Ruteng, infopertama.com – Polemik soal Tenaga Harian Lepas di Manggarai kian jadi atensi publik. Salah satunya datang dari akademisi asal Manggarai, Yustina Ndung. Via Gawainya pada Jumat, (04/03/22), Yustina menyayangkan respon Bupati Heribertus Nabit yang menyebut THL sebagai Pejabat.
Etika Birokrasi
Menurutnya, tidak etis seorang bupati menyamakan THL sebagai pejabat dalam OPD di Manggarai.
“Hanya di Manggarai, Bupati menyebut THL sebagai Pejabat sehingga menugaskan THL untuk memberi materi saat reses anggota DPRD Kab Manggarai.” Pungkas Yustina.
Demikian Yustina, bahwa di dalam birokrasi itu ada struktur birokrasinya. Struktur tersebut menggambarkan tugas pokok dan fungsi setiap personilnya. Maka, konsekuensi logisnya berujung pada peran dan tanggung jawabnya sesuai struktur tersebut.
“Ada yang boleh dan tidak boleh seseorang lakukan terkait posisi, tugas dan tanggung jawabnya dalam lingkup dinas tertentu. Termasuk pada jenjang komunikasi, koordinasi dan laporan, dsb.” Sebut Yustina.
Semuanya sudah ditata rapi dalam birokrasi (bisa baca pada konsep Weber mengenai karakteristik birokrasi). Secara garis besar, lanjut Yustina bahwa birokrasi itu terdiri atas top leader, middle, dan low/staf.
“Nah, dengan demikian maka posisi THL itu ditempatkan di mana? Apakah THL itu pada Top Leader, middle atau pada posisi low/staf?”
Karena namanya saja Tenaga Harian Lepas, yang sifatnya itu temporary (sesewaktu bisa pecat jika tak membutuhkannya lagi) maka tidak bisa menyebut posisi THL sebagai Pejabat.
Kemudian, Yustina juga menanggapi terkait basic disiplin ilmu THL di Dinas PUPR. Menurutnya, semestinya memang penempatan personil di setiap instansi pemerintah sesuai basic keilmuan.
“Profesionalitas birokrasi bisa diukur dari sana (terkait managemen pelayanan publik). Misal, pada dinas PUPR seyogianya ditempati sarjana teknik, managemen, akuntansi, dan administrasi,” Beber Yustina.
Ikuti infopertama.com di Google Berita dan WhatsApp Chanel