangi kerja jurnalistik hingga kekerasan terhadap jurnalis oleh aparat masih sering terjadi di negeri ini. Terbaru, Irfan, wartawan Pos Kupang mengalami ancaman saat sedang meliput rekonstruksi kasus pembunuhan terhadap ibu Astrid Manafe dan anaknya Leal di Kota Kupang, Selasa (21/12/2021).
Persatuan Jurnalis Manggarai (PJM) menilai tindakan tersebut mencerminkan arogansi dan ketidaktahuan polisi terhadap pers dan regulasi yang mengaturnya. Padahal amanat reformasi telah menjamin kebebasan pers melalui UU No. 40 tahun 1999.
Anehnya, pelanggaran terhadap UU ini justru kerap oknum anggota dari lembaga penegak hukum yang melakukan. Karena itu, insan pers di Manggarai mendesak Kapolda NTT agar mengajari anak buahnya untuk menaati undang-undang tersebut.
“Kapolda NTT harus mengajari anak buahnya untuk paham dan taat UU Pers agar kejadian memalukan ini tidak terulang lagi,” ujar Ketua PJM, Yohanes Manasye.
Ia menjelaskan, pasal 4 UU tersebut menegaskan menjamin kemerdekaan pers sebagai hak asasi warga negara. Sehingga pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran.
Untuk menjamin kemerdekaan tersebut, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.
Lebih lanjut, dalam pasal 18 UU tersebut menegaskan setiap orang yang menghambat atau menghalangi kebebasan pers, dipidana dengan pidana penjara paling lambat 2 tahun atau denda paling banyak Rp500 juta.
Insan pers Manggarai juga mendesak Kapolda NTT untuk memberikan sanksi tegas kepada semua anggota yang menghalangi kerja-kerja jurnalistik.
“Harus ada sanksi tegas agar ada efek jera. Segala tindakan arogansi, penghalangan, dan kekerasan terhadap jurnalis atau wartawan tidak boleh terulang lagi,” pungkasnya. (RH)